MOJOK.CO – Belakangan ini lagi ramai isu perpanjangan masa jabatan kepala desa. Tapi sebetulnya kamu tahu nggak berapa penghasilan atau gaji kepala desa selama ini?
Permintaan perpanjangan masa jabatan itu berawal dari adanya usulan revisi UU 6/2014 tentang Desa yang berniat mengubah masa jabatan kades dari enam tahun menjadi sembilan tahun dan dibatasi dua periode. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) tidak setuju dengan usulan itu karena dinilai tidak menguntungkan kades yang saat ini tengah menjabat di periode keduanya.
APDESI justru mengusulkan masa jabatan kades diubah menjadi sembilan tahun dengan maksimal tiga periode. Secara total, kades bisa menjabat hingga 27 tahun. Aturan sebelumnya menyebutkan, kepala desa bisa menjabat selama enam tahun dan paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut. Dengan kata lain, maksimal 18 tahun.
Dilansir dari berbagai sumber, Apdesi tidak memberikan alasan khusus terkait perubahan masa jabatan itu. Hanya saja, permintaan ini sontak mengundang komentar netizen dan berbagai pihak. Tidak sedikit yang kemudian berasumsi para kades hanya ingin jabatan lebih lama agar pendapatannya terus mengalir.
Gaji kepala desa
Nah, membahas gaji kepala desa, soal ini sudah diatur dalam PP 11/2019 tentang Perubahan Kedua atas PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 6/2014 tentang Desa. Pasal 81 menyebutkan, penghasilan tetap memang diberikan kepada kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya. Berikut rinciian penghasilannya:
- Kepala desa mengantongi paling sedikit Rp2,42 juta atau setara 120 persen gaji pokok PNS golongan II/a.
- Sekretaris desa berhak mendapat Rp2,22 juta atau setara 110 persen gaji pokok PNS golongan II/a.
- Perangkat desa lainnya digaji paling sedikit Rp2,2 juta atau setara 100 persen dari gaji pokok PNS golongan II/a.
Dana untuk penghasilan tetap itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD). Apabila ADD tidak mencukupi menggaji kades dan jajarannya, maka dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDes selain Dana Desa
Adapun alokasi yang bisa digunakan untuk mendanai penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya tidak boleh lebih dari 30 persen APBDes. Jumlah itu sudah termasuk tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa.
Tanah bengkok
Namun, dalam beleid itu juga dijelaskan, kepala desa dan jajarannya berhak mendapat tambahan tunjangan dari hasil pengelolaan tanah bengkok. Apa sih tanah bengkok ini? Melansir Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI), tanah bengkok didefinisikan sebagai tanah yang diterima (untuk diusahakan) sebagai pengganti gaji. Adapun untuk aturan lebih lanjut mengenai pengelolaan tanah bengkok berada di ranah Peraturan Bupati/Wali Kota yang tiap daerah beda-beda.
Ambil contoh pengelolaan tanah bengkok di Kabupaten Sleman. Perbup Sleman 7/2015 tentang Penghasilan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa dalam Pasal 5 disebutkan penghasilan tambahan kepala desa dan perangkatnya salah satunya dalam bentuk tanah bengkok/lungguh. Dalam beleid itu juga diatur perbandingan pembagiannya:
- Kepala Desa sebesar 7 (tujuh) bagian dari hasil pengelolaan tanah desa yang dialokasikan sebagai tanah bengkok/lungguh.
- Â Sekretaris Desa sebesar 5 (lima) bagian dari hasil pengelolaan tanah desa yang dialokasikan sebagai tanah bengkok/lungguh
- Â Perangkat Desa sebagai unsur pelaksana teknis sebesar 4 (empat) bagian dari hasil pengelolaan tanah desa yang dialokasikan sebagai tanah bengkok/lungguh
- Perangkat Desa dari unsur sekretariat desa yang membidangi urusan sebesar 4 (empat) bagian dari hasil pengelolaan tanah desa yang dialokasikan sebagai tanah bengkok/lungguh
- Perangkat Desa sebagai unsur pelaksana kewilayahan sebesar 2 (dua) bagian dari hasil pengelolaan tanah desa yang dialokasikan sebagai tanah bengkok/lungguh
Selain itu, kepala desa dan perangkat desa yang berstatus pegawai negeri dapat diberikan penghasilan tambahan sebesar 50 persen dari penghasilan tanah bengkok. Adapun terkait penghasilan tambahan mengenai kepala desa dan perangkat desa lebih lanjut diatur oleh peraturan desa masing-masing.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi