MOJOK.CO– Sejumlah wilayah di Indonesia terdampak hujan deras yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Melansir berita Antara, dalam kurun waktu 10-16 Oktober 2022, setidaknya terjadi 76 kali bencana hidrometeorologi basah. Bencana yang dimaksud adalah banjir, cuaca ekstrem, tanah longsor.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, dari 76 bencana yang terjadi, 36 di antaranya banjir, 23 fenomena cuaca ekstrem seperti puting beliung dan angin kencang, serta 17 tanah longsor di 56 kabupaten/kota di Indonesia.
Puluhan bencana yang terjadi dalam sepekan itu berdampak pada sekitar 70.800 warga. Sebanyak 13 orang meninggal dunia dan 10 orang terluka atau sakit.
Kepala Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, Dr. Muhammad Anggri Setiawan menjelaskan, tingginya curah hujan dalam beberapa waktu terakhir memang patut diwaspadai dengan serius untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.
Ia menjelaskan, pada periode ini Indonesia mengalami Triple Dip La Nina yang mengakibatkan musim hujan cenderung datang lebih awal. Oleh karenanya, kewaspadaan masyarakat yang tinggal di sisi hulu maupun perkotaan perlu ditingkatkan. Luapan sungai, banjir bandang, longsor, angin kencang senantiasa mengintai.
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir perlu memiliki skenario terburuk. Termasuk langkah kesiapsiagaan penyelamatan jiwa, khususnya bagi anggota keluarga yang rentan. Selain itu, masyarakat bisa melakukan upaya pengamanan dokumen dan selalu berkomunikasi dengan komunitas lingkungan sekitar dalam rangka pengurangan risiko.
Pemerintah juga perlu memperbaiki drainase dan pengerukan dasar sungai guna mengantisipasi banjir. Upaya ini seharusnya dilakukan jauh-jauh hari sebelum musim hujan datang.
“Pengerukan sungai, pembersihan drainase jangan dilakukan dalam kondisi siaga darurat seperti sekarang ini. Debit aliran sungai sedang tinggi saat ini. Hujan intensitas tinggi bisa turun deras sewaktu-waktu,” jelas dia seperti dikutip dalam ugm.ac.id.
Selain banjir, masyarakat yang tinggal di sekitar tebing perlu mewaspadai tanah longsor. Anggri bilang, untuk mencegah timbulnya korban, perlu ada edukasi, imbauan, dan deteksi dini daerah yang dianggap rawan longsor saat hujan lebat.
Setiap pemda seharusnya sudah memiliki pemahaman lokal, dokumen kajian risiko bencana, desa tangguh bencana, dan berbagai instrumen lainnya.
“Saatnya saling mengingatkan dan mengaktifkan semua komponen tersebut. Jangan sampai menunggu korban,” ungkap dia.
Anggri menekankan, semua pihak, baik pemangku kepentingan maupun masyarakat, sebenarnya memiliki tanggung jawab agar kondisi tidak memburuk.
“Bencana tanggung jawab semua pihak, seluruh satuan kerja pemerintah daerah yang dikoordinasi oleh BPBD harus mengaktifkan rencana kontingensi yang sudah disusun khususnya untuk tahapan siaga dan tanggap darurat,” tutup dia.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung Purwandono