MOJOK.CO – Saat ini, Temanggung belum membutuhkan jalan tol, stasiun/rel kereta baru, atau bahkan bandara. Rakyat lebih butuh universitas dan pendidikan yang layak.
Sejak Proyek Strategis Nasional (PSN) meluncur pada 2016, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, bandara, hingga stasiun/rel kereta api jadi masif sekali. Tujuan mempermudah akses hingga meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan daerah menjadi tajuk utama.
Masifnya pembangunan santer terdengar sampai Temanggung. Bikin saya jadi makin sering ketemu pertanyaan: “Kapan Temanggung punya jalan tol, stasiun kereta api, atau bandara?”
Kadang saya bisa merasakan rasa iri kepada daerah lain dari pertanyaan itu. Memang, daerah seperti Jogja, Solo, atau Semarang memiliki akses transportasi yang lengkap. Temanggung? Jangankan bandara, lha wong rel kereta api dan jalan tol saat ini saja tidak punya.
Belakangan memang ada proyek tol Jogja-Solo yang melintasi berbagai daerah. Tapi Temanggung ternyata hanya akan menjadi exit tol Jogja-Solo saja, persisnya di Pringsurat. Alias jalan tol belum akan menjamah daerah kelahiran saya tercinta ini.
Lalu, soal rel kereta api. Bagi yang belum tahu, Temanggung itu dulunya pernah memiliki rel kereta api. Kamu bisa menemukan sisa bekas stasiun di Banyuurip. Ada juga bekas stasiun yang lokasinya di Parakan. Tapi itu dulu, tepatnya jalur kereta api di masa kolonial Belanda. Pada 1973 pemerintah menutup stasiun tersebut dan sampai saat ini, PT KAI belum ada rencana mengaktifkan kembali.
Temanggung tidak butuh rel kereta api dan jalan tol
Lantas muncul pertanyaan, apakah Temanggung perlu menghidupkan rel kereta api lagi atau membangun jalan tol? Saya, dengan kesadaran penuh, akan mengatakan: TIDAK!
Saya tidak menentang pembangunan jika itu memang baik adanya dan sesuai kebutuhan rakyat. Namun, menurut saya, rakyat Temanggung masih belum membutuhkan itu semua. Jika kamu melihat peta, akses dari dan ke Temanggung itu masih relatif mudah dan cepat.
Malahan saya kira jalan tol atau stasiun/rel kereta api justru akan merugikan rakyat. Kenapa begitu? Ya karena masyarakat sekitar bisa menjadi korban penggusuran akibat pembangunan itu.
Saya contohkan yang stasiun/rel kereta api. Kalau misal PT KAI menghidupkan lagi jalur yang sudah mati, permukiman warga sudah pasti akan kena gusur, seperti misal warga di Banyuurip.
Kalau mau mencari jalur alternatif susah juga. Mau dilewatkan mana coba? Belum lagi Magelang juga harus ikut membangun jalur baru supaya efektif.
Dampak ekonomi
Itu baru sisi sosialnya ya, belum dari sisi ekonomi. Sudah pasti membangun jalan tol atau stasiun/rel kereta api membutuhkan biayanya besar. Biaya sudah besar, masyarakat bisa rugi karena penggusuran. Sudah begitu, bangunan yang berdiri tidak terlalu berpengaruh kepada ekonomi masyarakat sekitar. Apa tidak sia-sia?
Selain itu, meski sudah punya jalan tol, Temanggung masih akan menjadi “tempat lewat saja”. Mau kita akui atau tidak, kalau mau wisata, orang pasti akan memilih ke Jogja atau Solo.
Sekali lagi, saya tidak anti dengan yang namanya pembangunan. Tidak menolak pembangunan infrastruktur di Temanggung. Tapi, sekali lagi, masyarakat belum membutuhkan itu semua.
Malahan saya berpikir, ketimbang membangun jalan tol atau stasiun/rel kereta api, lebih baik pemerintah membangun universitas. Sebab inilah yang jauh lebih penting dan masuk akal untuk dibangun saat ini.
Temanggung butuh universitas
Bagi yang belum tahu, sampai hari ini, Temanggung belum punya universitas. Kalau kampus memang ada. Tapi, bentuknya masih akademi, sekolah tinggi, dan institut.
Memang ada Universitas Tidar. Tapi mohon maaf, lahan yang dipakai itu digunakan bukan layaknya kampus pada umumnya, melainkan untuk lahan pengembangan wisata.
Jadi, sampai di sini sangat valid kalau Temanggung memang belum memiliki universitas. Padahal universitas itu sangat penting untuk sebuah daerah. Magelang saja punya universitas. Wonosobo juga punya. Kenapa Temanggung malah justru tertinggal dari daerah itu?
“Kan sudah ada institut, ngapain mesti ada universitas?” Kalau ada pertanyaan semacam itu, bagi yang belum tahu, universitas itu menyediakan rumpun ilmu yang beragam daripada institut. Praktisnya, ada banyak program studi/fakultas yang ada di universitas. Tentu lebih banyak mahasiswa yang ada di situ.
Universitas bisa menghidupkan sebuah daerah
Universitas punya kekuatan untuk membuat suatu daerah jadi lebih hidup. Saya kasih contoh seperti di Jogja, Solo, Semarang misalnya.
Adalah mahasiswa yang juga punya andil menghidupkan kota-kota besar itu. Tidak sedikit elemen anak muda dari universitas yang membangun komunitas atau lembaga. Mereka menghidupi banyak hal. Mulai dari menjaga kemampuan berpikir yang lebih matang hingga menguntungkan warga sekitar.
Misalnya dari sewa kos dan kontrakan. Lalu muncul juga beragam warung makan, pusat hiburan, hingga menghidupkan UMKM lokal. Itu pasti akan sangat membantu masyarakat sekitar, khususnya di Temanggung. Lagian tidak perlu pakai riset untuk tahu bahwa membangun universitas jauh lebih murah dibanding membangun jalan tol, stasiun/rel kereta api, atau bandara.
Anak muda Temanggung butuh pendidikan tinggi
Manfaat lain mengenai pembangunan universitas juga sangat banyak. Minat masyarakat untuk kuliah saya kira akan meningkat. Sebab, data 2020-2023 menunjukan bahwa masyarakat Temanggung yang meneruskan ke jenjang perkuliahan sangat sedikit.
Tentu ada banyak faktor yang menjadi sebab. Salah satunya adalah masalah ekonomi. Khususnya biaya untuk merantau.
Saya kasih contoh diri saya sendiri. Dulu, orang tua saya perlu mengeluarkan uang sekitar Rp1,5 juta setiap bulannya. Uang itu menjadi biaya makan dan tempat tinggal untuk saya saat kuliah.
Itu baru persoalan biaya hidup ya, belum masuk uang SPP/UKT dan lain-lain. Nah, kalau ada universitas di Temanggung, lalu masyarakat kuliah di situ, mereka tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang makan dan uang tempat tinggal.
Dari sisi sosial, keberadaan universitas juga memberi dampak positif. Anak muda pasti tergugah untuk tetap bertahan. Kamu harus tahu bahwa banyak orang tua ingin anaknya tetap kerja bahkan menikah di Temanggung. Tapi sayangnya, mereka memilih untuk merantau sehabis perkuliahan, termasuk saya sendiri, yang memilih untuk bekerja di Jogja setelah lulus.
Dampak positif secara jangka panjang
Bukan saya tidak mau pulang kampung. Tapi, saya terlanjur punya modal sosial lebih banyak di Jogja. Terlebih lagi banyak skill untuk mencari uang yang lebih berguna jika saya menetap di kota gudeg ini.
Saat ini, prospek bekerja di Temanggung cukup terbatas. Kalau tidak jadi pekerja pabrik, guru, UMKM, PNS, ya jadi petani/buruh tani. Pekerja sektor kreatif seperti saya ini masih sedikit prospeknya. Hal itu saya yakin juga turut dialami oleh perantau lainnya.
Lain cerita kalau ada banyak universitas. Banyaknya universitas ini akan membuat masyarakat mau membangun modal sosialnya di tempat di mana mereka menuntut ilmu.
Inilah yang akan mempertahankan mereka menetap di sana. Karena kita bisa berjejaring dengan banyak orang baru. Mereka bisa membentuk atau komunitas atau lembaga lalu kemudian belajar dan berkembang bersama-sama. Inilah yang nantinya akan menghidupkan Temanggung.
Kalau semua itu terjadi, besar kemungkinan akan meningkat soft skill anak muda yang menjadi masa depan Temanggung. Sejauh yang saya tahu, dunia pekerjaan cukup mempertimbangkan soft skill calon karyawannya. Soft skill inilah yang akan didapat ketika bergabung di suatu lembaga atau komunitas yang biasanya berasal dari kampus.
Jadi, sepertinya sudah cukup bukti kuat bagaimana pentingnya universitas di Temanggung. Hal ini juga akan menjawab keresahan anak muda yang komplain soal, “Kenapa sih Temanggung kok gini-gini aja? Nggak berkembang!”
Nah saya pikir, salah satu jawabannya adalah dengan membangun universitas. Pendidikan yang baik akan menjadi bekal kematangan anak muda. Dan, anak muda yang matang, baik jiwa dan raga, akan menjadi mesin perkembangan positif sebuah daerah.
Penulis: Khoirul Atfifudin
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kabupaten Temanggung Tampak Begitu Nyaman, namun Menyimpan Banyak Persoalan dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.