MOJOK.CO – Weton dalam kebudayaan Jawa dikenal sebagai perhitungan hari lahir yang digunakan sebagai acuan untuk memutuskan berbagai hal termasuk ramalan. Pakar filsafat Jawa UGM, Dr. Iva Ariani memandang weton dalam budaya Jawa tak beda dengan fenomena ‘ilmu penanda’ yang berkembang di kebudayaan lain.
Dr. Iva menjelaskan bahwa kebudayaan Barat mengenal perhitungan serupa untuk menentukan sikap. Hal ini tak jauh berbeda dengan weton dalam pemahaman Jawa.
Menurutnya, perhitungan masyarakat Jawa soal weton didasarkan pada pengetahuan yang dikenal dengan ilmu titen. Titen ini merupakan kemampuan untuk membaca situasi. Pengalaman-pengalaman yang dialami masyarakat dalam membaca situasi alam di sekitar tersebut terus berkumpul dan salah satunya menghasilkan weton.
“Misalnya kalau lihat binatang pada turun dari gunung, berarti karena suhu panas yang menandakan akan ada letusan atau gempa. Itu kan sebenarnya ilmu titen. Ilmu titen dalam filsafat disebut epistemologi jawa. Ini adalah pengetahuan, pengetahuan tradisional,” katanya dalam UGM Podcast bertajuk ‘Antara Zodiac, Weton, dan Sains’ yang dirilis Kamis (7/7) lalu.
Ilmu titen atau niteni yang tertuang dalam weton biasa digunakan masyarakat untuk menghitung banyak hal seperti jodoh hingga waktu membangun rumah. Ilmu pengetahuan tradisional itu seperti itu, menurut Iva, lebih didasarkan dari empiris atau akumulasi dari pengalaman-pengalaman yang telah terjadi.
Mengenai keilmiahannya, Iva menganggap proses penentuan weton yang didasari observasi leluhur turun temurun bisa dikategorikan metode ilmiah.
“Saya meyakini bahwa ajaran filsafat Jawa dilakukan oleh leluhur kita dengan baik. Metode titen itu kan observasi. Mengandalkan pengalaman empiris,” tambahnya.
Bagi Iva, dalam konteks melestarikan budaya, hal semacam weton perlu dipahami generasi muda. Namun ia menekankan agar memahaminya dengan nalar dan tidak serta merta percaya seratus persen.
“Pada waktu berbicara titen itu benar atau tidak itu tidak bisa seratus persen. Langit gelap tanda akan hujan, berdasarkan pengamatan kan begitu. Tapi apakah seratus persen akan hujan? Tentu tidak,” paparnya.
Jadi ia berharap, weton tidak digunakan sebagai rujukan utama dalam menentukan sesuatu. Akan tetapi bisa dijadikan sebagai sarana kewaspadaan.
“Yang baik kita amini, tapi kalau ada ramalan yang kurang baik ya dijadikan sebagai kewaspadaan saja karena tidak tentu terjadi. Toh baik agar kita berjaga-jaga,” tambahnya.
Sebagai informasi, hari lahir atau weton dihitung dan dibagi kepada dua hal, pertama adalah hari seperti Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. kedua adalah pasarannya seperti Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.
Sumber: ugm.ac.id
Penulis: Hammam Izzudin