MOJOK.CO – Pengusaha jalan tol Jusuf Hamka, menagih utang Rp179 miliar kepada pemerintah. Kasus ini memasuki babak baru. Saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Jusuf Hamka malah saling serang terkait utang tersebut.
Total utang yang harus dibayar negara sendiri total mencapai Rp800 miliar. Sementara Kementrian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pihak yang terseret, mengaku punya alasan kuat mengapa utang tersebut belum juga dibayarkan.
Lantas, apa saja fakta yang harus diketahui terkait masalah ini?
#1 Duduk perkara
Untuk diketahui, masalah utang negara ke PT Citra Marga Nusa Persada (CMNP), perusahaan milik Jusuf Hamka, berawal ketika terjadi krisis moneter tahun 1997-1998.
Saat itu, keadaan perbankan benar-benar mengalami kesulitan likuiditas, sehingga banyak bank yang bangkrut.
Kondisi itu pun berujung dengan hadirnya bantuan likuiditas, yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ini merupakan bantuan kepada bank, agar mereka dapat membayar kepada deposan-deposan.
CMNP milik Jusuf Hamka sendiri diketahui memiliki deposito di Bank Yakin Makmur (Bank Yama). Hanya saja, perusahaan ini tidak mendapatkan pembayaran lantaran dianggap berafiliasi dengan Bank Yama.
Alhasil, pada 2012 lalu Jusuf Hamka menggugat pemerintah ke pengadilan agar mendapatkan ganti atas deposito yang belum dibayarkan ke perusahaan miliknya itu.
CMNP kemudian menang atas gugatannya. Pemerintah pun mau tak mau harus membayar kewajiban kepada perusahaan berserta bunganya.
Kala itu, Jusuf Hamka mengungkapkan bahwa utang pemerintah telah membengkak menjadi Rp400 miliar pada 2015. Pemerintah diwajibkan melunasinya. Dengan catatan ada bunga yang harus ditambahkan bila tidak dibayar setiap bulannya.
Kini, bila dihitung dari tahun 1998 hingga sekarang, Jusuf Hamka memperkirakan utang negara ke perusahaannya mencapai telah Rp800 miliar. Fantastis!
#2 Macet di Kemenkeu
Terkait klaim Jusuf Hamka, melalui pernyataan resminya Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa secara hukum negara memang punya utang kepada CMNP.
Mahfud juga menjelaskan, utang negara ke Jusuf Hamka sebenarnya sudah mau dibayarkan. Kata dia, sebelumnya sudah ada kesepakatan antara perusahaan Jusuf Hamka dengan Kementerian Keuangan—yang kala itu masih dipimpin Bambang Brodjonegoro.
Akan tetapi, entah apa masalahnya, ketika Kemenkeu berganti kepemimpinan, proses pembayaran utang justru macet sampai sekarang.
“Ini [utang negara ke CMNP] sudah pernah diakui negara dengan satu perjanjian resmi. Namun ketika ganti menteri, itu tidak jalan. Dokumen lengkap saya pelajari, negara akui waktu zaman Pak Bambang Brodjonegoro. Menteri keuangannya dia,” ujar Mahfud dalam pernyataan resminya, Rabu (14/6/2023), mengutip Detik.
Mengenai detail nominal berapa utang Jusuf Hamka, Mahfud masih enggan bicara. Tapi ia menjamin pemerintah akan membayarkan utang kepada perusahaan Jusuf Hamka. Menurutnya, secara hukum utang Jusuf Hamka harus dibayarkan.
Sementara ini, dia akan berkoordinasi dengan Menkeu Sri Mulyani terlebih dahulu.
“Presiden resmi menyatakan bila punya utang kepada rakyat sama kewajibannya, kalau hukum menyatakan punya utang ya harus bayar,” tegasnya.
#3 Respons Sri Mulyani
Menkeu Sri Mulyani Indrawati memberikan respons soal utang negara senilai Rp 800 miliar itu. Ia mengaku bahwa hingga hari ini pihaknya masih meneliti persoalan tersebut.
Bendahara Negara ini menegaskan, bahwa alasan pemerintah belum mau mencairkan utang ke Jusuf Hamka melalui CMNP karena pihaknya berpandangan perusahaan tersebut terafiliasi dengan Bank Yama.
“Jadi, berbagai hubungan di antara mereka inilah yang menjadi fokus dari kita mengenai kewajiban negara,” kata Sri Mulyani.
“Jangan sampai negara yang sudah membiayai bailout dari bank-bank yang ditutup, dan sekarang masih dituntut lagi untuk membayar berbagai pihak yang mungkin masih terafiliasi waktu itu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani juga mengungkit dana BLBI yang diberikan pemerintah kepada obligor/debitur pada 1998 belum sepenuhnya kembali. Mengingat kasusnya sudah lama, ia berharap agar terkait masalah utang Jusuf Hamka bisa dibahas lebih detail dalam Satgas BLBI.
“Di satu sisi kita tetap menghormati berbagai proses hukum, tapi kita juga melihat kepentingan negara dan kepentingan dari keuangan negara, terutama karena ini menyangkut hal yang sudah sangat lama,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Harta Menkominfo Johnny G Plate yang jadi Tersangka Kasus BTS
Cek berita dan artikel lainnya di Google News