Jika ada orang yang bertanya perihal gajet jenis apa yang mampu memberikan kemampuan mumpuni sekaligus harga murah meriah, saya akan menjawab Xiaomi Redmi 4X. Dua alasan itulah yang setidaknya membuat tukang ojek di lingkungan rumah saya mempunyai grup WhatsApp.
Jadi begini ceritanya.
Beberapa waktu yang lalu, Moge, seorang mahasiswa merangkap tukang ojek di lingkungan rumah saya terlihat gelisah. Sudah tiga kali ia menanyakan hal yang sama kepada saya. Berkali-kali ia meminjam ponsel saya untuk diamati dan ditimang-timang. Dan ia baru membuka tabirnya setelah berulang kali saya bertanya kenapa tingkahnya aneh hari itu.
”Saya tadi malam baru kasih pecah saya punya celengan.”
“Lhaaa … ngana punya celengan ternyata? Sa kira uang dari ojek itu habis buat beli sampo,” ucap saya sembari melirik rambutnya yang mirip sabut kelapa bakar.
“Iya, Kaks. Sa rencana mo beli hape, tapi sa bingung mau beli hape apa. Sa malas pake hape ini tarus e.”
Ia menggenggam Nokia 1280 miliknya. Ponsel jadul itu tampak mengenaskan karena casing belakangnya hilang entah ke mana. Ada beberapa lubang di bagian depan karena keypad terlalu sering dipencet-pencet. Tak heran, anak-anak sering menyebut ponsel itu sebagai remote control senjata nuklir Korea Utara. Tak terhitung berapa kali ia bernasib buruk karena ponsel jadulnya itu.
Pernah suatu ketika Moge sedang asyik main catur bersama Asrul, sementara saya dan beberapa orang lainnya menonton permainan tersebut. Pertandingan berjalan cukup seru. Asrul tampak mengurut dahi, pertanda sedang pusing. Moge terlihat santai. Sesekali ia menertawakan Asrul. Jika dilihat dari posisi bidak, terlihat jelas Moge sedang unggul.
Tak lama kemudian suara ponsel Moge berbunyi kencang. Seketika semua orang di situ lari lintang pukang menyebar ke segala arah, termasuk Asrul, sambil berteriak,
“Woeee, lari!!! Nuklir mo meledak itu!”
Suasana serius berubah dipenuhi gelak tawa. Moge sibuk memaki kami. Terlebih ia sadar, bidak-bidak catur turut berhamburan dan itu berarti pertandingan mau tak mau harus diulang.
“Ngana pe uang barapa? Sesuaikan saja,” saran saya sembari membimbingnya membuka situs jual beli online.
Keesokan harinya wajah Moge tampak berseri-seri. Saya memerhatikan ia terus menunduk. Beberapa calon penumpang tidak ia pedulikan sehingga langsung direbut tukang ojek lain. Melihat saya berjalan menuju pangkalan ojek, ia makin semringah.
“Kaks!” sapanya sambil mengangkat gawai baru.
Rupanya ia memilih Xiaomi 4X sebagai pengganti remote control nuklir itu. Seingat saya, Moge adalah orang kesekian yang menggunakan ponsel tersebut di antara pemuda-pemuda di lingkungan rumah saya.
Memang beberapa bulan ini pemuda-pemuda di Kelurahan Falajawa Puncak, Ternate, sedang menyukai ponsel pabrikan China tersebut. Sebelumnya, rata-rata tukang ojek di lingkungan rumah saya masih pakai ponsel zaman baheula. Karena sekarang smart phone sudah jadi kebutuhan bagi tukang ojek, plus perasaan gengsi kalau masih pakai ponsel jadul, berbondong-bondong mereka menebus barang buatan aseng itu.
Setiap tren, sekalipun pada lingkup kecil, pasti ada pemicunya. Pemicu mewabahnya ponsel Xiaomi ialah rumah-rumah mulai padang wi-fi. Sinyal internet jadi mudah tertangkap bahkan sampai ke pangkalan ojek tempat Moge mangkal. Sinyal internet sudah ada, sekarang tinggal ponselnya. Jadilah Moge dan kawan-kawannya bergiat menyisihkan sedikit demi sedikit uang hasil ngojek untuk membeli gajet.
Xiaomi Redmi 4X (rilis April 2017) merupakan kakak dari varian Redmi 4A (rilis November 2016). Bagi saya, ponsel berukuran 5 inci itu gajet kelas menengah yang cukup mumpuni jika dibandingkan dengan smart phone lain pada kisaran harga sama. Dengan banderol 1,3 jutaan, gajet tersebut sudah mempunyai kapasitas RAM 2 GB (versi RAM 3GB berharga 1,7 jutaan). Bila dibandingkan dengan Samsung yang konsisten pada RAM 1 GB, spek Redmi 4x jelas lebih unggul.
Prosesor Octacore 1,4 Hz yang dimiliki ponsel tersebut membuat Moge dan kawan-kawan bisa nyaman bermain game sembari menunggu penumpang datang. Kemampuan kameranya juga cukup asoy: kamera utama 13 MP dan kamera depan 5 MP. Meskipun hasilnya tak sebagus Samsung atau iPhone, tidak bisa dibilang jelek juga. Gara-gara perkara kamera ini, Moge nyaris setiap hari ganti foto profil di Facebook.
Dan yang paling penting apalagi jika bukan fitur pemindai sidik jarinya. Fitur ini membuat Redmi 4X tampil futuristik di saat beberapa ponsel pintar di kelasnya masih menggunakan pemindai kode numerik. Karena itu, Moge saat pulang kampung ke Halmahera bisa berlagak seperti Tony Stark ketika menunjukkan jarinya tak hanya bisa dipakai buat menarik tuas rem, tetapi juga untuk membuka ponsel.
Kelebihan lain ponsel jenis ini yaitu sudah mendukung sistem dual SIM (SIM nano dan SIM micro, dual stand-by), FM radio, bluetooth, dan menyediakan slot microSD (up to 128 GB) jika memori internal 16 GB masih kurang. Terlebih kekuatan baterai Li-po berdaya 4.100 mAh yang lebih dari cukup untuk menemani empunya bekerja seharian.
Ponsel Redmi 4X cocok buat orang-orang seperti Moge. Moge tampak lebih percaya diri saat mendapati penumpang dedek-dedek SMA yang baru pulang sekolah. Dan berkat ponsel ini, pangkalan ojek di lingkungan rumah saya jadi punya grup WhatsApp.