MOJOK.CO – Buat saya, Mie Gacoan mampu menggantikan kerinduan saya mbadog Mie Setan khas Malang, tatkala saya kini harus tinggal dan menetap di Bogor.
Mie Gacoan adalah sensasi. Berdiri sejak awal 2016, kini, merek dagang mereka tumbuh sangat pesat. Bahkan di situs resminya, dengan percaya diri, mereka mengklaim diri sebagai market leader!
Ini tentu bukan klaim kosong belaka. Terhitung nggak sampai 10 tahun, Mie Gacoan sudah sangat sangat ekspansif. Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Bali menjadi destinasi utama. Di Bali saja, mereka sudah punya enam gerai! Tak hanya itu, mereka juga menjangkau wilayah-wilayah Jabodetabek seperti Depok hingga Bogor.
Rahasia apa yang bikin Mie Gacoan viral dan bikin banyak orang rela berbondong-bondong mengantre di warungnya?
FOMO konsumen jadi kunci!
Yang paling saya soroti adalah bagaimana mereka bikin calon konsumen jadi penasaran. Ketimbang fear of missing out (FOMO) pada koin crypto atau emiten saham, FOMO kepada makanan lebih bermanfaat. Setidaknya menurut saya, sih.
Poin pertama, sistem antrean. Di gerai Mie Gacoan yang ada dekat rumah saya di Jalan Padjadjaran, Kota Bogor. Sistem antrean ala satu jalur masih diterapkan.
Dari riset kecil di media sosial, saya kemudian tahu bahwa ini strategi marketing yang mulus. Antrean di sana dibuat satu jalur agar antrean mengular dan orang yang berlalu-lalang akan melihatnya sebagai sebuah resto yang sangat ramai.
Ketika awam melihat antrean mengular dan penuh sesak, ada rasa penasaran yang timbul. Rasa penasaran itu yang disasar untuk kemudian mendatangkan sisi FOMO. Seperti memunculkan anggapan, “Emang seenak apa, sih, Mie Gacoan itu?”
Kebetulan, saya korban FOMO ini sendiri. Saya ini tumbuh di generasi peralihan dari Kober Mie Setan yang dulu sangat populer di Malang, hingga ke generasi Mie Gacoan yang serba-viral.
Saya pribadi sudah nggak makan Kober Mie Setan sejak meninggalkan Malang pada 2016 lalu. Enam tahun berselang, ketika Mie Gacoan buka cabang di Bogor, saya langsung beli karena penasaran. Ternyata, rasanya 11-12 sama Kober Mie Setan hahaha!
Mie Gacoan relatif minim kompetitor
Kalau lihat harga, daftar menu, dan rasanya, Mie Gacoan ini bisa saya bilang cukup identik dengan Kober Mie Setan. Nyaris nggak ada yang membedakan di antara keduanya. Menunya pun, sekilas, juga mirip. Es Genderuwo, Sundel Bolong, itu kan juga jenis minuman yang dulu sering saya jumpai di Kober Mie Setan.
Tapi tunggu dulu, yang bikin mereka unggul dari Kober Mie Setan adalah mereka lebih ekspansif. Bagi alumnus Kober Mie Setan yang sudah lama meninggalkan Malang, jujur saja, saya relatif kesulitan menemukan mie dengan rasa yang seperti Kober Mie Setan namun bisa saya beli tanpa harus setidaknya mampir Malang. Saya nunggu enam tahun, lho, buat makan mie serupa Kober Mie Setan dan itu ternyata dari Mie Gacoan!
Sisi ekspansif ini yang bikin Mie Gacoan nyaris tak terbendung. Dengan gerai bejibun di Jawa dan Bali, tak heran mereka mengklaim diri sebagai market leader.
Secara saingan, kalau bicara head to head misalnya, saingan Mie Gacoan ya Kober Mie Setan namun ini pun hanya satu produk. Tidak ada alternatif mie sejenis yang bisa jadi alternatif menarik.
Mie Gacoan tumbuh di era media sosial kian masif
Sial bagi Kober Mie Setan, mereka lahir di medio 2010-an ketika media sosial belum seperti sekarang. Saya ingat sekali. Waktu itu saya masih mahasiswa baru masuk kuliah yang plonga-plongo ketika pertama nyoba Mie Setan di Jalan Bromo, Kota Malang.
Waktu itu, media sosial ya cuma Facebook. Bahkan WhatsApp belum populer sama sekali karena saya chat sama pacar dulu saja pakai BBM Messenger. Di era itu, bahkan berbalas pesan via dinding (wall) Facebook tuh rasanya udah canggih banget, cah!
Itu yang kemudian berbeda dengan generasi Mie Gacoan. Berdiri sejak 2016, praktis Gacoan merasakan masifnya gempuran media sosial sebagai sarana branding dan marketing yang paten.
Dengan TikTok, video-video viral soal antrean mengular di gerai Mie Gacoan di tiap kota menjadi konsumsi publik. Di Twitter, orang berbondong-bondong membahas kenapa Mie Gacoan viral, hingga tak sedikit yang mengaitkannya dengan pesugihan ala bisnis kuliner. Hoalah mbok plisss, nggak semua bisnis sukses tuh perlu dianalisis secara metafisik.
Dari sisi medsos sendiri, memang angkanya cukup njomplang ya. Di TikTok saja, akun resmi Mie Gacoan punya 35,8 ribu pengikut. Sementara kalian tahu berapa pengikut akun Kober Mie Setan? Hanya 495! Sedih banget!
Kalau dari analisis sok tahu saya, Kober Mie Setan agaknya tidak tutup mata dengan popularitas rivalnya itu. Apalagi, mereka juga head to head di beberapa kota di Jawa dan Bali.
Asumsi saya, Kober Mie Setan agaknya sengaja melepas pasar nasional dan membiarkan Gacoan berlari sendiri sebagai produk mie pedas kekinian yang digandrungi para millenial dan Gen Z. Sementara Mie Setan, agaknya memilih jadi raja di rumah sendiri, yakni di Kota Malang.
Tapi ya mau bagaimana pun, buat saya pribadi yang pernah nyoba keduanya, saya nggak bisa pilih siapa yang lebih enak. Menurut saya, rasanya sama, harganya sama, dan kenikmatannya pun sama.
Buat saya, Mie Gacoan mampu menggantikan kerinduan saya mbadog Mie Setan khas Malang, tatkala saya kini harus tinggal dan menetap di Bogor, kota yang berjarak 889 kilometer dari Kota Apel.
BACA JUGA Brutalnya Antre di Mie Gacoan dan Apesnya Ojol yang Kena Orderan ke Sana dan analisis menarik lainnya di rubrik KONTER.
Penulis: Isidorus Rio Turangga Budi Satria
Editor: Yamadipati Seno