MOJOK.CO – Bukan hanya mendorong, Muhammadiyah juga memberikan contoh kepada pemerintah untuk membiasakan ekspor.
Awal Maret 2021 lalu, pemerintah sempat berencana akan mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan beras nasional. Tak tanggung-tanggung, jumlah beras yang akan diimpor mencapai 1-1,5 juta ton.
Rencana tersebut langsung menjadi santapan empuk bagi netizen yang sudah teruji kadar kebudimanannya itu. Maklum saja, rencana tersebut digaungkan tepat setelah Presiden Jokowi mengajak masyarakat Indonesia untuk membenci produk luar negeri dan mencintai produk lokal. Selain itu, masyarakat juga sedang menyambut masa panen, sehingga wacana tentang impor beras dianggap menyakiti perasaan para petani.
Menjadi lebih runyam lagi saat Direktur Utama Bulog Budi Waseso menyatakan bahwa stok beras nasional masih aman sehingga tak perlu mengimpor beras.
Belakangan, Presiden Jokowi akhirnya menyatakan bahwa pemerintah tidak akan mengimpor beras setidaknya sampai Juni 2021.
“Saya pastikan bahwa sampai bulan Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke negara kita Indonesia,” kata Jokowi.
Keputusan tersebut tentu saja mendapatkan apresiasi dari banyak pihak. Kendati begitu, isu terkait kebiasaan impor ini memang sudah kadung melekat.
Dalam kondisi yang demikian, banyak pihak yang mencoba memberikan banyak masukan dan dorongan kepada pemerintah agar kritik masyarakat terkait impor ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk mulai fokus memutus rantai kebiasaan impor.
Salah satu pihak yang diketahui cukup getol melakukan hal tersebut adalah Muhammadiyah. Organisasi sosial keagamaan ini aktif mendorong pemerintah untuk mengubah kebiasaan impor menjadi ekspor.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir melalui keterangan resminya bahkan menyebut perubahan kebiasaan pemerintah dari impor menjadi ekspor sebagai salah satu bentuk jihad al muwajahah.
“Bagaimana kita mengubah paradigma sekaligus menghadirkan jihad al muwajahah itu, membalik ketagihan terhadap impor itu menjadi virus-virus baru mengekspor,” terang Haedar Nashir pada Jumat, 9 April 2021 seperti dikutip dari iNews. “Mungkin kita sudah terlalu lelah, bicara apa-apa impor. Jadi sampai kapan sih ini? Nah, yang bisa mengakhiri ini sebenarnya adalah negara.”
Haedar juga menyebut bahwa membalik kebiasaan impor menjadi ekspor sebagai bagian dari cinta tanah air.
“Kalau kita betul cinta Indonesia, cinta Pancasila, cinta NKRI, aku Indonesia, aku Pancasila, aku NKRI, maka balik lah dari ketagihan terhadap serba impor menjadi ketagihan serba ekspor. Bagaimana caranya? Ya, tugas para ahli di pemerintahan dan political will-nya.”
Bukan hanya mengajak dan mendorong, dalam konteks ini, Muhammadiyah juga memberikan contoh yang nyata.
Muhammadiyah melalui divisi Majelis Pemberdayaan Masyarakat saat ini memang tengah memulai upaya mengekspor tepung singkong ke Inggris hasil dari pengembangan bisnis pertanian yang mereka bina.
Setiap bulannya, Muhammadiyah diketahui akan mengekspor setidaknya 60 ton tepung singkong.
Proses ekspor perdana tepung singkong ke Inggris tersebut ditandai dengan pelepasan armada tepung singkong di Gedung PP Muhammadiyah Yogyakarta pada Kamis, 8 April 2021 lalu.
Ah, memang tugas organisasi senior itu adalah memberikan contoh kepada organisasi yang masih junior. Semoga yang junior bisa dan mau banyak belajar.
BACA JUGA Lim Wen Sin, Tionghoa yang Memilih Bersama Petani di Kaki Merapi dan artikel KILAS lainnya.