MOJOK.COÂ – Pemkot Yogyakarta akhirnya mengambil langkah tegas terkait kisruh pedagang di Jalan Perwakilan, Malioboro. Mereka menyegel kios-kios miliki pedagang kuliner, warung dan motel di kawasan tersebut pada Rabu (04/01/2023).
Petugas Satpol PP Kota Yogyakarta memasang tanda larangan melakukan aktivitas pada bangunan dan tanah Kasultanan tersebut. Selain itu Pemkot juga memasang pagar di sepanjang jalan masuk kios dan motel Jalan Perwakilan.
Pemagaran dilakukan setelah Pemkot mengirimkan surat edaran bagi pedagang untuk pindah dari kawasan itu maksimal Selasa (03/01/2023) kemarin. Sebab sesuai kesepakatan, para pedagang seharusnya sudah harus mengosongkan kawasan tersebut pada akhir Desember 2022 lalu.
“Pokoknya kita sudah melaksanakan apa yang disepakati. Akhir tahun lalu kan pedagang harus pindah,” papar Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Sumadi di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Rabu (04/01/2023).
Menurut Sumadi, Pemkot sudah jauh-jauh hari mengingatkan pedagang untuk mengosongkan kawasan tersebut. Sebab selama ini mereka berdagang secara ilegal.
Bahkan Pemkot sudah sejak Agustus 2022 lalu menawari pedagang untuk pindah dari Jalan Perwakilan. Namun mereka bersikukuh menolak direlokasi ke lokasi yang ditawarkan seperti lantai 2 Pasar Beringharjo ataupun Pasar Klitikan.
Para pedagang hanya mau dipindah asal ke Teras Malioboro 1. Padahal tempat itu sudah dipenuhi Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro.
“Maunya pindah [Teras Malioboro 1], itu punya siapa. Kemarin kita sudah memberikan alternatif relokasi, tapi sampai sekarang ngeyel (tidak menurut-red) rembugannya (diskusi-red). Sekarang kita sudah wegah (tidak mau-red) [merelokasi] karena sudah dari Agustus [2022] lho, berapa bulan itu,” tandasnya.
Sumadi menambahkan, pihaknya mempertanyakan pernyataan pedagang di kios Jalan Perwakilan yang mengaku sudah membayar sewa di kawasan tersebut kepada pihak-pihak terkait. Padahal Keraton Yogyakarta sebagai pemilik tanah di Jalan Perwakilan tidak pernah merasa mendapatkan uang sewa dari pedagang.
Keraton juga tidak pernah merasa memberikan kekancingan atau izin berjualan di kawasan tersebut kepada pedagang. Sementara pedagang sendiri tidak mau mengakui kepada siapa mereka membayar sewa kios.
“Kami berkoordinasi dengan pemda untuk langkah selanjutnya,” ungkapnya.
Pedagang shock kios disegel
Secara terpisah salah seorang pedagang Jalan Perwakilan, Rukamto mengaku kaget atas penyegelan tersebut. Meski relokasi sudah disosialisasikan beberapa waktu, penyegelan tersebut membuatnya shock.
“Sosialisasi sudah ada, tapi ya gitu belum ada solusi kalau mau dipindah kemana,” ungkapnya.
Rukamto mengaku tidak mudah melakukan pengosongan kios. Sebab selama ini tempatnya berjualan merupakan toko dengan banyak barang.
Apalagi mereka selama ini sudah membayar sewa kios-kios tersebut. Sewa per kavling di kawasan tersebut pun cukup mahal hingga Rp70 juta per tahun. Namun dia tak mau memaparkan kepada siapa dia membayar sewa tersebut.
“Saya kerjasama dengan pihak yang punya toko, kerja sama berjalan, baru perpanjangan [sewa kios] kemarin dua tahun pas sebelum Covid-19. Lalu Covid-19 harus tambah lagi setahun. Jadi masa kontrak kami habis 2023 bulan Oktober,” jelasnya.
Rukamto dan pedagang lain berharap Pemkot bisa memberikan tenggat waktu lebih lama. Apalagi penataan kawasan Jalan Perwakilan baru akan dilakukan pada 2024 mendatang bersamaan dengan pengembangan Jogja Planning Galery (JPG) di kawasan tersebut.
Berbeda dari Pemkot, Rukamto mengaku relokasi pedagang dari jalan tersebut belum jelas. Sehingga mereka tidak mengetahui akan dipindah kemana pasca pengosongan Jalan Perwakilan.
“Belum, belum sampai arah ke situ [relokasi kemana]. Harapan kita kan sampai 2024 itu satu paket pembangunan JPG. Kalau ini ditutup, lahannya kosong itu mau untuk apa, apa mau nggo ngingu (pelihara-red) kucing, wedus (kambing-red), kan gitu. Ya ayo lah win-win solution, selesaikan masalahnya bersama,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi