MOJOK.CO – Kasus kematian anak karena gagal ginjal akut marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Senyawa etilen glikol dan dietilen glikol dalam sirup obat diduga sebagai penyebabnya.
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Muchtaridi, PhD., Apt menjelaskan, etilen glikol dan dietilen glikol adalah senyawa pelarut organik dengan rasa manis yang kerap diselewengkan untuk pelarut obat. Kelarutan dan rasa manisnya sering disalahgunakan sebagai pengganti propilen glikol atau polietilen glikol.
“Masalahnya, dietilen glikol dan etilen mengalami oksidasi oleh enzim,” seperti yang dikutip dari laman resmi unpad.ac.id, Rabu (19/10/2022).
Senyawa itu mengalami oksidasi oleh enzim sehingga menjadi glikol aldehid ketika masuk ke tubuh. Setelahnya, glikol aldehid dioksidasi lagi menjadi asam glikol oksalat yang kemudian menjadi asam oksalat. Asam oksalat inilah yang memicu terbentuknya batu ginjal.
“Asam oksalat kelarutannya kecil, kalau ketemu kalsium akan terbentuk garam yang sukar larut air dan larinya akan ke organ seperti empedu dan ginjal. Jika lari ke ginjal akan jadi batu ginjal,” jelas dia.
Asam oksalat akan berbentuk seperti jarum kalau sudah mengkristal. Bentuk yang tajam inilah yang mencederai ginjal. Apabila kondisi ini terjadi pada anak-anak yang memiliki ukuran ginjal kecil, dampaknya akan parah. Tidak hanya pada ginjal, efeknya juga bisa menimpa jantung sehingga menimbulkan kematian yang lebih cepat.
Di negara-negara kering, efek penyelewengan etilen glikol dan dietilen glikol akan lebih buruk. Dehidrasi dapat mempercepat pembentukan asam oksalat.
Food and Drugs Administration (FDA) sebenarnya sudah melarang penggunaan etilen glikol dan dietilen glikol dalam obat sejak 1938. Akan tetapi, sejumlah oknum produsen farmasi “nakal” masih menggunakan dua senyawa ini karena lebih mudah diproduksi dan murah.
Kasus di Gambia dan Indonesia
Kasus gagal ginjal akut sejauh ini banyak ditemukan di dua negara yaitu Gambia dan Indonesia. Di Gambia, kasus gagal ginjal akut pertama terdeteksi pada Juli 2022. Data per 14 Oktober 2022 menunjukkan, sebanyak 70 anak-anak sudah meninggal dunia karena gagal ginjal akut.
Gagal ginjal akut yang terjadi di Gambia berkaitan dengan penggunaan obat sirup buatan perusahaan farmasi Maiden Pharmaceuticals yang berasal dari India. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menemukan obat batuk sirop mengandung etilen glikol dan dietilen glikol dalam jumlah yang tidak bisa diterima.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendeteksi ada 206 kasus hingga 18 Oktober 2022. Sebanyak 99 kasus di antaranya telah meninggal dunia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah melakukan sampling terhadap 39 bets dari 26 obat sirop yang diduga tercemar etilen glikol dan dietilen glikol. Hasilnya, 5 produk terbukti mengandung etilen glikol yang melebihi ambang batas. Asal tahu saja, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran dietilen glikol dan etilen glikol sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Lima obat yang dimaksud adalah:
1. Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
2. Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
3. Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @60 ml.
4. Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @60 ml.
5. Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @15 ml.
Walau terbukti mengandung etilen glikol, BPOM belum menyimpulkan bahwa obat sirup itu memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut. Selain penggunaan obat sirup, BPOM melihat ada faktor risiko lain seperti virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pascaCovid-19.
Saat ini BPOM menginstruksikan industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan obat sirup dari peredaran di seluruh Indonesia dan memusnahkan seluruh bets produk. Selain itu, BPOM memerintahkan seluruh industri farmasi melaporkan hasil pengujian mandiri terkait produk obat sirup miliknya yang berpotensi mengandung etilen glikol dan dietilen glikol.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung Purwandono