Susi Ivaty: Peringkat kelima pada SEA Games 2017 dengan perolehan 38 emas, 63 perak, dan 90 perunggu dinilai sebagai prestasi terburuk Indonesia, sejak SEA Games pertama di Kuala Lumpur 40 tahun lalu (maaf, kalimatnya panjang hehe). Menpora minta maaf (di twitter ada yang minta Menpora mundur).
Soal prestasi Indonesia yang menurun ini tentu terkait dengan banyak hal. Ada perkara pembinaan, fasilitasi alat, dan segala tetek (tidak) bengek perhatian dan perlakuan pemerintah yang minim pada jagat olahraga, termasuk kesejahteraan atlet-atletnya. Persoalan menahun, dan ibarat refrain lagu dangdut, diulang-ulang terus.
Akan tetapi, patut dicermati, Indonesia memang tidak diuntungkan di SEA Games kali ini. Cabor (cabang olahraga–admin) voli pantai, dayung, dan angkat besi putri tidak dipertandingkan. Padahal, ketiga cabor ini sangat potensial medali emas. Host SEA Games tahu, Indonesia bagus di ketiga cabor. Patut dicatat, tiga cabor ini dipertandingkan di level Olimpiade, lho. Masih ada beberapa cabor lain.
Sejak 2000 (tepatnya 2001), tuan rumah memang selalu diuntungkan dan kemudian melenggang mulus menjadi juara umum. Tentu dengan perhitungan di atas kertas yang masuk akal. Ya kan hampir mustahil kalau Timor Leste menjadi juara umum, kalau menjadi tuan rumah, misalnya. Nah, sebelumnya, sejak 1977 hingga 1997, Indonesia hampir selalu menjadi juara umum SEA Games, kecuali pada 1985 dan 1995 karena direbut Thailand (menurut catatan Kompas).
Saya mengikuti secara instensif SEA Games 2011 saat Indonesia menjadi tuan rumah. Ada beberapa kali pertemuan untuk membahas cabor-cabor tambahan di luar cabor olympic. Maka itu, bisa muncul cabor sepatu roda di SEA Games 2011 dan emas sudah pasti diborong tuan rumah (kita banyak jagoan sepatu roda). Tarik ulur cabor, ditambah, dikurang. Rapat perwakilan 11 negara digelar di Hotel Mulia, cyiiiiiin……
Begitulah, menjadi masuk akal jika tuan rumah hampir selalu menjadi juara umum. Lucunya, semua sama-sama tahu dan semua melakukannya. Ada yang bilang, kan SEA Games ini pesta olahraga, bukan kompetisi ketat, olahraga untuk memupuk persahabatan ASEAN. Jadi, ya gak melulu bicara prestasi. Ini pesta olahraga senang-senang, merajut kebersamaan…..
Kalau begitu, ape kate lu aje deh. Saya milih nonton lomba balap karung aja, seru dan cocok untuk merajut kebersamaan………
Salam olahraga!
Why we go to war if we can compete through sports?
Zulpi Taswan: Prestasi terhebat presiden terhebat sepanjang sejarah dunia. Bukan saja ekonomi Indonesia yang terpuruk … kehidupan dan toleransi serta olahraga juga ikut terpuruk karena kehebatan presiden (sok) hebat ini. Yang naik hanya utang dan angka kemiskinan.
Salam 100 periode!
Puthut EA: Hanya karena presidennya Jokowi, ketika prestasi olahraga kita di SEA Games 2017 terburuk dalam sejarah, malah disorakin. Sakit.
Sudirman Said: Berita utama koran terkemuka menyebut kata “Darurat Olah Raga”. Mas Menpora sampai harus minta maaf atas prestasi kita di Sea Games Kuala Lumpur.
Prestasi kita dalam Olah Raga adalah wujud nyata dari budaya meritokrasi kita. Olah raga perlu pembinaan jangka panjang: memilih potensi terbaik, dilatih dengan baik, kompetisi yang sehat, budaya fair games, dan tentu saja konsistensi.
Yang merusak konsistensi dan kompetisi adalah praktik suap, korupsi, jual beli skor pertandingan.
Jadi selama negeri kita belum bersih dari praktik suap, korupsi, maka segala sesuatu yang memacu meritokrasi sulit dibangun.
Dari mana mulainya? Top Leaders set the tone… menghargai yang berprestasi, memberi sanksi kepada yang bersalah. Perlu waktu panjang untuk membangun prestasi olah raga kita. Tapi kita tak boleh putus asa…
Potensi putra putri kita menjadi pemain unggul terbukti di lahan kompetisi yang bebas dari campur tangan kotor, bebas dari intervensi uang haram.