MOJOK.CO – Baru-baru ini, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) hingga 50 basis poin (bps) menjadi 4,25%. Pada bulan sebelumnya, BI juga meningkatkan suku bunga acuan sebesar 25 bps. Tapi, apa artinya semua itu?
Apa itu suku bunga acuan?
Dikutip dari berbagai sumber, suku bunga acuan adalah besaran bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk mengendalikan laju inflasi dan jumlah uang beredar sehingga nilai mata uang tetap terjaga. Besarannya menjadi referensi bunga berbagai produk pinjaman dan simpanan bank.
BI7DRR ditetapkan oleh BI sebagai bank sentral yang bertanggung jawab menjaga stabilitas perekonomian dalam negeri. Besarannya ditetapkan dalam RDG BI yang digelar setiap bulan. Untuk menentukan BI7DRR secara tepat, BI akan mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya tingkat inflasi, jumlah permintaan pada barang, kondisi ekonomi, jumlah uang beredar di masyarakat.
Kenapa suku bunga acuan dinaikkan?
BI memang mengambil keputusan cukup agresif bulan ini dengan menaikkan BI7DRR hingga 50 bps. Langkah ini dipilih untuk menjaga inflasi yang sudah mencatatkan angka cukup tinggi.
Asal tahu saja, tingkat inflasi Indonesia pada bulan Agustus 2022 mencapai 4,69%. Angka itu diproyeksi akan lebih tinggi dengan adanya kenaikan harga BBM pada 3 September 2022 yang lalu.
Perlu diketahui, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Jika inflasi tidak terkendali, maka bisa memberatkan perkembangan ekonomi.
Bagaimana suku bunga acuan bisa mengendalikan inflasi?
Salah satu fungsi suku bunga acuan adalah mengendalikan laju inflasi agar tetap dalam koridor. BI membatasi inflasi di kisaran 2% hingga 4% sepanjang tahun 2022 ini. Oleh karenanya, desakan menaikkan BI7DRR semakin besar seiring dengan pesatnya laju inflasi yang sudah mencapai 4,69%.
Cara suku bunga acuan mengendalikan laju inflasi dengan mengatur peredaran uang di tengah masyarakat. Seperti diketahui, semakin banyak uang beredar di masyarakat akan meningkatkan inflasi dan berlaku sebaliknya.
Hal itu bisa terjadi karena kenaikan suku bunga acuan biasanya akan disertai dengan kenaikan bunga simpanan (deposito dan tabungan) dan kenaikan bunga pinjaman atau kredit. Kenaikan bunga simpanan akan mendorong nasabah menyimpan uangnya daripada membelanjakannya. Di sisi lain, kenaikan suku bunga pinjaman akan mengurungkan niat nasabah meminjam uang dari bank.
Lalu, dampak langsung apa yang akan terasa?
Kenaikan BI7DRR diikuti dengan Deposit Facility dan Lending Facility. Untuk bulan September ini, keduanya mengalami kenaikan masing-masing 5% menjadi 3,5% untuk deposit facility dan 5% untuk Lending Facility.
Mengutip laman resmi BI, Deposit Facility adalah penempatan dana Rupiah oleh peserta Standing Facilities di BI. Dengan kata lain, apabila suku bunga acuan dinaikkan, BI akan menawarkan imbal hasil yang lebih menarik bagi perbankan yang menyetorkan dananya ke BI. Oleh karenanya, bank-bank akan berupaya mengumpulkan dana dari nasabah dengan menawarkan imbal hasil semenarik mungkin.
Sementara, Lending Facility adalah penyediaan dana Rupiah dari BI kepada peserta Standing Facility konvensional. Untuk penyediaan dana Rupiah dari BI ke peserta Standing Facility syariah, disebut Financing Facility (FF). Kondisi itu menjadikan perbankan yang membutuhkan dana dari BI akan menanggung beban bunga yang lebih tinggi. Dengan demikian, perbankan akan ikut menaikan bunga nasabah yang melakukan pinjaman.
Gampangnya, apabila suku bunga acuan dinaikkan, imbal hasil yang diterima oleh nasabah yang menyimpan uangnya di bank akan lebih tinggi. Di sisi lain, nasabah yang memiliki utang di bank akan merasakan kenaikan bunga cicilan.
Sumber: BI.go.id, katadata.co.id
Penulis: Kenia Intan