MOJOK.CO – Ada beberapa peristiwa 65 yang tidak mungkin masuk ke dalam buku sejarah. Cerita yang konyol sekaligus getir ini berpusat kepada Jopie Lasut.
“Jop, sekarang waktunya kita bergerak dan bertindak. Situasi revolusioner yang telah lama kita tunggu sudah tiba. Delegasi mahasiswa UI kemarin sudah bergerak ke Sekneg dan diterima Chaerul Saleh. Mereka tidak puas, dan hari ini mereka mulai dengan aksi corat-coret di Salemba, Jalan Thamrin, dan Hotel Indonesia,” kata Soe Hok Gie yang mengunjungi rumah Jopie Lasut.
Kepada Jopie juga, Hok Gie menyatakan akan membentuk presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) bayangan. Tujuannya, pertama, karena presidium KAMI ketika itu, seperti Cosmas Batubara dan Mar’ie Muhammad dianggap masih “loyal” pada Sukarno.
Menurut mereka, di sekitar peristiwa 65, adalah orang-orang di sekitar Sukarno yang nggak becus. Kedua, perlu membentuk presidium KAMI bayangan untuk mengantisipasi bila presidium KAMI kena ciduk.
Atas bantuan beberapa perwira muda militer, rencana Hok Gie dan Jopie berjalan lancar. Mayor Sukisman, Mayor Abu Ismojo, Brigjen Yoga Sugama, dan Mayjen Suwarto membantu rencana Hok Gie dan Jopie. Bentuk bantuannya berupa poster dan pamflet anti-Sukarno. Mereka menempelkan poster dan pamflet tersebut di beberapa titik.
Hok Gie bahkan mendapat sebuah pistol Colt. 45. Dia selalu membawa pistol itu di dalam ranselnya. Sekitar peristiwa 65 itu, Jopie sering bercanda kalau Colt .45 itu lebih berat dari tubuh Hok Gie yang sangat kurus ketika itu. Maklum, dia sangat sibuk mengatur gerakan.
Sedikit soal Jopie Lasut
Mendiang Jopie Lasut adalah keturunan dari pendiri Kota Manado, Dotu Lolong Lasut atau dikenal sebagai Ruru Ares Lasut. Dia pernah menjadi bagian dari gerakan Perjuangan Rakyat Semesta (PERMESTA) pimpinan Letkol. Ventje Sumual di Sulawesi Utara. Kehidupannya terbentang sejak masa perubahan politik paling berdarah di Indonesia, peristiwa 65 dan epilog-epilognya, hingga masa reformasi. Jopie Lasut, wartawan dan aktivis senior itu wafat pada bulan September 2018.
Usai PERMESTA, Jopie ke Jakarta dan menjadi wartawan koran Sinar Harapan. Saat itu, Aristides Katoppo (Tides) memimpin koran tersebut. Tides adalah pendaki gunung yang juga bersahabat dengan Soe Hok Gie.
Saat itu, Sinar Harapan memiliki tiga reporter “sinting” karena keberaniannya dalam melakukan investigasi di sekitar peristiwa 65. Mereka adalah Jopie Lasut, Gandjar Ijas, dan Daud Sinjal.
Jus Soema, wartawan senior Indonesia Raya, pernah bercerita lewat Pradja. Katanya, Tides Katoppo sebagai redaktur itu pintar. Dia tidak akan memberikan tugas reportase pada hanya satu reporter saja. Apalagi dari ketiga wartawan andalannya itu. Jadi, Tides akan meminta ke masing-masing mereka untuk melakukan investigasi satu kasus. Yang investigasinya terbaik akan dimuat.
Baca halaman selanjutnya: Berbagai peristiwa yang tidak ada di buku sejarah.