MOJOK.CO – Jumlah pasien meninggal yang dirawat Tim Medis Penanganan Gagal Ginjal Akut RSUP Dr Sardjito kembali bertambah. Kalau sebelumnya tercatat ada enam anak yang meninggal dunia akibat gagal ginjal akut progresif atipikal, maka pada pada 19 Oktober 2022 lalu satu anak lagi dinyatakan meninggal dunia.
Namun berbeda dari enam kasus lainnya, pasien berusia 13 tahun asal Jakarta meninggal bukan karena gagal ginjal akut. Anak yang mondok di salah satu pesantren di Purworejo, Jawa Tengah tersebut disinyalir meninggal dunia karena autoimun.
“Pasien yang meninggal terakhir karena kekebalan tubuh turun, ada penyakit yang mendasarinya, bukan gagal ginjal akut tapi kemungkinan lupus atau autoimun setelah melihat perjalanan penyakitnya,” papar anggota Tim Medis Penanganan Gagal Ginjal Akut RSUP Dr Sardjito, Retno Palupi di RSUP Dr Sardjito, Selasa (25/10/2022) sore.
Dari riwayat kesehatannya, pasien tersebut sempat meminum obat batuk pilek dalam bentuk tablet. Dalam pemeriksaan selama beberapa minggu terakhir, tim dokter menemukan pasien tersebut tidak menemukan indikasi penyakit gagal ginjal akut meski saat masuk dalam kondisi darurat.
“Jadi dari 13 pasien yang kami tangani, 12 diantaranya memang dinyatakan gagal ginjal akut, sedangkan satu pasien lagi karena autoimun,” jelasnya.
Selain pasien meninggal dunia, lanjut Retno, empat pasien lain dinyatakan sembuh. Mereka saat ini tidak perlu rawat inap dan bisa pulang untuk rawat jalan.
Dari empat anak tersebut, dua anak dinyatakan bebas dari hemodialisa atau cuci darah. Kedua pasien tersebut berasal dari DIY yang terdiri dari pasien perempuan usia 2 tahun dan 6,5 tahun.
Dua pasien lain berasal dari luar DIY. Satu anak berusia 13 tahun dari Purworejo dalam kondisi stabildan bebas cuci darah. Sedangkan satu anak dari Jateng berusia 1 tahun masih harus cuci darah dengan rawat jalan.
“Dua pasien lainnya masih harus dirawat namun sekarang sudah di bangsal biasa dengan tindakan medis satu anak menjalani CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis-rawat jalan terus menerus-red) dan satu anak menjalani hemodialisa,” jelasnya.
Sementara anggota Tim Medis Penanganan Gagal Ginjal Akut dari Divisi Nefrologi Anak RSUP Dr Sardjito lainnya, Kristia Hermawan mengungkapkan dari 13 pasien gagal ginjal akut yang dirawat di Sardjito, delapan diantaranya sama sekali tidak meminum obat sirup. Sedangkan lima pasien lainnya disebut pernah meminum obat batuk pilek sirup.
“Namun mereka [yang mengkonsumsi obat sirup] tidak meminum obat sirup seperti yang masuk daftar larangan kemenkes,” jelasnya.
Kristia menambahkan, penangangan medis yang dilakukan pada pasien gagal ginjal akut setelah masuk ke Sardjito dalam kondisi stadium 3. Mereka mendapatkan pengobatan suportif hingga tindakan terapi penganti ginjal berupa dialisis bagi pasien yang terindikasi.
Metode dialisis yang dilakukan berupa hemodialisis yaitu cuci darah dengan mesin atau peritoneal dialisis. Metode ini berupa cuci darah dengan pemasangan selang pada rongga perut yang dapat dikerjakan tanpa mesin.
Dari pemeriksaan pasien, tim medis tidak menemukan kerusakan atau munculnya pembentukan kristal pada saluran pipa ginjal. Biasanya pembentukan kristal tersebut muncul akibat keracunan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang akhirhya mengganggu aliran di pipa ginjal.
“Namun pasien yang kami tangani tidak mengalami pembentukan kristal di saluran pipa ginjalnya, jadi bukan akibat EG atau DEG,” jelasnya.
Untuk menindaklanjuti penyelidikan atas kasus-kasus gagal ginjal tersebut, lanjut Kristia, tim dokter melakukan pelacakan penyebab gagal ginjal akut progresif atipikal sesuai petunjuk dari Kementrian Kesehatan (kemenkes). Diantaranya dengan melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat syrup serta pemeriksaan toksikologi untuk mengetahui ada tidaknya EG/DEG dalam darah atau urine pasien.
Pengambilan sampel telah dilakukan pada 3 pasien yang pekan lalu masih menjalani perawatan. Namun tim medis belum mendapat hasil pemeriksaan karena sampel harus diperiksa di Labkesda DKI Jakarta.
Tim medis juga telah melakukan biopsi atau pengambilan contoh jaringan ginjal pada beberapa pasien agar dapat mengidentifikasi profil kerusakan yang terjadi. Selain itu menelusuri penyebab kerusakan jaringan tersebut, apakah diakibatkan virus, bakteri atau lainnya. Sebab saat ini belum bisa dipastikan penyebab penyakit tersebut.
“Dari semua kasus yang telah ditangani hingga saat ini, baik pasien yang sudah dipulangkan maupun yang saat ini masih dirawat belum ada yang mendapat pengobatan antidote fomepizole, namun demikian kondisi klinis pasien berangsur membaik,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi