MOJOK.CO – Peristiwa serangan di Istana Presiden oleh seorang perempuan kemarin bukan pertama kalinya. Ada beberapa peristiwa serangan yang sebelumnya pernah terjadi. Mojok merangkumnya.
Anggota Paspampres memergoki seorang perempuan bersenjata api berusaha menerobos penjagaan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (25/10/2022). Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang bertugas waktu itu langsung melucuti senjata yang ditodongkan.
Kronologinya, sekitar pukul 07.00 WIB seorang perempuan yang belum diketahui identitasnya berjalan kaki dari arah Harmoni ke Jalan Medan Merdeka Utara, tepatnya di pintu masuk Istana Kepresidenan. Ketika sampai di pintu masuk istana, perempuan yang mengenakan gamis hitam, berkerudung biru, serta membawa tas ransel hitam itu menghampiri anggota Paspampres dan menodongkan senjata api jenis FN.
Paspampres yang bertugas waktu itu, Aiptu Hermawan, Briptu Kirsmando, dan Bripda Yuda Tri Wibowo, langsung mengamankan barang bukti pelaku berupa senjata api jenis FN, satu tas ransel hitam berisi kitab suci, dompet berwarna pink, dan satu unit telepon genggam.
Saat ini pelaku tengah dibawa ke Polres Jakarta Pusat untuk dilakukan pemeriksaan. Belakangan diketahui, perempuan penodong pistol itu merupakan pendukung simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Peristiwa ini bukan kali pertama, ancaman terhadap Istana Kepresidenan sempat terjadi beberapa kali sebelumnya. Mojok sudah merangkum peristiwa itu:
Pria Coba Terobos Istana, Ancam Bunuh Presiden
Pada 18 Desember 2017, seorang pria bernama Ivon Rekso alias Muhammad Khalifah pernah mencoba menerobos kompleks Istana Negara. Aksi warga Bekasi Timur itu gagal setelah Paspampres menangkapnya. Sebelum tertangkap Paspampres sempat berhasil melewati penjagaan pasukan TNI yang bertugas di depan gerbang istana negara.
Pria berusia 44 tahun itu diduga melakukan aksinya untuk mengancam presiden. Polisi menemukan barang bukti berupa smartphone berisi konten-konten negatif yang bernada ancaman. Ancaman tidak hanya ditujukan kepada Presiden Jokowi, tetapi juga untuk Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.
“Jejak digital yang ada di hp-nya ternyata penuh dengan ujaran kebencian,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (19/12/2017) seperti dikutip dari Tirto.id.
Atas tindakannya, pelaku terjerat pasal 207 KUHP, Pasal 45 juncto 27 UU ITE, Pasal 45b juncto 29 UU ITE dan Pasal 336 KUHP.
Di tahun yang sama, peristiwa serupa sempat terjadi terjadi. Pada 14 November 2017, pria berinisial BP mencoba masuk Istana Negara dan mengancam Paspampres dengan obeng. Diketahui, BP pernah menjalani perawatan di rumah sakit jiwa di Banyumas selama tiga bulan.
Perempuan Calon Pengantin Bom di Istana Negara
Pada 2016, ada rencana serangan ke Istana Kepresidenan dilakukan oleh perempuan bernama Dian Yulia Novi alias Ayatul Nissa Binti Asnawi. Diketahui Dian tergabung dalam lingkaran jaringan teroris yang melakukan jihad demi amaliyah.
Di tahun yang sama dengan kejadian pengeboman itu, Dian menikah dengan M Nur Solihin laki-laki asal Solo, Jawa Tengah.Sebelum menikah, Dian merupakan mantan TKW di Taiwan. Sebulan setelah pernikahannya, Dian diminta setia kepada ISIS di sebuah hotel di Cirebon, Jawa Barat.
Tim Densus 88 Anti Teror Mabes Polri menangkap Dian di kosannya di Jl Bintara Jaya VIII Kota Bekasi. Dian Yulia Novita didakwa sebagai calon pelaku serangan bunuh diri dengan bom panci ke Istana Negara, dan dijatuhi hukuman 7,5 tahun penjara pada Jumat (25/08/2016).
Peristiwa Maukar di Istana Merdeka, Bogor
Peristiwa Maukar adalah kasus lama yang bersejarah, terjadi pada tanggal 9 Maret 1960. Maukar merupakan peristiwa penembakan di Istana Merdeka, Istana Bogor dan kompleks BPM, yang melibatkan seorang perwira Auri, Letnan Dua Daniel Alexandra Maukar. Penembakan menggunakan pesawat Mig 17.
Penembakan Maukar ini disebut sebagai upaya pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Dilatarbelakangi ajakan anggota Perjungan Rakyat Semesta (Permesta), Sam Karundeng. Di mana gerekan Permesta ini dibentuk karena kekecewaan rakyat terhadap sistem pembangunan dan ekonomi yang dianggap tidak adil.
Kemudian, ajakan ini disetujui oleh Maukar. Komplotan ini disebut Manguni, merupakan bagian dari Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Atas kasus ini, Maukar dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Angkatan Udara pada tanggal 16 Juli 1960.
Penulis: Mutiara Tyas Kingkin
Editor: Kenia Intan