MOJOK.CO – Anggaran APBN untuk perlindungan sosial pada 2023 dipastikan mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Sejumlah pakar pun mengingatkan agar bansos ini benar-benar dikawal dan tidak menjadi kebijakan politis semata menjelang Pemilu 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi mengalokasikan Rp476 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk perlindungan sosial, termasuk dalam bentuk bansos, kepada masyarakat.
Anggaran bansos 2023 ini lebih tinggi jika kita bandingkan dengan realisasi atau penyerapan dana bansos pada APBN 2022 yang tercatat sebesar Rp461,6 triliun. Terjadi kenaikan anggaran bansos sebesar Rp14,4 triliun atau naik 3,1 persen. Menurut Sri Mulyani, alokasi ini bertujuannya untuk mengentaskan kemiskinan di 2023.
“Untuk 2023, anggaran perlindungan sosial di APBN Rp476 triliun. Saya bersama Menteri Sosial, melihat aktivitas apa dari Kementerian Sosial yang memang betul-betul memberikan hasil nyata, untuk terus dijaga dan dijalankan,” ucap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dikutip Selasa (21/2/2023).
Ia mengakui bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan antara besaran anggaran perlindungan sosial atau bansos 2023 dibanding 2022. Menurutnya, hal ini karena ada beberapa komponen berbeda pada tahun ini.
“Tahun 2022 kemarin, memang situasinya masih pandemi, ada guncangan-guncangan seperti harga minyak goreng naik, jadi ada beberapa anggaran yang tahun 2022 tidak diteruskan,” ungkapnya.
Pada 2022, pemerintah telah menyalurkan beragam bantuan sosial mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng, bantuan subsidi upah (BSU), bantuan untuk lansia dan penyandang disabilitas.
Pemerintah juga menyalurkan anggaran untuk belanja non-kementerian/lembaga berupa subsidi energi serta subsidi bunga KUR.
Bansos jangan jadi kebijakan politis
Lembaga riset Center of Reform on Economics (CORE) menyoroti anggaran perlindungan sosial sebesar Rp476 triliun yang pemerintah Indonesia gelontorkan. Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal mengingatkan, jangan sampai peningkatan anggaran bansos 2023 ini hanya menjadi kebijakan populis menjelang tahun politik 2024.
“Ini yang harus dihindari, harus diminimalisir. Kalau begitu yang terjadi, tujuannya bukan untuk efektivitas terhadap pengentasan kemiskinan dan penguatan daya beli, tetapi kepentingan politik yang lebih kental,” ungkap Faisal kepada Bisnis, dikutip Selasa (21/2/2023).
Ia pun meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menentukan skala prioritas. Khususnya, pengawalan bansos juga harus lebih diperhatikan agar penyaluran di 2023 lebih tepat sasaran, terutama dari sisi pendataan.
“Jika data yang tak tepat sasaran masih tinggi, rancangan program bansos harus diperhatikan dari sisi pendataan, eksekusi, dan pendistribusiannya,” lanjutnya.
Hal serupa juga pernah diingatkan ekonom CORE yang lain, Yusuf Rendy. Kata dia, jelang “hajatan politik”, dana bansos kerap dijadikan alat kontrol oleh partai politik ataupun politisi untuk mendulang suara warga.
Pada tahun-tahun politik, kebijakan anggaran biasanya punya pola yang sama, yakni pemberian bansos yang bertujuan untuk menarik simpati masyarakat.
“Meski demikian, sebenarnya kebijakan ini secara tidak langsung juga menguntungkan bagi masyarakat terutama yang mendapatkan bantuan. Oleh karenanya, pemberian bansos pada tahun politik harus ada pengawasan yang lebih ketat,” jelas Rendy.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor Amanatia Junda