MOJOK.CO – Erupsi Merapi terjadi dalam beberapa hari ini. Jogja hingga kini belum terdampak dari meningkatnya aktivitas erupsi tersebut.
Meski erupsi Gunung Merapi pada Sabtu (11/03/2023) kemarin cukup besar, Yogyakarta jadi salah satu wilayah yang tidak terdampak abu vulkanik seperti Magelang, Wonosobo dan daerah lainnya. Bahkan suhu udara di kota ini yang tinggi belakangan ini pun tidak ada kaitannya dengan erupsi tersebut.
“Aerosol dari [erupsi] Merapi kemarin menyebabkan pembentukan awan cumulus lebih cepat dan masif. Awan konvektif lokal pun dapat lebih tinggi dan tebal dan menghasilkan debu, tapi karena angin menuju ke arah barat, jadi Jogja aman saja,” papar Pakar iklim dari Fakultas Geografi UGM, Emilia Nurjani di UGM, Senin (13/03/2023).
Guguran awan panas hingga 7 km saat erupsi juga tidak meningkatkan suhu udara secara signifikan. Hal ini terjadi karena tinggi Gunung Merapi yang mencapai 2.900 mdpl membuat awan panas terbawa angin kencang ke arah barat.
Peningkatan suhu saat erupsi hanya terjadi di tingkat lokal kawasan Gunung Merapi selama satu hingga dua jam saja. Peristiwa itu pun akhirnya tidak banyak mempengaruhi suhu udara di Yogyakarta dan sekitarnya.
“Ada peningkatan suhu tapi tidak terlalu tinggi suhunya, hanya di lokal saja, paling satu sampai dua jam,” ujarnya.
Kenaikan suhu yang terjadi sekitar 1 sampai 2 jam saat erupsi pada Sabtu lalu, menurut Emilia juga tak meningkatkan potensi hujan di Yogyakarta. Guguran awan panas yang menuju arah barat alih-alih selatan akhirnya tidak meningkatkan aerosol yang menjadi inti kondensasi awan dan menyebabkan hujan di Yogyakarta.
Jogja ‘panas’
Menurut Emilia, kenaikan suhu di Yogyakarta lebih banyak karena fenomena urban heat island. Radiasi matahari yang tinggi, berkurangnya ruang terbuka hijau, serta emisi kendaraan bermotor akhirnya membuat suhu udara di Yogyakarta meningkat.
“Kenaikan suhu bukan karena erupsi merapi karena ada fenomena umum di daerah perkotaan urban heat island,” paparnya.
Emilia menambahkan, minimnya dampak peningkatan suhu akibat erupsi Gunung Merapi dikarenakan Indonesia sebagai negara tropis memiliki lapisan troposfer atau lapisan terendah atmosfir. Tebalnya mencapai 18 km. Kondisi ini menyebabkan debu vulkanik di lapisan troposfer bisa langsung dilepaskan. Tidak masuk ke lapisan stratosfer atau lapisan kedua atmosfir bumi.
Kondisi yang berbeda terjadi di negara-negara Eropa. Negara-negara empat musim itu hanya memiliki lapisan troposfer sepanjang 6 km. Akibatnya debu vulkanik yang dihasilkan erupsi gunung tidak hanya masuk ke troposfer namun sampai ke lapisan stratosfer dan mengakibatkan dampak yang berkelanjutan.
“Seperti di Islandia saat terjadi erupsi pada 2010, debu vulkanik sampai ke lapisan stratosfer dan terjerat di lapisan itu sehingga dampaknya bisa sampai sekarang, beda dengan erupsi merapi pada tahun yang sama,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi