MOJOK.CO – Revisi UU PAS bikin narapidana boleh liburan dan pulang ke rumah dengan lebih mudah. Kabar baik buat Papa Setya Novanto.
Amburadul betul rasanya akhir-akhir ini. Ada begitu banyak peraturan perundang-undangan yang direvisi DPR dan digarap dengan terkesan sangat terburu-buru. Setelah beberapa hari lalu UU KPK yang baru disahkan. Kini kita mencemaskan pengesahan RUU PKS dan RUU KUHP dalam waktu dekat, padahal beberapa pasalnya sungguh bikin susah paham. Belum lagi soal UU terkait investasi yang kata Jokowi bakal merevisi 74 pasal demi melancarkan investasi luar masuk ke negara kita.
Dan ternyata selain itu, ada pula UU lain yang direvisi. Yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan atau UU PAS, yang juga akan segera disahkan. Ada beberapa pasal yang sulit dipahami mengenai revisi UU ini. Pasalnya, sejumlah pasal justru dianggap meringankan dan melonggarkan hukuman bagi narapidana dalam menjalankan masa tahanan.
Di antaranya adalah pasal 9 dan 10 revisi UU PAS yang (((memberikan hak rekreasi dan cuti bersyarat kepada napi))). Ya, hak rekreasi, Saudara-saudara. Jadi, kalau mereka pengin plesiran kayak Gayus Tambunan atau Setya Novanto, nggak perlu sembunyi-sembunyi atau malah ribet menyamar menggunakan rambut palsu.
Cuti bersyarat yang bisa dipergunakan napi keluar lapas dengan tenang hanya dengan syarat: Napi harus diikuti oleh petugas ke mana pun.
Dilansir dari Tempo, anggota Panitia Kerja (Panja) dari Fraksi PAN, Muslim Ayub, terkait syarat cuti ini ia mengatakan, “Jadi bisa pulang ke rumah atau terserah kalau dia ke mal juga bisa. Asal didampingi oleh petugas lapas.”
Yang kemudian menjadi pertanyaan, berapa lama waktu cuti yang diberikan pada narapida? Pasalnya, dalam aturan penjelasan revisi UU PAS itu sendiri, tidak dijelaskan dengan rinci berapa lama waktu cuti dan masa rekreasi untuk pada napi.
Terkait ini, Muslim menambahkan, “Nanti diatur di PP-nya untuk mengatur cuti itu berapa lama, dalam sebulan itu berapa kali dia cuti, satu tahun berapa kali, itu diatur dalam PP.” Mohon maaf nih, maksud pernyataan, “Dalam sebulan itu berapa kali dia cuti”, cutinya narapidana ini memang pengin dijadikan agenda bulanan gitu? Atau gimana?
Sedihnya, DPR dan Pemerintah sudah meloloskan revisi UU PAS dan segera akan disahkan di Rapat Paripurna. Fyi, hak rekreasi dan cuti bersyarat ini nggak hanya berlaku pada napi biasa. Akan tetapi juga pada narapidana koruptor yang selama ini dianggap pelaku extra ordinary crime. Jadi, kalau suatu saat nanti kita nggak sengaja melihat mereka “berkeliaran”, susah bagi kita untuk men-judge macam-macam jika RUU ini disahkan.
Tidak hanya itu, RUU PAS ini juga meniadakan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, lalu mengembalikan pada pelaksanaan PP Nomor 32 Tahun 1999. Anda tahu apa artinya perubahan ini? Artinya, ini akan mempermudah syarat remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor dan pelaku kejahatan luar biasa lainnya. Jadi, narapidana koruptor itu, tidak perlu lagi “merayu-rayu” KPK untuk mendapatkan rekomendasi dan mengajukan diri sebagai justice collaborator supaya bisa dapat remisi dan pembebasan bersyarat. Hmmm, sangat luar biasa, bukan?
Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) melalui Tempo, menilai revisi UU PAS tidak solutif dan justru bikin masalah baru. Ia mengungkapkan, “…dapat menimbulkan kecurigaan, seperti master mind korupsi dipermudah oleh pemerintah untuk mendapat segala hak-hak napi (termasuk remisi dan pembebasan bersyarat).”
Dengan begitu banyak aturan hukum yang direvisi dan sebentar lagi akan mereka sahkan mepet-mepet di akhir masa menjabat ini, sulit untuk tidak menaruh curiga. Apalagi melihat pasal-pasal yang mereka revisi, kebanyakan menguntungkan bagi mereka yang terlibat aktif untuk bikin aturannya. Memang aturan itu belum disahkan. Tapi melihat bagaimana mereka masa bodoh dengan kritik masyarakat terkait UU KPK kemarin, susah untuk tidak berpikir bahwa kali ini akan sama saja.
Jadi bagaimana Bapak Ibu? Apa masih kurang untuk mengamankan dirinya? (A/L)
BACA JUGA Surat Terima Kasih untuk DPR dan Jokowi atas Revisi UU KPK atau artikel KILAS lainnya