Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Kamu Tak Harus Membaca Seluruh Isi UU Cipta Kerja untuk Ikut Menolaknya

Haryo Setyo Wibowo oleh Haryo Setyo Wibowo
8 Oktober 2020
A A
cipta kerja
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Banyak orang menganggap kalau ingin menolak UU Cipta Kerja maka sudah seharusnya membaca seluruh isinya terlebih dahulu.

“Sok-sokan nolak sampai ikut demo segala, memangnya kamu sudah baca semua isi UU-nya?”

Pertanyaan miring dan menjengkelkan tersebut kerap dilontarkan kepada orang-orang yang menolak disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja. Sudahlah menjengkelkan, pertanyaan itu juga sering dijawab secara serampangan, “Sudah!” Sementara kita tahu pertanyaan tersebut sebenarnya sarat akan jebakan. Si penanya kebanyakan belum membaca juga. Pertanyaan tersebut sejatinya lebih sebagai pressure untuk menyerang psikologi lawan saja.

Pada kenyataannya, urusan menolak dan mendukung itu tak melulu soal sudah membaca atau belum.

Perlu diingat, belum atau malah tidak membaca itu bukanlah sebuah kesalahan atau bahkan dosa. Santri percaya pada apa yang dikatakan kyai, walau belum membaca. Mahasiswa mencerna apa yang disampaikan dosen, walau belum membaca. Presiden menandatangani suatu produk hukum, walau bel… eh, kalau ini pasti sudah membaca lah ya, nggak mungkin seorang presiden nggak baca dokumen yang ditandatanganinya, nggak mungkin banget. Iya, nggak mungkin.

Kata kuncinya satu: trust. Pokoknya sami’na wa atho’na.

Tanggung jawab tetap ada, tidak sekadar taklid tanpa memahami persoalan dasarnya dan sanggup berpikir. Itu saja. Sama halnya dalam persoalan omnibus law. UU “super” yang berusaha menyelaraskan 79 UU yang terdiri dari seribu pasal dan lebih dari 10 klaster tersebut. Awam hanya perlu menitipkan kepercayaan pada pihak yang dipercayainya. Apa keliru kalau buruh menaruh kepercayaan pada tempatnya berserikat? Apa salah menjadikan demo sebagai media untuk menyuarakan kepentingan mereka?

Bagi yang belum membaca produk hukum berisi lebih dari 900 halaman tersebut, tidak perlu risau dan ragu kalau memang punya niat menolak. Banyak ahli dari beragam keilmuan sudah membedahnya. Bahkan sejak RUU tersebut masih dalam bentuk naskah akademik.

Di Bulaksumur, dosen-dosen senior dari fakultas hukum menjadi motor usulan ke pemerintah untuk mencabut RUU tersebut bahkan sejak masih orok. Beberapa nama besar seperti Sigit Haryanto (dekan), Maria Sumardjono, Zainal Mochtar, Eddy Hiariej dan tokoh-tokoh lainnya ada di barisan penolak. Bukan hanya asal menolak, mereka telah menguliti RUU Cipta Kerja tersebut.

Alasannya sangat mendasar: cacat formil, kurang transparan, dan kurang melibatkan masyarakat atau minim aspirasi publik.

Secara khusus, Maria Sumardjono yang pakar hukum agraria itu menyorot investasi apa yang sebenarnya ingin disasar pemerintah? SDA? Tentu saja ini menjadi pertanyaan menarik, sebab kita tidak tahu pasti seberapa ekstraktif investor akan diberi kemudahan.

Siapa saja mereka? Mewakili kepentingan siapa? Bagaimana posisi masyarakat adat yang kerap kalah dengan korporasi? Berapa banyak lapangan kerja yang dibuka? Bagaimana aspek keberlanjutan lingkungan akan dikelola? Secara kasar, kita sudah bisa menebak bagaimana jawabannya.

Buat yang paham eksternalitas, tentu bakal langsung terpelatuk, njondil, mengapa banyak investor global mengkhawatirkan RUU tersebut? Alasanya ya karena mereka tidak mau disebut bagian dari kerusakan lingkungan. Sesederhana itu, tidak perlu berpikir kita dikontrol kepentingan asing.

Tidak ada yang keliru menjadikan Indonesia sebagai negeri tujuan investasi utama sebab itu akan membuat daya saing kita melonjak. Namun bagaimana sebenarnya aspek kelembagaan kita?

Iklan

Berbeda dengan fakultas hukum, di fakultas ekonomi, hanya ada segelintir yang tidak setuju dengan omnibus law. Entahlah, bisa jadi ini karena silabus yang digunakan di sana memang cenderung prokapitalisme. Tetapi dari yang segelintir itu, muncul Rimawan Pradiptyo, kepala departemen ilmu ekonomi, yang secara telak menyebut bahwa solusi yang ditawarkan RUU Cilaka tidak menjawab masalah yang dimunculkan dalam naskah akademiknya; korupsi tinggi, daya saing di bawah Thailand dan Malaysia, FDI rendah, dan perizinan rumit.

Mengapa menurut Rimawan semua kemudahan investasi yang ditawarkan dalam RUU Cipta Kerja tidak akan sebaik jika perbaikan aspek kelembagaan (KPK, BI, OJK, Kementerian-kementerian) diperbaiki? Karena tidak ada negara maju yang korupsinya tinggi. Tidak ada negara maju yang tidak mengatur sistem insentif yang rasional dan manusiawi. Sementara yang ditawarkan dalam RUU tersebut fokus pada upaya menarik investasi.

Terpenting, kita baru menghadapi pandemi. Sudah selayaknya semua sumberdaya dialokasikan untuk penanganannya. Omnibus law, sejak awal dibidani tujuannya, sama sekali bukan dimaksudkan untuk mengatasi pandemi. Cara mengesahkannya pun terbilang lancung.

Sekarang, untuk menyikapinya saja, oleh para bucin pro-omnibus law kita disuruh baca 900 halaman dulu. Macam orang lupa dirinya itu siapa. Sudah tahu peringkat literasi Indonesia berada di peringkat 60 dari 61. Wong orang mau menyempatkan diri buat baca terms and conditions yang cuma beberapa halaman saat men-download aplikasi saja itu sudah sangat luar biasa, je.

Mbok ya kita ini sadar diri. Paham kearifan lokal. Ini Indonesia. Sekali lagi, I-N-D-O-N-E-S-I-A. Dan kita ada di dalamnya. Kalau ada kekurangan, apa susahnya memperbaiki bersama? Baca bersama saja, jangan malah nyuruh baca padahal dirinya juga belum tentu baca.

Bahkan tulisan pendek ini pun belum tentu dibaca sampai tuntas. Bahkan bisa jadi cuma dibaca judulnya saja. Atau bahkan malah nggak dibaca sama sekali. Gitu kok berani-beraninya nyuruh orang baca dokumen 900 halaman.

BACA JUGA Jokowi Bukan Atta Halilintar, Marahnya ke Menteri Tak Perlu Jadi Konten dan Diumbar-umbar dan artikel Haryo Setyo lainnya.

Terakhir diperbarui pada 14 Agustus 2021 oleh

Tags: Cipta Kerjaomnibus law
Haryo Setyo Wibowo

Haryo Setyo Wibowo

Artikel Terkait

Esai

DPR Nggak Salah, Ekspektasi Rakyat Aja yang Ketinggian

14 Desember 2021
Menteri Indonesia Sibuk Terlihat Bekerja, Rakyat Lelah Terlihat Baik-baik Saja MOJOK.CO
Esai

Menteri Indonesia Sibuk Terlihat Bekerja, Rakyat Lelah Terlihat Baik-baik Saja

7 Desember 2021
jokowi dan kopassus mojok.co
Pojokan

Ada Rakyat Ogah Vaksin Itu Bisa Aja karena Tak Percaya Pemerintahan Jokowi Lagi

2 Agustus 2021
Dari Revisi UU ITE Kok Jadinya Pedoman Interpretasi? Nah Kan Kena Prank Jokowi Lagi
Esai

Dari Revisi UU ITE Kok Jadinya Pedoman Interpretasi? Nah Kan Kena Prank Jokowi Lagi

19 Februari 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

borobudur.MOJOK.CO

Borobudur Moon Hadirkan Indonesia Keroncong Festival 2025, Rayakan Serenade Nusantara di Candi Borobudur

15 Desember 2025
Gedung Sarekat Islam, saksi sejarah dan merwah Semarang sebagai Kota Pergerakan MOJOK.CO

Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

20 Desember 2025
Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Kegigihan bocah 11 tahun dalam kejuaraan panahan di Kudus MOJOK.CO

Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

16 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.