MOJOK.CO – Partai Amanat Nasional (PAN) memang identik dengan partainya para artis. Bahkan, parpol pimpinan Zulkifli Hasan ini kerap mendapat plesetan sebagai “partai artis nasional”. Pemilu 2024 mereka bahkan sudah punya 17 bakal calon legeslatif untu maju menjadi anggota DPR RI.
Bagaimana tidak, ada banyak seleb dan seniman nasional yang jadi caleg melalui partai ini. Dari yang baru mekar sampai dengan yang sudah kondang.
Sebut saja Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Desy Ratnasari, Primus Yustisio, Sigit Purnomo Said (Pasha Ungu), Surya Utama (Uya Kuya), Tomliwafa, hingga Verrel Bramasta, Elly Sugigi, Marissa Icha, dan Lutfi Agizal.
Bahkan, saat menyaksikan potongan video lagu “PAN, PAN, PAN”–yang viral itu– kita seolah sedang menyaksikan deretan artis alih-alih politisi partai.
Namun, tahukah kamu, jauh sebelum PAN menarik para artis dan seniman ke partai mereka, dua partai legend yakni Partai Komunis Indonesia (PKI). Ini ceritanya.
PKI usung banyak seniman di Pemilu 1955
PKI jadi salah satu partai terkuat pada Pemilu 1955. Bagaimana tidak, berjarak kurang dari 10 tahun sejak Madiun Affair 1948, partai pimpinan DN Aidit ini berhasil meraih posisi 4 nasional.
Mereka hanya kalah dari Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Masyumi, dan Nahdlatul Ulama (NU) di tiga besar. Bahkan, di Yogyakarta PKI berhasil menang mutlak dan menancapkan pengaruhnya.
Dalam buku Langkah Merah (2021), M. Subhan SD mencatat bahwa salah satu keberhasilan PKI adalah karena DN Aidit mengarahkan partainya untuk bersikap terbuka, menyesuaikan kondisi masyarakat Indonesia, tapi tetap revolusioner.
Salah satu jalan yang diambil, kala itu, adalah dengan menempatkan para seniman sebagai caleg. PKI, tercatat menjadi partai pertama sekaligus yang paling banyak menempatkan seniman non-partai sebagai caleg mereka.
Kala itu, ada 10 seniman yang mereka daftarkan sebagai caleg. Antara lain Affandi Sudjojono, Basuki Resobowo, Henk Ngantung (pelukis); AS Dharta, Hr. Bandaharo, Hadi (penyair); Bakri Siregar dan M. Isa (pengarang cerita pendek).
Dari 10 nama yang diusung, empat di antaranya yakni Affandi, Sudjojono, Henk Ngantung, dan AS Dharta terpilih sebagai anggota parlemen dan mewakili PKI di Konstituante.
Partai lain di masa lalu yang jadikan artis sebagai kartu as
Sepak terjang artis di pusaran politik praktis, selanjutnya memang baru terlihat setelah era Orde Baru. Pada masa pemerintahan Presiden Suharto, para artis kebanyakan hanya berperan sebagai simpatisan, tapi tidak menjadi caleg.
Misalnya, bagaimana Golkar memanfaatkan popularitas Eddy Soed, Bucuk Soeharto hingga Bing Slamet buat mendongkrak keterpilihan partai berlambang beringin itu.
PPP, bahkan juga mendompleng popularitas Rhoma Irama pada 1970-an (baru pada 1997 sang Raja Dangdut jadi caleg).
Namun, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pimpinan Suryadi kala itu, malah sudah mengusung seniman/artis sebagai caleg yang diusung ke parlemen–mirip-mirip strategi PKI pada 1955.
Harus diakui, PDI selalu di bawah bayang-bayang dominasi Golkar yang selalu jadi pemenang pemilu sepanjang Orba. Makanya, pada Pemilu 1992, PDI menaruh dua nama artis untuk menempati kursi parlemen.
Partai lain yang usung artis
Hasil Pemilu 1992 menempatkan 56 kursi DPR RI bagi PDI. Dua di antara kursi tersebut yang menempati adalah artis, yakni Guruh Irianto Sukarno Putra dan Sophan Sophian.
Guruh, sudah dikenal luas sebagai musisi dan komposer yang kondang pada 1970-an. Album studio Guruh Gipsy yang ia garap bersama empat Nasution bersaudara: Keenan, Gauri, Oding dan Debby, disebut-sebut menjadi album musik terbaik sepanjang sejarah di Indonesia.
Sementara Sophan Sophian, sudah sejak 1950-an membentuk band bersama Tonny Koeswoyo (sebelum bikin Koes Plus) dan sepanjang 1970-an jadi salah satu aktor yang paling aktif membintangi film-film nasional.
Selain PAN, Partai-partai lain juga tak kalah soal mengajukan nama artis atau seniman sebagai bacaleg. PDIP misalnya untuk Pemilu 2024, sudah menyiapkan 14 nama untuk menjadi bacaleg. Ada juga Perindo yang punya 11 bacaleg yang akan bertempur di Pemilu 2024. Sedangkan Nasdem, punya 8 bacaleg dengan latar belakang artis.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Cara Nyoblos Mudah Bagi Anak Kos di Jogja, Nggak Perlu Pulang Kampung