MOJOK.CO – Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko kabarnya mengajukan peninjauan kembali (PK) putusan kasasi MA, yang memenangkan Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Sebulan lalu, tepatnya tanggal 3 Maret 2023, kami menerima informasi bahwa KSP Moeldoko, dan Jhoni Allen Marbun, masih mencoba-coba untuk mengambil alih Partai Demokrat,” ujar AHY, mengumumkan manuver Moeldoko, yang ia sampaikan di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Seperti kita ketahui, pada Maret 2021 lalu, Kemenkumham RI melalui Yasonna Laoly telah menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Sebelumnya, pada 5 Maret 2021, KLB yang AHY klaim sebagai “kudeta” itu memang menghasilkan keputusan Moeldoko sebagai Ketum Partai Demokrat yang baru.
Menganggap bahwa KLB itu adalah manuver kudeta dan melawan hukum, AHY pun melapor ke Kemenkumham. AHY menyerahkan lima kontainer berisi berkas yang menguatkan bahwa KLB Deli Serdang tidak sesuai dengan AD/ART yang ada di dalam partai.
Atas laporan ini, Kemenkumham pun akhirnya menolak permohonan pengesahan kepengurusan Demokrat yang kubu Moeldoko ajukan. Kata AHY, semenjak penolakan itu, Moeldoko terus melakukan manuver. Termasuk di antaranya menggugat ke PTUN Jakarta (ditolak) dan terbaru mengajukan PK ke MA.
Upaya jegal pencalonan Anies?
AHY pun angkat suara terkait PK yang kubu Moeldoko ajukan ini. Kepada Tempo, Ketum Partai Demokrat ini mengatakan bahwa PK itu pihak Moeldoko ajukan sehari setelah partainya mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres.
Ia lantas menemui seluruh kader, termasuk 38 Ketua DPD, 514 DPC, dan 1.800 anggota DPRD. Kata AHY, forum ini berpendapat bahwa PK ini bukan tidak mungkin erat kaitannya dengan tujuan menggagalkan pencapresan Anies.
“Forum juga berpendapat ada upaya serius membubarkan koalisi perubahan, caranya dengan mengambil alih Demokrat,” kata AHY, Selasa (4/4/2023).
Apalagi, sambung AHY, praktisi hukum juga menyebut PK bisa jadi ruang gelap dalam pengadilan karena ada celah masuknya intervensi politik.
Bila intervensi itu benar terjadi, maka ia menilai keadilan dan demokrasi di Tanah Air sudah dalam keadaan lampu merah alias darurat.
Bagaimanapun, AHY menyebut pihaknya sadar ada risiko ketika mengusung bakal calon presiden yang rezim penguasa tak kehendaki.
Sejak tahun lalu, kata dia, perwakilan tim kecil yang membantu Anies Baswedan sudah menyampaikan risiko ini bahwa bukan tidak mungkin penguasa akan meradang, termasuk melalui Moeldoko untuk menghambat laju koalisi.
“Sebetulnya sejak tahun lalu, kita sudah mengingatkan, ini bakal ada PK tapi pasti sangat politis. Kami menyadari ada risiko yang harus kami tanggung dalam mengusung Bacapres (Anies) yang tidak dikehendaki oleh rezim penguasa,” kata AHY.
“Kini dugaan itu terbukti,” tegasnya.
Kubu Moeldoko membantah
Kubu Moeldoko membantah tudingan AHY yang menyebut PK adalah upaya untuk menjegal Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024.
Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat kubu Moeldoko, Saiful Huda, mengatakan bahwa PK merupakan bagian dari persoalan internal Demokrat, dan tak ada kaitannya dengan pencalonan Anies.
“Enggak ada hubungannya dengan penjegalan pencalonan Anies, enggak ada hubungannya. Itu hanya halusinasinya AHY saja,” kata Huda saat kepada CNN Indonesia, Senin (3/4/2023) kemarin.
Huda menjelaskan, pihaknya hanya ingin kembali membuktikan kepemimpinan AHY di Demokrat ilegal. Oleh karena itu, mereka melakukan PK sesuai perundang-undangan.
“Demokrat yang dikuasai AHY inkonstituisional karena banyak pelanggaran AD/ART di sana-sini,” ujarnya.
Sementara di tempat lain, MA juga membantah terdapat permohonan PK dari Moeldoko. Pejabat Humas MA Suharto menyatakan tidak ditemukan adanya permohonan PK yang diajukan Moeldoko.
“Setelah ditelusuri permohonan PK tersebut belum masuk ke MA,” jelas Suharto, Senin (3/4/2023) kemarin.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi