Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kotak Suara

4 Alasan Perkawinan Anak di Indonesia Masih Tinggi

Kenia Intan oleh Kenia Intan
19 Juli 2023
A A
perkawinan anak di indonesia mojok.co

Ilustrasi pernikahan (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Angka perkawinan anak di Indonesia masih tinggi. Padahal berbagai upaya sudah dilakukan untuk menekan terjadinya perkawinan anak, termasuk dari sisi kebijakan. Lantas, apa penyebabnya? 

Angka perkawinan anak masih menjadi pekerjaan rumah di Indonesia. Rata-rata nasional perkawinan anak memang terus menurun dalam tiga tahun terakhir. BPS mencatat, angka rata-rata nasional pada 2019 mencapai 10,82 persen. Kemudian turun di 2020 menjadi 10,35 persen. Pada akhir Juni 2021 turun lagi ke angka 9,23 persen. 

Akan tetapi angka itu masih jauh dari target penurunan angka perkawinan anak yang diharapkan mencapai 8,74 persen pada 2024 dan 6,94 persen pada 2030. Target itu termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. 

Padahal berbagai upaya pencegahan terhadap perkawinan anak di Indonesia sudah dilakukan. Mulai dari penanggulangan kemiskinan, peningkatan akses pada pendidikan, dan perubahan norma sosial. Undang-undang Perkawinan 2019 untuk menaikkan usia minimum perkawinan bagi perempuan menjadi 19 tahun, sama dengan laki-laki, juga sudah dilakukan. 

Lantas, kenapa angka perkawinan anak masih belum mampu ditekan sesuai target? Melansir tulisan Andi Misbahul Pratiwi berjudul “Mengapa perkawinan anak di Indonesia masih tinggi meski ada kemajuan dalam kebijakan?”  dalam The Conversation, Selasa (4/7/2023) ada beberapa sebab perkawinan anak di Indonesia masih saja terjadi.  

Kehamilan yang tidak diinginkan

Dalam “Pencegahan Perkawinan Anak untuk Perlindungan Berkelanjutan bagi Anak” yang disusun oleh  Kementerian Pemberdayaan  Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama Pusat Kajian dan  Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) dijelaskan, pemerintah masih mendeteksi adanya dispensasi perkawinan anak yang diajukan dan dikabulkan. 

Menurut catatan PUSKAPA UI (2023) 36,36 persen dari total perkawinan anak yang diputus pengadilan Agama sepanjang 2022 dikarenakan anak telah hamil. Jumlah itu setara sepertiga dari pengajuan dispensasi yang ada. 

Pernikahan yang didorong hal ini menjadi perhatian karena anak yang menikah itu kemudian tidak bisa mendapatkan hak-haknya seperti pendidikan, kesehatan, dan pengasuhan yang layak karena belum tersedianya layanan secara komprehensif. 

Budaya

Nilai-nilai budaya menjadi salah satu faktor perkawinan anak masih saja terjadi di Indonesia. Praktik di Nusa Tenggara Barat (NTB), di komunitas adat Sasak misalnya, perkawinan anak terjadi melalui merariq atau lari bersama. Persyaratan yang mesti dipenuhi untuk melakukan merariq adalah kedewasaan. Sementara anak dianggap dewasa apabila telah mampu menenun dan mengolah mutiara, berapapun usianya. 

Kemiskinan

Adapun di Sukabumi, tingginya angka perkawinan anak tidak terlepas dari ketakutan akan zina, pendidikan rendah, dan kemiskinan. Begitu pula yang terjadi di  suku Dayak Mali di Kalimantan Barat. Kemiskinan menjadi faktor perempuan di suku tersebut melakukan perkawinan di usia anak. Tentu ini tidak terlepas dari  ketiadaan akses terhadap pekerjaan dan kehamilan di usia anak. 

Krisis iklim dan bencana alam

Ternyata krisis iklim dan bencana alam meningkatkan kerentanan perempuan untuk menikah di usia anak. Dalam kondisi ini biasanya perempuan mengalami dampak lebih buruk daripada laki-laki. Ini tidak terlepas dari ketidaksetaraan gender yang dialami perempuan dan anak perempuan. Oleh karena itu, menikahkan anak perempuan menjadi salah satu strategi keluarga untuk keluar dari dampak negatif bencana. 

Berbagai alasan di atas sebenarnya punya hulu yang sama, yakni patriarki. patriarki menempatkan perempuan dalam posisi subordinat dalam berbagai aspek, sehingga keadaannya cenderung tidak diuntungkan dan lebih rentah. 

Anak perempuan dari keluarga miskin misalnya, kerap kali dipaksa mengalah dari anak laki-laki untuk mengakses pendidikan. Akibatnya anak perempuan dianggap jadi  beban ekonomi keluarga sehingga perkawinan anak dianggap jadi solusi. Selain itu, pendidikan seksual yang komprehensif memang belum tersedia secara memadai di Indonesia.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi

Iklan

BACA JUGA Ini Daftar ‘Dapil Neraka’ Pemilu 2024! Tempatnya Politisi Nama Besar Saling Sikut

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

Terakhir diperbarui pada 19 Juli 2023 oleh

Tags: Pemilu 2024perkawinan anakpernikahanpernikahan dini
Kenia Intan

Kenia Intan

Content Writer Mojok.co

Artikel Terkait

Tepuk Sakinah saat bimbingan kawin bikin Gen Z takut menikah. Tapi punya pesan penting bagi calon pengantin (catin) sebelum ke jenjang pernikahan MOJOK.CO
Ragam

Terngiang-ngiang Tepuk Sakinah: Gen Z Malah Jadi Males Menikah, Tapi Manjur Juga Pas Diterapkan di Rumah Tangga

26 September 2025
Suka Duka Wedding Organizer Jogja yang Menyulap Pernikahan Jadi Cerita Tak Terlupakan
Video

Suka Duka Wedding Organizer Jogja yang Menyulap Pernikahan Jadi Cerita Tak Terlupakan

21 Juni 2025
Kapankah Saat yang Tepat untuk Putus Cinta? | Semenjana Eps. 6
Video

Kapankah Saat yang Tepat untuk Putus Cinta? | Semenjana Eps. 6

3 Maret 2025
Menentukan Waktu yang Tepat untuk Menikah | Semenjana Eps. 4
Video

Menentukan Waktu yang Tepat untuk Menikah | Semenjana Eps. 4

24 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.