Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Corak Waini

Kami Sarjana dan Kami Sopir dan Kami Bisa Ketemu Dian Sastro

Rusli Hariyanto oleh Rusli Hariyanto
19 Mei 2017
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

“Kenapa tidak memilih pekerjaan yang lain selain sopir, Nak?”

Demikian suatu ketika ayah saya bertanya, tapi sebelum saya jawab, perkenalkan nama saya Rusli. Rusli bin Nadin. Saya adalah sesuatu yang tidak penting, jadi kalian cukup tahu nama saya saja.

Alhamdulillah saya punya pekerjaan sekarang, tetapi pekerjaan saya sebenarnya juga tidak penting-penting amat, hanya menjadi sopir di kala senggang dan kemudian terkenal sebagai sopir yang tidak pernah lelah. Suatu ketika saya memutuskan bergabung ke dalam grup “Driver Ganteng”, sebuah grup WhatsApp berisi sopir-sopir saleh sekaligus kafir. “Kita sekarang sudah harus punya grup WhatsApp agar dimudahkan semua orderan dan informasi dalam berbagi tamu,” begitu kira-kira pada awalnya.

Saya senang, walaupun pada kenyataannya grup ini ternyata melampaui cita-cita penggagasnya. Jangankan kemudahan berbagi tamu atau mempermudah orderan, isinya kebanyakan hanya share gambar atau foto yang isinya hampir tiap hari sama. Dalam sehari chat-nya bisa 300 chat, tapi yang dibahas bukan orderan melainkan foto-foto hasil editan murahan yang kalau coba kita tukar dengan permen di warung pun tidak ada penjual yang mau.

Anggota kami hampir semua sarjana, kecuali dua orang itu, si Amin dan Alam, karena mereka masih skripsi. Ada juga Mas Edu, sarjana teknik yang sekarang menjadi sopir andalan Bupati Fakfak kalau berkunjung ke Jogja, atau Obay yang lulusan sekolah polisi dan kini dia jadi pengawal setia ketika kami mendapat tamu rombongan berpawai. Saya sendiri sarjana sastra yang hebat, punya banyak teman sastrawan dan penulis, kuliah sembilan tahun dengan kemampuan yang begitu wah tapi tetap saja menangis kalau ditolak dan tetap saja saya dicap sebagai sopir yang suka mengharapkan kata “Sudah kembaliannya buat kamu saja” dari tamu.

Sisanya sama saja, sarjana-sarjana gagal pada bidangnya dan kilah kami terkadang hanya satu, “Lah wong sopir kok butuh titel.” Jelas itu cuman alasan karena pada prinsipnya memang kami sebagai sarjana telah gagal mewujudkan cita-cita orang tua kami.

Lain di grup, lain lagi kalau kami sedang berkumpul di lokasi wisata yang mana banyak sopir bertemu. Kami akan berkompetisi dalam penguasaan obrolan, semacam siapa yang paling banyak omong dan didengar, dialah yang menang. Itu eksitensi kami jika berkumpul—bertukar pengalaman yang sebenarnya diragukan juga kebenarannya. Kemampuan kami berbual adalah salah satu andalan kami agar tamu senang dan terpukau, seakan-akan sebelum menemui penumpang kami harus minum oli atau minyak rem agar mulut kami lancar berbicara. Terus bayangkan saja ketika kami berkumpul seperti apa? Surga tidak ada.

Saya mulai bercerita pengalaman saya bersama sutradara terkenal Joko Anwar. Kala itu kami berdua menghadiri sebuah acara pembukaan film. Di saat istirahat saya dipanggil untuk ikut makan. Saya yang tadinya menjauh mendekat ketika dipanggil sehingga menggeser posisi pejabat Telkom yang datang sebagai pihak sponsor. Lah, terus apa istimewanya dipanggil Joko Anwar dan duduk di sampingnya? Biasa buat kalian, buat saya yang sopir itu luar biasa, sehingga tentu muncul bualan saya bahwa Joko Anwar suka sama saya.

Sopir lain tidak akan kalah dan tinggal diam mendengar cerita saya. Kali ini Amin yang bercerita tentang syuting AADC2 di Jogja ketika dia kebagian menjadi sopir Dian Sastrowardoyo.

Di saat mereka sedang break, Dian Sastro mengajak jalan-jalan Titi Kamal dan Adinia Wirasti dan mereka pun mengiyakan. Amin lalu dipanggil. Ia yang kala itu hendak buang air besar tentu kaget, tapi demi profesionalitas ia segera datang. Mereka berangkat bersama dengan perut Amin yang mulai melilit. Suara Titi Kamal yang sangat aktif Amin tidak lagi dengar, ia fokus pada perutnya yang mulai berisik.

Kesialan tidak disangka datang, Amin kurang hati-hati saat melewati lubang jalan. Mobil yang saat itu ramai menjadi tenang, Titi Kamal mulai gelisah dan menutup hidungnya. Amin segera salah tingkah, tak mungkin dia buka kaca jendela karena akan ada banyak pertanyaan. Tiba-tiba Titi Kamal berteriak,

“Uhhh, bauk apa sih ini, mobilnya enggak enak banget bauknya.”

Amin sedikit lagi pingsan.

“Lah terus, Min, si Dian Sastro ngapain, Min?” saya memotong bertanya penasaran

Iklan

“Ah, dia mah baik, Rus. Dia diam karena humble, beneran. Dia satu-satunya artis kala itu yang royal ngasih uang.”

Itulah cirinya, ketika sopir diperhatikan orang terkenal seakan sudah kenal lama dan pernah tidur bersama, ia jadi merasa berhak menilai.

“Iya, ini bau kentut.” Adinia mulai buka jendela.

‌Amin terdiam.

“Bukan ah, ini bau AC kok. Besok dibenerin, ya, Mas Amin,” Dian Sastro menyuruh.

Sesampainya di Ambarrukmo Plaza, sambil memberikan uang tip karena akan lama menunggu, Dian Sastro menatap Amin dengan tatapan menuduh sambil senyum. Amin menunduk dan kepada kami bercerita betapa baiknya Dian, luar dalam. Kali ini ceritanya saya percaya karena pada kenyataanya Amin selama 22 hari itu bersama Dian Sastro terus.

Kita sudahi Amin, kembali ke pekerjaan kami yang sopir. Sopir mempunyai status tertinggi di dalam mobil, siapa pun Anda. Baik bos, artis, bahkan presiden, ketika di dalam mobil Anda harusnya hormat karena Anda tidak akan pernah tahu kapan mobil akan ditabrakkan ke pohon asam oleh si sopir.

Jadi, mengingat pertanyaan ayah saya di atas kenapa saya memilih sopir sebagai pekerjaan, sesungguhnya sebaik-baik profesi ialah pekerjaan yang bisa menjadi sebuah kebanggaan bagi pelakunya. Bukan masalah uang apalagi sampai tertekan. Sopir adalah pekerjaan berani dan menantang nyawa, jadi salah besar kalau mantan wakil menteri itu sampai menggerutu tentang pekerjaan nyopirnya. Terlihat sekali dia hanya kutu di dunia persopiran. Hal sepele yang membuat kami ketika berkumpul menjadi hangat dan diakui itu sudah cukup menjadi alasan kebahagiaan kami yang sederhana.

Terakhir diperbarui pada 27 Mei 2017 oleh

Tags: aadc2adinia wirastiDian Sastrosarjanasopirtiti kamal
Rusli Hariyanto

Rusli Hariyanto

Sopir rental paling berbakat di Jogja. Madura swasta.

Artikel Terkait

Adik rela berkorban memupus mimpi kuliah dan jadi sarjana PTN gara-gara kakak sendiri MOJOK.CO
Ragam

Wong Liyo Ngerti Opo: Adik Korbankan Mimpi Kuliah PTN, Biar Kakak Saja yang Jadi Sarjana sementara Adik Urus Orang Tua

25 November 2025
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) nyaris drop out usai ibu tiada. MOJOK.CO
Kampus

Kisah Wisudawan UNJ Nyaris Drop Out Kuliah karena Fakta Mengejutkan dari Sang Ayah soal Ibu yang Sudah Tiada

3 November 2025
Kisah mahassiwa beasiswa KIP Kuliah Aliya Eka Lestiyanti, ibu meninggal kala ia masih berjuang, sampai akhirnya jadi harapan keluarga usai jadi sarjana cumlaude MOJOK.CO
Kampus

Ibu Meninggal kala Saya Masih Berjuang, Jadi Titik Terendah Hidup tapi Bangkit demi Jadi Sarjana Pertama Keluarga

3 November 2025
PTN, PTS.MOJOK.CO
Kampus

Sesal Pilih Kampus Negeri (PTN) dan Remehkan Kampus Swasta, Karena Sarjana PTS Bisa Direkrut Kerja Sebelum Lulus Kuliah

2 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.