Pergerakan politik elektoral selalu sukar ditebak, pada titik tertentu, ia bisa jauh lebih kompleks dan lebih rumit ketimbang prediksi tebakan skor pertandingan bola.
Rasanya beru kemarin Partai Demokrat mengusung wacana untuk menduetkan Jusuf Kalla dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), ealah, belum juga terlaksana, sekarang sudah muncul manuver baru lagi. Kali ini, manuver tersebut berupa gagasan memasangkan Prabowo dengan AHY.
Wacana tersebut muncul setelah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mengadakan pertemuan dengan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarif Hasan, Kamis 5 Juli 2018 kemarin.
Pertemuan tersebut menurut Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria merupakan langkah penjajakan koalisi antara dua partai.
“Kami optimis pada Pemilu 2019, Partai Demokrat yang sebelumnya tidak berpihak atau menjadi partai penyeimbang, berkoalisi dengan Partai Gerindra,” kata Riza.
Kedua partai sebelumnya masih terkesan tertutup soal kemungkinan koalisi tersebut, namun setelah pertemuan, sinyal-sinyal akan terbentuknya koalisi Gerindra-Demokrat dengan mengusung Prabowo-AHY sebagai pasangan Capres-Cawapres tampak semakin jelas.
Minat Prabowo untuk menjadikan AHY sebagai pendamping pun ternyata cukup besar, ketika ditanya siapa sosok yang ia lirik sebagai pendamping, Prabowo dengan blak-blakan mengatakan bahwa dirinya melirik AHY sebagai calon yang potensial, ia beralasan bahwa pemilih usia muda jumlahnya sangat dominan, karena itulah sosok seperti AHY bisa menjadi calon pendamping yang potensial.
Di sisi lain, Demokrat juga memang sedang berusaha mengangkat nama AHY sebagai calon wakil presiden, sebab di Pilpres mendatang, Partai Demokrat bersikukuh untuk menjadikan kadernya sebagai capres atau cawapres. Bukan sekadar menjadi mendukung calon dari partai lain.
Jika koalisi Prabowo-AHY benar-benar terwujud, maka tentu saja Pilpres menatang akan menjadi sangat menarik. Militer bersanding dengan militer, dahsyat betul. Keduanya minimal bakal punya visi yang sama. Setidaknya, begitulah kata Bang Iwan Fals:“Isi kepala di balik topi baja, semua serdadu pasti tak jauh berbeda…”
Kalau kelak mereka menang, bakal jauh lebih sangar lagi. Semua akan militer pada waktunya. Tak ada lagi program blusukan, yang ada adalah “ABRI masuk desa”. (A/M)