MOJOK.CO – Penerimaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19 cukup tinggi, namun penolakan atas faktor agama juga masih menyertai.
Saat berkunjung ke Puskesmas Tanah Sareal, Bogor, Jawa Barat, pada Rabu, 18 November 2020 kemarin, Presiden Jokowi menyatakan bahwa vaksinasi Covid-19 di Indonesia akan mulai dilakukan setidaknya pada akhir tahun 2020 atau awal 2021.
Langkah vaksinasi ini memang menjadi salah satu program Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP-PEN).
Indonesia sendiri diketahui menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan internasional dalam pengadaan vaksin, di antaranya adalah Astra Zeneca dari Inggris, Cansino dan Sinovac dari China, serta Sinopharm/G42 yang merupakan kerja sama China dengan UEA.
Berdasarkan survei dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), penerimaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19 ini ternyata cukup tinggi.
“Survei menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia telah mendengar tentang vaksin covid-19 dan bersedia menerimanya,” terang Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 115 ribu responden dari 34 provinsi tersebut, setidaknya terdapat 64,8 persen yang menyatakan bersedia menggunakan vaksin Covid-19, 27,8 persen responden ragu, sedangkan 7,6 persen sisanya menolak vaksin itu.
Kendati demikian, sentimen kepercayaan tampaknya memang masih menjadi salah satu masalah yang cukup signifikan terhadap upaya vaksinasi Covid-19.
Sudah sejak lama, urusan vaksinasi menjadi perkara yang sentimentil. Gerakan menolak vaksin sampai saat ini masih saja terus menggema di seluruh penjuru dunia. Khusus di Indonesia, penolakan vaksin erat kaitannya dengan faktor keyakinan beragama. Sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, penolakan vaksin hampir selalu dikaitkan dengan komposisi vaksin yang dianggap haram oleh agama.
Berdasarkan hasil survei, dua daerah dengan kultur Islam yang kental, yakni Aceh dan Sumbar tercatat sebagai dua provinsi dengan tingkat penolakan vaksin tertinggi, yakni masing-masing 46 persen dan 47 persen.
Dari seluruh responden yang menyatakan menolak, faktor keyakinan agama menjadi salah satu dasar penolakan penggunaan vaksin. Setidaknya ada 8 persen dari seluruh responden yang menolak vaksin yang menggunakan alasan keyakinan agama ini.
Ini tentu menjadi PR yang besar bagi pemerintah. Pendekatan dari pemuka agama dalam sosialiasi vaksin covid-19 harus mulai dilakukan secara serius.
Maklum saja, agama itu menyenangkan, namun di tangan orang yang salah, ia bisa berubah menjadi sangat menyebalkan.
BACA JUGA Hasil Survei BPS: 17 Persen Orang Indonesia Merasa Kebal dari Virus Corona dan artikel KILAS lainnya.