Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kotak Suara

Batasan Maksimal Usia dalam Lowongan Kerja Rugikan Pekerja Perempuan

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
6 Februari 2023
A A
ageism batasan usia

Ilustrasi ageism atau diskriminasi usia (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK – Lowongan pekerjaan yang menetapkan batas usia maksimal bagi calon pekerjanya diklaim merugikan perempuan. Dalam diskursus ilmu sosial, fenomena ini disebut ageism, salah satu bentuk diskriminasi yang tak pernah tuntas.

Baru-baru ini, media sosial diramaikan dengan cuitan warganet yang mengeluhkan batas maksimal umur dalam lowongan pekerjaan. Dalam sebuah twit, misalnya, membandingkan bagaimana di mancanegara, batasan umur tidak dimasukkan dalam lowongan pekerjaan.

“Liat bunda corla, di jerman, seumuran gw, masih diterima kerja di mekdonal, sepupu gw di ostrali umur mau 50tahun, masih bisa dobel kerja,” tulis @Mozartius1 dalam cuitannya, dikutip Senin (6/2/2023).

“maksud gw, lu nyari tukang cuci piring aja ada maksimal umur anjir, dah gitu gajinya ya aloh, ceuk aing ge geus dibom we lah indon teh, runtah,” lanjutnya, yang disambung ratusan komentar serupa.

Menanggapi twit tersebut, Sekjen Kementrian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menyebut, bahwa keluhan ini harus dilihat case by case. Artinya, syarat usia dalam lowongan pekerjaan tidak bisa dipukul rata dan disesuaikan jenis pekerjaannya.

“Pekerjaan yang lebih berat, untuk aktivitas fisik, diperlukan fisik yang prima dan usia yang lebih muda,” ujar Anwar.

“Untuk yang aktivitas lebih banyak berpikir, pasti beda lagi,” sambungnya.

Rugikan perempuan

Pakar hukum ketenagakerjaan UGM, Nabiyla Risfa Izzati, menyoroti aturan pembatasan usia. Menurutnya, syarat batas maksimal dalam lowongan pekerjaan, seharusnya tidak diperlukan. Kecuali, kata dia, untuk pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan oleh orang dengan usia tertentu.

“…Hal seperti ini dimaklumi dan dianggap wajar di Indonesia, sehingga pencantuman batas usia menjadi lazim dilakukan,” kata Nabiyla kepada Kompas, dikutip Senin (6/2/2023).

Kelaziman ini berdampak ke situasi tenaga kerja di Indonesia. Hal ini pula yang menurutnya menjadi salah satu penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia.

Lebih lanjut, pengajar Fakultas Hukum UGM ini juga menegaskan, terkhusus bagi perempuan, aturan pembatasan usia juga makin merugikan. Mengingat di Indonesia, posisi perempuan begitu rentan dalam relasi sosial masyarakat.

“Kasus yang sering saya temukan adalah perempuan berhenti bekerja sementara karena hamil, melahirkan, dan harus mengurus anak. Ketika dia ingin kembali lagi masuk ke pasar kerja ternyata sudah kepentok umur,” paparnya.

Dalam diskursus ilmu sosial, fenomena yang demikian disebut ageism. Ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap individu atau kelompok karena gap umur mereka.

Iklan

Mengapa ini cenderung merugikan perempuan?

Bukti diskriminasi dalam lingkungan kerja

Di Indonesia, diskriminasi di tempat kerja sebenarnya telah diatur dalam UU No. 21 Tahun 1999 yang merujuk pada Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Dalam Hal Pekerjaan dan Jabatan.

Dalam konvensi tersebut, dijelaskan bahwa istilah diskriminasi yakni “meliputi ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul sosial yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan.”

Meskipun aturan tersebut pada gilirannya dapat digunakan oleh perempuan untuk bernegosiasi dengan perusahaan—apabila didiskriminasi karena ageism, nyatanya praktik ini masih sering terjadi.

Mengutip penelitian David Neumark, Ian Burn, dan Patrick Button berjudul “Age Discrimination and Hiring of Older Workers”, ageism di lingkungan kerja masih jamak dialami perempuan. Ia juga menduga, di banyak negara, fenomena ini pun lazim.

Ageism pada perempuan salah satunya disebabkan oleh anggapan bahwa penampilan fisik perempuan adalah poin paling penting, dan faktor usia dianggap mengurangi penampilan fisiknya.

“Secara keseluruhan, perempuan menghadapi diskriminasi usia yang lebih buruk dibandingkan laki-laki,” tulis para peneliti tersebut.

Sialnya, peneliti juga menemukan bahwa ketidakadilan ini turut dilanggengkan oleh perusahaan hanya karena laki-laki “dianggap lebih kuat dan cekatan dalam melakukan pekerjaan”.

Hal ini terlihat, misalnya dari penggambaran bagaimana perempuan yang berada dalam rentang usia antara 25-40 tahun atau berada pada usia reproduksi aktif. Mereka menerima stereotipe terkait statusnya sebagai “seorang istri dan ibu”—dan produktivitasnya menurun.

Padahal, jika mau adil, seorang pria juga berperan sebagai suami dan ayah dalam keluarganya. Namun, mereka tidak pernah dianggap “kehilangan produktivitasnya”—sebagaimana dialamatkan ke perempuan.

Perempuan tersudutkan hingga minim menerima promosi jabatan dan terjadi kesenjangan upah yang lebih rendah dari pria.

Sementara, perempuan yang berusia di atas 40 tahun juga menghadapi ageism dalam lain. Ambisi mereka dianggap telah “memudar dan kurang energetik” dalam melakukan pekerjaan.

Diskriminasi semacam ini barangkali tidak terasa efeknya pada perekonomiaan sebuah negara berkembang yang tengah mengalami surplus demografi. Namun, ageism tetap menjadi batu sandungan perempuan yang mendambakan keadilan gender.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda

BACA JUGA Isu Pekerja Perempuan yang Penting Dibahas Saat Musim Kampanye dan Pemilu

 

Terakhir diperbarui pada 6 Februari 2023 oleh

Tags: ageismbatasan usiaDiskriminasilowongan kerjapekerja perempuanPemilu 2024
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Lulus SMA dirundung karena jualan toge di pasar tradisional Tuban. Dianggap kurang usaha padahal masih muda alias gen Z. MOJOK.CO
Ragam

Lulusan SMA Dihina: Masih Muda tapi Cuman Jadi Pedagang Pasar. Tak Peduli yang Penting Bukan Beban Keluarga

6 November 2025
Sesal fresh graduate selama mahasiswa tak pernah magang, pas lulus kuliah kalabakan karena tak tembus lowongan kerja MOJOK.CO
Ragam

Penyesalan Tak Pernah Magang: Lulus Jadi Fresh Graduate “Kosongan”, Kelabakan Puluhan Kali Ditolak Kerja hingga 2 Tahun Jadi Pengangguran

19 September 2025
Nelangsa lulusan universitas (sarjana) susah cari kerja alias jadi pengangguran. Bapak minta ganti rugi karena udah keluar uang banyak semasa kuliah MOJOK.CO
Ragam

Lulusan Universitas Jadi Sarjana Pengangguran, Langsung Dituntut Bapak Ganti Rugi Biaya Besar Semasa Kuliah sampai Hidup Kebingungan

3 Juli 2025
Hendisman dapat gelar sarjana Universitas Labuhanbatu. MOJOK.CO
Sosok

Getirnya Kuliah di Jurusan Akuntansi karena dari Keluarga Kurang Mampu, Akhirnya Kerja Jadi Pemulung dan Cumlaude

7 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja yang Tak Banyak Orang Tahu MOJOK.CO

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

24 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Jogja Macet Dosa Pemerintah, tapi Mari Salahkan Wisatawan Saja MOJOK.CO

Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah

23 Desember 2025
Atlet pencak silat asal Kota Semarang, Tito Hendra Septa Kurnia Wijaya, raih medali emas di SEA Games 2025 Thailand MOJOK.CO

Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional

22 Desember 2025
Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.