Sejak adanya kabar klaim hak cipta gambar ayam jago ala mangkuk mie ayam oleh salah satu perusahaan keramik, Karjo jadi uring-uringan. Sudah sejak sebulan silam ia berencana bikin usaha produksi taplak meja, mug, dan penutup galon dispenser bergambar ayam jago. Ealah, belum juga rencananya diwujudkan, ternyata sudah ada klaim hak cipta merek gambar ayam jago.
“Dasar nasib, padahal aku sudah sibuk bikin fanpagenya, sudah cari tempat cetak yang murah, sudah me-list selebtwit yang nanti mau dipakai buat ngebaser, taek tenan, kok!” gerutu Karjo.
Romlah sebagai istri yang baik dan pengertian tentu paham betul dengan kekecewaan suaminya. Maklum, ia sendiri juga ikut membantu rencana persiapan launching produk merchandise bergambar ayam jago yang oleh Karjo diberi nama “Kukuruyuk Merch” itu.
Seperti diketahui, PT Lucky Indah Keramik baru-baru ini menyebarkan pengumuman melalui media cetak yang menyatakan bahwa pihaknya adalah satu-satunya pemegang merek lukisan ayam jago yang kesohor sebagai gambar di mangkuk sejuta umat itu. Pengumuman tersebut sekaligus menjadikan ultimatum kepada para produsen pernak-pernik dan merchandise yang selama ini menggunakan gambar ayam jago sebagai bahan desainnya.
“Ya sudah, kalau begitu gambarnya diganti saja,” kata Romlah mencoba ngayem-ayemi kegundahan hati suaminya.
“Diganti apa?” Tanya Karjo.
“Ya apa gitu, jangan ayam jago, pokoknya masih sama-sama unggas.”
“Apa? Burung onta?”
“Burung onta boleh, atau mau kalkun? Atau bangau juga bisa.”
“Aku ini mau bikin merchandise, Lah, bukan bikin kecap.”
“Hmm … gini, Mas. Dulu kan Mas pengin bikin pakai gambar ayam jago karena kesannya vintage dan artsy, kan?”
“Iya, terus?”
“Nah, karena itu, kita coba cari pengganti gambar apa yang vintage dan artsy, tapi tetap punya nilai jual yang bagus kayak gambar ayam jago,” usul Romlah. “Kalau foto siluet tokoh gimana, Mas? Kayak kaos gambar Che Guevara itu, lho.”
“Wah, ide bagus,” ujar Karjo Sumringah. “Kira-kira, siapa ya yang siluetnya bisa kita gambar?” Tanya Karjo.
“Kalau Agus Mulyadi atau Puthut EA, gimana?”
“Wah, kalau itu memang artsy, tapi kurang vintage.”
Karjo berpikir sejenak, mencoba menerawang sosok-sosok yang menurutnya punya nilai perjuangan dan falsafah, serta punya gaya klasik yang layak untuk dicetak.
“Aha, aku punya sosok bagus!” kata Karjo bungah.
“Siapa, Mas?” Tanya Romlah ikut bungah.
“Him Damsyik dan Dorman Borisman!”