MOJOK.CO – Ramainya kasus Esteh Indonesia mendorong cukai minuman berpemanis kembali dibahas. Wacana yang sudah bergulir sejak tahun 2016 itu masih digodok hingga saat ini.
Kasus Esteh Indonesia masih ramai diperbincangkan sejak akhir pekan lalu. Perusahaan yang menjual berbagai jenis minuman itu melayangkan somasi kepada akun Twitter bernama @gandhooy karena telah mencuit rasa Chizu Red Velvet yang dinilai terlalu manis. PT Esteh Indonesia menganggap, cuitan yang dilontarkan akun tersebut bukanlah kritik dan memberi informasi yang menyesatkan.
Viralnya kasus ini mendorong wacana cukai minuman berpemanis kembali disinggung. Rencana pengenaan cukai sebesar 20% terhadap Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) sebenarnya sudah bergulir sejak tahun 2016. Wacana itu muncul untuk menekan tingkat konsumsi minuman manis yang naik signifikan dalam beberapa waktu terakhir.
Center for Indonesia Strategic Development Initiative (CISDI) mencatat, tingkat konsumsi MBDK di Indonesia naik dari 51 juta liter pada tahun 1996 menjadi 780 juta liter pada 2014. Indonesia bahkan menjadi negara ketiga dengan konsumsi MBDK tertinggi di Asia Tenggara pada tahun 2020.
Kenaikan konsumsi MBDK diiringi dengan peningkatan jumlah penderita diabetes yang mencapai 19,47 juta orang pada tahun 2021. Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara kelima dengan penderita diabetes terbanyak di dunia. Apabila kondisi seperti ini masih berlanjut, diperkirakan jumlah penderita diabetes bisa mencapai 28,57 juta di tahun 2045.
Ujungnya, beban biaya kesehatan akibat penyakit tidak menular BPJS dapat membengkak. Asal tahu saja, menurut data BPJS Kesehatan pada 2019, beban biaya kesehatan akibat penyakit tidak menular sudah mencapai Rp20,27 triliun. Adapun diabetes merupakan “ibu dari segala penyakit” seperti pemicu penyakit ginjal, stroke, jantung, hingga penyakit tidak menular lainnya.
Masih dikaji
Pemerintah masih terus mengkaji wacana cukai minuman berpemanis ini. Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengungkapkan, pemerintah masih mencari waktu yang tepat untuk memulai penerapannya.
“Tetapi kalau ditanya 2023, saat ini masih dalam tahap perencanaan,” jelas dia dalam konferensi pers APBN kita, Selasa (26/9/2022).
Rencana cukai minuman berpemanis sebenarnya sudah masuk dalam APBN 2022. Akan tetapi, wacana itu urung dieksekusi mengingat kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya pasca pandemi Covid-19. Askolani menambahkan, implementasi cukai minuman berpemanis di tahun 2023 juga masih mempertimbangkan berbagai faktor, salah satunya kondisi ekonomi global.
Apabila cukai minuman berpemanis ini benar diterapkan, diperkirakan akan ada Rp1,5 triliun dana segar mengalir ke kantong pemerintah. Target angka itu muncul dalam Peraturan Presiden (perpres) 104/2021. Tahun sebelumnya, tepatnya bulan Februari 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengungkapkan, potensi penerimaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan bisa mencapai Rp 6,25 triliun.
Sumber : CNBC Indonesia, DDTC News, BBC.com
Penulis : Kenia Intan