MOJOK.CO – Sengketa lahan Sriwedari kembali mengemuka. Kali ini gugatan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo soal perintah eksekusi tanah Sriwedari dimenangkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Sebagai informasi, sudah sejak lama Pemkot Solo dan ahli waris Wiryodiningrat bersengketa memperebutkan lahan Sriwedari seluas 99.889 meter persegi. Sengketa ini terjadi sejak tahun 70-an. Pada tahun 2016 sengketa dimenangkan oleh ahli waris Wiryodiningrat dan putusan ini sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Belakangan Pemkot Solo menggugat kembali atas surat perintah eksekusi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang. Gugatan ini kemudian dimenangkan oleh Pemkot Solo. Hasilnya dalam surat putusan MA disebutkan bahwa perintah eksekusi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dengan nomor 468/PDT/2021/PT SMG dibatalkan. Dalam putusan ini memerintahkan Pengadilan Negeri Solo untuk mengangkat sita eksekusi atas tanah Sriwedari.
Terkait hal ini Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Solo, Ahyani mengatakan bahwa pihaknya belum menerima tembusan atas surat putusan ini. “Belum [diterima]. Direkturnya saja belum tanda tangan, lha kok wis tekan ngendi-ngendi (lha kok sudah kemana-mana-red),” katanya saat ditemui di Balai Kota Solo, Kamis (6/10/2022).
Ahyani mengatakan jika putusan ini sudah ditetapkan sejak 15 Agustus 2022 lalu. Namun hingga kini Pemkot Solo belum mendapat pemberitahuan atau tembusan mengenai hal ini. “Saya nggak tahu kenapa belum sampai ke kita,” ucapnya.
Terkait materi gugatan, Pemkot Solo memfokuskan pada perlawanan eksekusi. “Kemarin gugatannya terkait ini, benar, tentang perlawanan eksekusi. Ya sama, eksekusi dan penyitaan sama,” katanya.
Terkait upaya hukum selanjutnya, Pemkot Solo akan tetap berusaha agar lahan ini kembali menjadi milik publik. Meskipun Ahyani sadar jika pihak ahli waris Wiryodiningrat akan terus melakukan upaya hukum untuk mengambil alih tanah yang berlokasi di pusat kota Solo ini.
“Ya setidaknya Pemkot Solo berjuang agar lahan ini bisa digunakan untuk berkegiatan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” katanya.
Sementara itu Kuasa Hukum Ahli Waris Wiryodiningrat, Anwar Rahman, tak mempermasalahkan adanya surat putusan dari MA dengan nomor 468/PDT/2021/PT SMG ini. Sebab putusan tersebut tidak terkait kepemilikan dan pengosongan lahan Sriwedari, melainkan terkait perintah untuk penyitaan. Pasalnya tanah Sriwedari sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
“Jadi semua upaya hukum [untuk merebut kepemilikan tanah] sudah tertutup,” katanya.
Terkait adanya putusan baru yang dimenangkan oleh Pemkot Solo terkait sita eksekusi, Anwar tak mempersoalkannya. Sebab yang dibatalkan oleh pengadilan hanyalah perintah penyitaan.
“Jadi yang dibatalkan oleh pengadilan hanya sitanya saja, oleh Mahkamah Agung. Sedangkan untuk kepemilikan tanah dan perintah pengosongan tetap harus dijalankan karena sudah inkracht,” katanya.
Anwar menjelaskan ada dua poin gugatan yang dimohonkan ke MA. Poin pertama yakni mengenai putusan pengosongan dan kepemilikan lahan yang non-executable atau tidak bisa dieksekusi. Poin kedua yakni mengenai pembatalan penyitaan.
“Permohonan yang pertama ditolak oleh MA. Makanya dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa menerima permohonan itu sebagian dan pada akhir surat menyatakan menolak selain dan selebihnya. Artinya yang mereka minta kepada MA untuk membatalkan putusan kepemilikan dan pengosongan Sriwedari, ditolak MA. Artinya ya segera eksekusi, tidak ada masalah, kan hanya sitanya,” jelasnya.
Menurutnya upaya yang dilakukan oleh Pemkot Solo ini hanya untuk mengulur waktu saja. Sehingga tanah tersebut tidak disita dan dimiliki oleh ahli waris Wiryodiningrat.
“Mengulur waktu, biar menyelamatkan diri dari jerat pidana, hanya itu,” katanya.
Reporter: Novita Rahmawati
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Jembatan Sasak, Jembatan Tradisional yang Kini Jadi Andalan Warga Solo-Sukoharjo