MOJOK.CO – Puisi Neno Warisman dikecam banyak pihak. Mulai dari PBNU, PPP, Jusuf Kalla, dan Ma’ruf Amin. Jadi, sebetulnya, yang dibacakan itu betul doa? Kok mengancam Tuhan?
Menurut pendukung Prabowo dan Sandiaga Uno, yang dibacakan Neno Warisman itu puisi. Oleh sebab itu, isinya tak bisa dimasalahkan. Puisi Neno Warisman kan bagian dari seni berekspresi, dan ekspresi itu bebas.
Sementara itu, pendukung Jokowi dan Ma’ruf Amin menganggap puisi Neno Warisman merupakan doa, tapi cuma modelnya saja yang berbentuk puisi. Dan namanya doa, tak etis ketika redaksinya berupa ancaman ke Tuhan.
Begini redaksional puisi Neno Warisman yang viral dan jadi kontroversi hingga saat ini:
Karena jika Engkau tidak menangkan
Kami Khawatir ya Allah
Kami Khawatir ya Allah
Tak ada lagi yang menyembah-Mu
Membaca puisi Neno Warisman di atas secara “apa adanya” kita bakal mengerutkan dahi. Kok Tuhan bisa sampai diancam? Siapa sih manusia ini berani-beraninya nantangin dan nakut-nakutin Tuhan? Namun, bagi Fahri Hamzah, puisi tersebut merupakan potongan doa. Oleh sebab itu, lantaran berupa potongan doa, jadi tidak masalah.
Bapak Fahri Hamzah boleh membela. Namanya juga satu barisan. Namun, tidak sedikit yang mengecam puisi Neno Warisman yang dibacakan di acara Munajat 212 itu. Mulai dari PBNU, PPP, Jusuf Kalla, hingga Ma’ruf Amin–cawapres yang mendampingi Jokowi di Pilpres 2019.
Robikin Emhas, Ketua Harian Tanfidziyah PBNU, mengingatkan Ibu Neno bahwa yang kita sembah bukan Pilpres, melainkan Tuhan, Allah SWT. “Ingat, Tuhan yang kita sembah adalah Allah SWT. Bukan Pilpres. Tak usah berusaha mengukur kadar keimanan orang. Apalagi masih terbiasa ukur baju orang lain dengan yang dikenakan sendiri.”
Lena Maryana, Ketua DPP PPP, menyayangkan “doa” yang dibawakan Ibu Neno. Lena berpendapat seharusnya puisi Neno Warisman membawa kesejukan, bukan melahirkan kekhawatiran pecahnya umat.
“Seharusnya sebagai figur publik, Neno Warisman menyampaikan doa yang menyejukkan. Mendoakan bangsa agar terus maju, kuat, tidak terpecah belah, dan bukan sebaliknya,” kata Lena lewat keterangan tertulis.
Mengutip Q.S. Al-A’raf ayat 55, Lena mengingatkan bahwa salah satu adab dalam berdoa adalah dengan merendahkan diri dan melafalkannya dengan suara yang lembut. Sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Sementara itu, Jusuf Kalla (JK) memandang puisi Neno Warisman itu sebagai kampanye untuk pasangan Prabowo dan Sandiaga. JK berpandangan bahwa puisi tersebut tidak pantas dibacakan di acara Munajat 212. “Saya kira keliru. Ya namanya kampanye, tapi kampanye yang keliru,” kata JK.
Lain Jusuf Kalla, lain Ma’ruf Amin. Cawapres 01 tersebut merasa puisi Neno Warisman justru menyamakan Pilpres 2019 laiknya Perang Badar. Selain itu, “doa” tersebut seakan-akan mengkafirman banyak orang, termasuk dirinya dan Jokowi.
“Pertama, kok pilpres kok jadi kayak Perang Badar? Perang Badar itu kan perang habis-habisan. Hidup-mati. Kita kan hanya memilih pemimpin. “Kedua, menempatkan posisi yang lain sebagai orang kafir. Masa Pak Jokowi dengan saya dianggap orang kafir. Itu sudah tidak tepat. Menyayangkanlah. Kita kan pilpres, bukan Perang Badar,” kata Kiai Ma’ruf.
Nah, sebetulnya, kalimat-kalimat yang dibacakan oleh Ibu Neno itu puisi atau doa? Bagaimana seharusnya kita menyikapinya? HAAHH KITAA?? (yms)