Kalau mau buka data, ada puluhan, ratusan, dan bukan tidak mungkin ribuan buku yang mesti dicetak ulang. Lucu rasanya ketika kurikulum 2013 merekomendasikan banyak sekali buku yang mesti dibaca siswa dan guru, ternyata buku tersebut rata-rata terakhir cetak tahun 90-an. Mestinya, sebagai pedagang buku saya senang buku sastra dijejalkan dengan setengah hati ke buku pelajaran bahasa dan sastra, tapi jika buku-buku yang mesti dibaca itu hanya tersebar di “pasar gelap lapis tanah terdalam”, saya bisa apa?
Saya senang-senang saja ketika mendapat banyak telepon dari guru dan orang tua siswa, menanyakan buku ini-itu–yang mesti dibaca anak dan murid. Mereka dengan terbata-bata mengeja, misalnya, nama Misbach Yusa Biran, Bokor Hutasuhut. Setengah Sedih dan mengumpat saya hanya bisa mengelus dada. Dengan segera saya balas dengan tembakan perih sekaligus penuh amarah: buku-buku itu tidak dicetak ulang!
Sebagai pengantar obrolan, sebagai orang yang jarang mojok, maafkan narasi saya yang tak membuat Anda geli sedikit pun. Saya juga tidak sedang geli dan berniat bikin lelucon sebenarnya.
Baiklah, dari ribuan buku yang mestinya segera dicetak ulang tersebut, saya akan menyebut lima buku penting yang sudah krodit, kronis, mesti disegeraken untuk dicetak ulang, sebelum dunia perbukuan kita timpang dan goyang. Tadinya saya ingin menempatkan Tetralogi Pulau Buru dan seluruh Karya Pramoedya di urutan awal. Tanpa analisis apa pun, saya kira tidak berlebihan jika saya katakan, cukuplah buku-buku ini bermain di ranah pasar gelap, merajai tangga teratas seri bajakan terlaris sepanjang masa. Sekurang-kurangnya, kita akan senang jika Djarum Fondation terlibat pada proyek awal penerbitan ulang buku-buku sastra. Jadi, ayolah, Lentera Dipantara…
Setelah saya pikir lagi, ternyata ada yang lebih mendadak dan perlu didahulukan. Berikut merupakan buku yang mesti dipajang di rak buku Anda, beberapa perlu dibaca, beberapa yang lain mungkin cukup buat gaya-gayaan atau sekadar menyenangkan penulisnya belaka. Ini sudah mendesak, Sodara!
5. Novel-novel Lucah Enny Arrow
Saya kira ini buku wajib remaja Indonesia yang nama mereka boleh jadi saat ini tengah gilang-gemilang sebagai tokoh yang digilai para ABG. Jika kau remaja menjelang masa-masa robohnya Orde Baru, mestinya tahu ini buku. Jika kau tidak pernah mendengar, pura-pura tidak tahu, rasanya: sungguh terlalu. Di mana lagi kita dapat bacaan yang hangat sejak halaman pertama, dengan ilustrasi-ilustrasi yang menerbitkan liur.
Buku ini sempat membuat Muhidin M Dahlan tak bisa tidur bermalam-malam, menjadi bacaan wajibnya di saat sepi. Bahkan untuk sekelas pemuda kalem macam Puthut EA, cover buku ini tak pelak bisa masuk ke dalam dompetnya.
Buku Enny Arrow itu simbol pergaulan, Bung. Semacam berbagi rokok bagi anak-anak muda sekarang. Saya tidak tahu di mana buku ini bisa didapatkan dan berapa harganya di pasar gelap perbukuan. Kalau Anda punya koleksi, bagilah saya satu. Inilah sejenis buku ‘Pengobar Semangat’ yang saya rasa seorang Arman Dhani juga mesti mengakui keampuhannya.
Saya kira, jika dicetak ulang sekarang pun, buku ini akan tetap laris diburu, meski tak akan pernah masuk ke toko buku.
4. Seri Buku Pustaka Pujangga karya Nurel Javissyarqi.
Pustaka Pujangga menerbitkan belasan buku Nurel Javissyarqi, si pemilik penerbit tersebut. Buku-buku ini dicetak ketika penerbit alternatif mulai dikenal tahun-tahun 2004-2005. Nurel mendesain sendiri cover bukunya dengan konsep sablon, lalau mencetak sendiri. Yang gagah dari itu semua adalah ISBN-nya: Insya Allah diridhoi Allah Subhanawaataallah.
Inilah trend awal buku indie jauh sebelum Irwan Bajang mulai berpikir soal penerbitan indie.
Membaca esai-esai Nurel dalam buku ini kadangkala membuat kita tersesat ke ranah persilatan. Aku–liriknya seringkali menggunakan kata: Daku, dan Diri. Saya sarankan, jika Anda kurang paham kenapa saya memasukkan buku ini sebagai buku yang perlu diterbitkan, mulailah menyisir lapak dan beruntunglah Anda jika menemukannya.
3. Penyair (Itu) Bodoh, Dea Anugrah
Terbit tahun 2009, ketika penyairnya baru berusia 18 tahun. Kumpulan puisi ini bukanlah kumpulan sajak remaja malang dengan lirik cinta yang gagal. Ini merupakan buku prestesius-monumental dari seorang penyair muda-gagah yang baru saja menerbitkan buku puisi keduanya: Misa Arwah. Buku puisi ini disusun ketika emosi si penyair sedang sangat sempurna: baru mengenal bir, ciuman bibir pertama dan jago menggebrak meja—motif-motif esensial dalam kumpulan puisi imut-manis ini.
Saat itu belum banyak fans-fans alay yang menyertainya seperti sekarang. Anda tahulah efeknya jika buku ini dicetak saat si penyair dan cerpenis ini sedang dalam masa-masa purnanya seperti sekarang. Jika saja diizinkan, saya tanpa ragu-ragu akan mencetak 100 eksemplar dan menyediakan waktu setahun untuk mempromosikannya di jualbukusastra.com.
Buku ini sudah super langka di pasar, dan hanya sindikat tertentulah yang masih punya. Tahu berapa biji buku ini dicetak? Errr, mungkin sekitar 50 biji, separuhnya habis dibagi-bagi oleh penulis yang murah hati ini.
Jangan takjub dan terpesona dulu membaca kumpulan puisi Kepulangan Kelima karya penyair-cum-motivator bisnis, Irwan Bajang. Buku yang masuk 10 besar KLA itu memang punya bonus CD yang berisi musik dicampur teriakan-teriakan semi puitis penyairnya, layaknya lagu-lagu pop 80-an.
Anda perlu membaca Sketsa Senja yang lahirnya lebih berdarah dan dramatis.
Irwan Bajang tidak puitis belakangan saja. Jauh sebelum era ini, ketajaman diksi dicampur seleranya yang agak kidal dan suka warna merah itu telah menghasilkan sejumput puisi kritik sosial, kemarahan, dan kegarangannya, dalam antologi mungil yang dikerjakan sendiri dengan modal streples. Mirip-mirip buku terbitan Balai Pustaka awal.
Lihat saja judulnya: SKETSA SENJA! Sungguh monumental, sungguh luar biasa.
Dalam Kepulangan Kelima, saya rasa Irwan Bajang mulai kehilangan ketajaman intelegensia dan melempem. Puji-pujian yang dilontarkan Arman Dhani untuk kumpulan puisi terbaru ini rasanya kurang pada tempatnya. Apa sebab? Dhani belum membaca Sketsa Senja! Dhani menyebut bahwa Kepulangan Kelima memiliki rasa Pledoi Malin Kundang seperti penyair tak dikenal itu, saya kira Dhani alpa. Bakat puisi melankoli itu sudah bergelora sejak Sketsa Senja dituliskan. Di tengah lariknya yang sangar-garang, tersimpan ketersia-siaan seorang pemuda yang rindu kampung halaman.
Saya yakin, jika Dhani sempat membaca Sketsa Senja, tulisan-tulisannya yang sekarang akan jauh lebih tajam dan mengkilat dari yang sekarang.
Sketsa Senja adalah fenomena, sebuah catatan penyair yang turun ke jalan, orasi dan penikmat nasi tempe. Buku dengan desain cover asal-asalan ini adalah pembuka jalan Indie Book Corner yang Anda kenal sekarang. Bajang sangat meresapi puisi-puisi dalam buku ini sepenuh hati.
Kabar terbaru, buku ini menjadi santapan para kolektor buku langka tersebab posisinya sebagai karya cult.
1. Terbang Bersama Cinta, Muhidin M Dahlan
Jauh sebelum penulis ini tekun dengan riset-riset wownya, jauh sebelum buku Tuhan, Izinkan Aku Jadi Pelacur yang aneh tapi selalu dicetak ulang dan terus laku itu, jauh sebelum si penulis ini darahnya menjadi halal untuk ditumpahkan, Anda harus diantar ke sebuah masa yang teduh-permai dalam karya langkanya: Terbang Bersama Cinta. Kabarnya buku ini merupakan trilogi, dan sempat dicetak ulang beberapa kali.
Di buku ini, kutipan-kutipan gagah terpampang telanjang. Mulai dari Syaikh Al-Akbar Ibn ‘Arabi, Charles Kingsley, Hamka, hingga Aa Gym buka suara. Dalam buku ini bertebaran soal cinta, cinta dan cinta. Bacalah kutipan yang boleh Anda twit dari Gus Muh ini: “Pernikahan sesungguhnya merupakan pintu latihan bagi kita untuk mendamaikan dua poros..”
Ada puluhan petikan lain, jika Anda cukup jeli Anda bisa bikin kultwit dari buku keren ini. Dan yang terpenting, Anda bisa mendapatkan 9 wawasan spiritual yang memandu insan untuk menyingkap masa depannya, sekaligus memperbaiki energi kepribadian, serta selalu memperbaharui cara pandang terhadap realitas. Wawasan ini dikutip dari The Celestine Prophecy karya novelis spiritrual ternama, James Redfield.
So, di mana lagi kita bisa mendapatkan buku sepenting ini?