MOJOK.COÂ – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyampaikan rekomendasi kepada Pemda DIY terkait perbaikan jalan destinasi wisata. Rekomendasi dilakukan karena banyak jalur masuk ke destinasi wisata di DIY yang ekstrem, baik tikungan dan kondisinya yang membahayakan keselamatan kendaraan.
Sebut saja dalam kasus kecelakaan bus pariwisata di Bukit Bego, Bantul pada Februari 2022 lalu. Kecelakaan yang menewaskan 14 penumpang tersebut selain dikarenakan kondisi bus yang tidak memadai juga dikarenakan kondisi jalan yang yang berkelok dengan tingkat kemiringan yang ekstrem.
“Saya lihat jalan di DIY, banyak sekali yang ekstrem, harus diperbanyak jalur penyelamatnya,” papar Pelaksana Tugas Sub Komite Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan KNKT, Ahmad Wildan di Yogyakarta, Rabu (30/11/2022).
Menurut Wildan, Pemda DIY perlu menyiapkan skema forgiving road berupa pagar pengaman jalan maupun jalur penyelamat pada jalan provinsi di kawasan destinasi wisata yang rawan kecelakaan. Jalan penyelamat ini akan meminimalisir fatalitas ketika terjadi kecelakaan.
Route hazard mapping pada jalan menuju destinasi wisata pun perlu dibuat. Peta jalan dibutuhkan agar menjadi penunjuk bagi supir yang mengemudi masuk ke destinasi wisata. Dengan demikian mereka tidak hanya mengandalkan Google Map untuk masuk ke Tebing Breksi, Bukit Bego, Heha Sky View dan destinasi wisata lainnya.
Penyediaan terminal transit khusus pariwisata juga dibutuhkan. Sebab banyak jalan menuju destinasi wisata yang tidak seharusnya diakses bus-bus besar.
“Survey inspeksi keselamatan jalan juga perlu dilakukan.
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan bisa memasang papan peringatan yang menjelaskan cara pengemudi bersikap saat berada di jalan masuk destinasi wisata yang rawan,” jelasnya.
Kondisi bus pariwisata tak laik jalan
Wildan menambahkan, kecelakaan menuju kawasan wisata bisa saja terjadi karena bus atau kendaraan yang dinaiki tak layak jalan.
Dalam kasus kecelakaan di Bukit Bogo, bus rongsok yang ditumpangi meningkatkan fatalitas ketika terjadi kecelakaan karena bodi bus tak sepenuhnya melindungi penumpang.
Karenanya peraturan pemerintah yang membatasi usia bus 10 tahun perlu dikaji ulang. Sebab banyak bus yang sudah berusia 10 tahun itu dijual oleh perusahaan dan menjadi bus rongsok yang tak laik jalan.
Banyak bus di Indonesia yang kabinnya tidak dicelup antikarat. Akibatnya usia kabin seperti itu menurut Wildan tak akan lebih dari 8 tahun.
“Karoseri tidak mencelup antikarat pada kabin lantaran produksinya yang sedikit. Mencelup antikarat pada 1 bus sama harganya dengan mencelup antikarat untuk 2.000 bus,” jelasnya.
Sementara Ketua Organda DIY, Hantara, menjelaskan pencegahan kecelakaan lalu-lintas pada moda transportasi perlu dilakukan. Pemerintah perlu memperhatikan pengawasan, manajemen kru hingga edukasi ke masyarakat secara parelel agar kecelakaan bisa diminimalisir.
“Kami sebagai operator selalu ikuti aturan pemerintah. Kalau ada fungsi pengawasan hal itu tidak akan terjadi, karena kecelakaan di Bukit Bego itu human error,” tandasnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi