MOJOK.CO – Jurnalis lepas Virdika Rizky Utama menemukan surat berisi laporan perkembangan rencana penurunan Gus Dur sebagai presiden yang dibuat pada 29 Januari 2001.
Surat itu dibuat oleh politisi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) saat itu, Fuad Bawazier, ditujukan kepada Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI, Akbar Tandjung, yang juga alumni HMI.
Surat tersebut dilampirkan dalam buku yang ditulis Virdika dan diterbitkan Numedia Digital Indonesia berjudul Menjerat Gus Dur, terbit Desember 2019. Virdika menemukan dokumen ini di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar di Jakarta dalam kondisi hendak diloakkan sampai ia menyelamatkannya.
Dalam surat tersebut, Fuad melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya dalam operasi Sekenario Semut Merah (SEMER) skenario pertama. Fuad menyebut dirinya bertugas menggalang opini dan dukungan “masyarakat luas, mahasiswa, media, ormas, pengusaha, cendekiawan, preman, kelompok kanan, dan masyarakat lainnya di seluruh Indonesia dalam rangka penjatuhan kredibilitas Presiden Wahid melalui kasus Buloggate dan Brunaigate”.
Dengan surat tiga halaman itu, Fuad mengklaim tugasnya tersebut “telah berjalan sesuai rencana”. Ia memaparkan pihak-pihak mana saja yang sudah dikoordinir dalam rangka operasi ini, dengan detail sebagai berikut.
1/ Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta se-Indonesia yang dikoordinir via sekretariat Badan Koordinasi HMI Jakarta di Jalan Cilosari 17 Cikini dan Sekretariat Pengurus Besar (PB) HMI Jalan Diponegoro 16 Menteng, keduanya di Jakarta Pusat.
Kemudian ormas Islam di Masjid Sunda Kelapa, Masjid Istiqlal (keduanya Jakarta Pusat), dan Masjid Al-Azhar (Jakarta Selatan). Massa ini diorganisir oleh Ketua PB HMI 1999-2001 M. Fakhrudin.
2/ Massa Pemuda Partai Keadilan yang diorganisir Hidayat Nur Wahid.
3/ Massa Gerakan Pemuda Ka’bah yang diorganisir Ali Marwan Hanan.
4/ Massa Partai Bulan Bintang yang diorganisir Hamdan Zoelva.
5/ Massa Partai Amanat Nasional yang diorganisir Patrialis Akbar.
6/ Massa rakyat dan preman yang diorganisir Japto Soerjosoemarno, Ketua Pemuda Pancasila.
7/ Massa KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), AHPI, BM PAN (Barisan Muda Partai Amanat Nasional), HAMMAS, dan IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) yang dikoordinir ketua umum masing-masing.
8/ Zoelvan Lindan dan Julius Usman.
9/ Bendahara Umum Golkar, didukung oleh Bambang Tri Atmojo (Bambang Trihatmodjo?), Lim Sioe Liong (Sudono Salim), dan Arifin Panigoro yang memborong dolar untuk menjatuhkan nilai tukar rupiah.
10/ Parni Hadi dan Surya Paloh yang mengoordinir media massa cetak dan elektronik untuk “mem-blow up secara kolosal dan provokatif semua pemberitaan berkaitan dengan tuntutan mundur terhadap Abdurrahman Wahid”.
11/ Azyumardi Azra, Dr. Syahrir (Sjahrir), dan rekan-rekan KAHMI (Korps Alumni HMI) sebagai kalangan cendekiawan yang menggiring opini publik bahwa Gus Dur gagal mengemban amanat Reformasi.
12/ Din Syamsuddin lewat MUI, memakai kasus Ajinomoto untuk memaksa ulama dan tokoh agama mencabut dukungan kepada Gus Dur.
13/ Dan puncaknya, “Dengan posisi Wakil Presiden, Mas Amien bisa bermain lincah untuk melakukan penggembosan dari dalam lewat isyu ketidakbecusan Megawati dalam mengatasi krisis ekonomi dan penyelesaian disintegrasi bangsa”.
Fuad Bawazier memegang komando puncak untuk pengerahan massa dan opini dari luar Gedung MPR/DPR. Di akhir surat ia menanyakan kepada Akbar Tandjung mengenai perkembangan situasi di dalam parlemen.
Oleh karena tugas itu sudah terlaksana, Fuad menyarankan agar skenario kedua segera dimulai, yakni “Memaksa Abdurrahman Wahid mundur dan mendrong Megawati Sukarnoputri menjadi presiden yang akan bisa kita kendalikan dan pada akhirnya akan kita singkirkan juga.”
Menurut penulis dalam esainya di NU Online, Gus Dur dijatuhkan oleh pengusungnya sendiri karena ia tak bisa diajak kompromi. Misalnya, Gus Dur menolak orang PAN usulan Amien Rais untuk menjadi menteri keuangan. Orang itu adalah Fuad Bawazier sendiri.
Surat ini sekilas aneh karena untuk rencana sebesar menjatuhkan presiden, korepondensi justru dilakukan secara tertulis alih-alih tatap muka. Namun, menurut penulis, Ketua PB HMI yang disebut dalam surat, M. Fakhruddin, mengaku memang terjadi sejumlah rapat penjatuhan Gus Dur di rumah Arifin Panigoro. Fakhruddin terlibat dalam sejumlah rapat tersebut.
Dalam talkshow Kick Andy yang ditayangkan pada 15 November 2007, Gus Dur menyebut pelengserannya dilakukan secara politis dan menggunakan segala cara. “Saya dilengserkan secara politis. Secara hukum belum pernah dibuktikan saya bersalah,” ujarnya. “Mereka melengserkan saya dengan segala cara, hukum nggak hukum.”
Gus Dur dilengserkan setelah 20 bulan menjabat lewat Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Ketua MPR Amien Rais pada 23 Juli 2001. Sidang yang tidak dihadiri oleh Gus Dur tersebut kemudian melantik Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai presiden kelima Indonesia. (prm)
BACA JUGA Kebenaran Gus Dur yang Serbakebetulan atau kabar terbaru lainnya di KILAS.