Ajang musik tahunan Cherrypop kembali hadir di Yogyakarta. Promotor Swasembada Kreasi mengumumkan bahwa mereka akan menggelar festival ini di Lapangan Panahan Kenari tanggal 9-10 Agustus 2025. Total ada 58 band yang akan tampil dengan beragam genre.
Ada beberapa kategori artis yang akan tampil di Cherypop. Untuk Band Mitos terdiri dari The Monophones, Kornchonk Chaos, Dojihatori, dan Santet. Emerging OM Kacau Balau, The SKit, Loon, dan Colorcode. Lalu untuk ketegori popular ada Shaggydog, Barasuara, .Feast, Bernadya. Dan kolaborasi seperti FSTVLST X Angki Pu dan The Adams X Eko Nugroho.
Merekan akan tampil di empat panggung. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang menyuguhkan tiga panggung yaitu Cherry Stage, Nanaba Stage, dan Yayapa Stage. Kali ini Cherrypop menambah satu panggung tambahan dengan nama Chili Stage. Uniknya panggung ini hadir dengan konsep intimate gigs, tertutup, dan hanya berkapasitas 100 orang saja.
“Tahun ke-4 Cherrypop akan ada 4 stage dengan 58 penampil. Ada tambahan Chili Stage yang hanya berkapasitas 100 orang dengan sound yang lebih impresif, para penampil yang kami kurasi, dan konsep yang lebih intim,” kata Arsita Pinandita, Art Director Cherrypop, Jumat (1/9/2025) di Artotel Suites Bianti.

Cherrypop 2025 dan Gelanggang Musik
Seperti kebiasaan sebelumnya, Cherrypop menggandeng seniman untuk mereka ajak kerjasama. Kali ini ada Ardhira Putra yang mereka gandeng sebagai Commision Artist untuk meracik visual Cherrypop 2025.
Hasilnya, hadir visual gemerlap dan sarat simbol. Warna-warna menyala, ikon popkalcer, dan ragam tipografi urban berpadu dalam satu komposisi yang menyuratkan sebuah ikrar kebudayaan.
Ya, ikrar kebudayaan “Gelanggang Musik”. Tema ini yang mereka usung di Cherrypop 2025. Swasembada Kreasi terinspirasi dari Surat Pernyataan Gelanggang Tahun 1950, sebuah pernyataan dari Gelanggan Sastra dan Seniman Merdeka sebagai sikap terhadap arah kebudayaan indonesia pasca-kemerdekaan.

“Gelanggang” menjadi ruang bertemunya mereka yang percaya bahwa pop kalcer bukanlah konsumsi semata, melainkan cara hidup. Unsur ini meliputi visual art yang tumbuh dari skena bawah tanah hingga film yang lahir dari keresahan kota kecil.
“Di Gelanggang Musik, berbagai ekosistem kreatif saling bertemu dan tumbuh bersama. ini merupakan gelanggang bagi mereka yang menjadikan pop kalcer sebagai cara hidup. Musik menjadi pintu masuk bagi seni visual, fesyen, film, merchandise, desain, zine, hingga gerakan kolektif,” ucap Arsita Pinandita.
Penulis: Purnawan Setyo Adi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Merayakan Manifesto Jenny atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












