Tadinya saya berkeyakinan, bahwa insiden Setya Novanto-Fadli Zon-Donald Trump adalah titik puncak ke-wagu-an dan ke-asu-an khasanah politik tanah air. Namun ternyata, keyakinan saya akhirnya harus runtuh.
Setya Novanto mantap menjawab “Yes! Highly.” Ketika ditanya “Do they like me in Indonesia?” oleh Donald Trump. Kali lain, giliran Fadli Zon yang untuk gigi dengan memamerkan senyum Pepsodent-nya saat berselfie ria dengan mbak-mbak blonde pendukung Donald Trump.
Memang masih ada yang lebih wagu?
Adalah Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri, yang telah membuat keyakinan saya akan insiden tadi runtuh berkalang tanah. Lha betapa tidak, duo pemimpin Lampung ini menghebohkan jagad perpolitikan Indonesia karena berani menggugat rakyatnya sendiri senilai 50 miliar.
Seperti yang diberitakan di Metrotvnews.com, Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri, menggugat balik perwakilan rakyat Lampung yang menggugatnya dengan meminta ganti rugi materiil dan imateriil masing-masing senilai Rp25 miliar atau total Rp50 miliar.
Ini jelas sebuah tragedi politik yang sangat lucu (lagi wagu dan asu, tentunya). Bisa-bisanya seorang pemimpin menggugat warganya sendiri? Benar-benar raja tega. Wong Haji Muhidin yang sebegitu nyebelinnya saja belum tentu tega menggugat Rumana, je.
Kalau memang ndak mau digugat, lha mbok sedari awal ndak usah nyalon. Bagi seorang pemimpin, jangankan dituntut, lha wong ditipu sama rakyat sendiri saja harus ikhlas dan nrimo.
Pada dasarnya, yang namanya pemimpin itu kan harusnya punya tiga aji-aji, yaitu Rumongso, Lilo, dan Legowo. Rumongso, sadar diri akan kekurangan dan segala keterbatasannya dalam memimpin. Lilo, rela jika dicurhati dan dituntut oleh rakyat sendiri. Legowo, besar hati kalau memang harus turun dari tahta kepemimpinan.
Lha kalau baru dituntut rakyat saja sudah gerah dan malah ganti menyerang balik, gimana rakyat mau simpati? Ini rakyat, Bung, bukan Chelsea… tidak butuh serangan balik.
Kemarin-kemarin, Ketua dan Wakil Ketua DPR bikin geger dengan insiden selfie saat berkunjung ke Amerika sana, tak berselang lama, Anggota DPRD Riau sibuk “dolan” ke Norwegia saat jutaan rakyatnya berjuang melawan kabut asap, sekarang giliran Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung yang bikin sensasi dengan menggugat rakyatnya sendiri. Aduduuuh, besok apa lagi?
Entah mengapa, bayangan saya tentang Indonesia kok jadi agak mblabur kalau harus ingat sepak terjang pejabat-pejabat kita tadi. Bah!
Tapi ya mau bagaimana lagi, lha wong sudah kejadian, anggap saja sebagai salah satu ke-khas-an dunia politik kita. Lagipula, sejujurnya, kadang kita memang membutuhkan politisi-politisi wagu macam nama-nama tadi. Karena di pundak merekalah kenyentrikan dan ketidakwarasan akan tetap dijunjung tinggi sebagaimana mestinya.
Ingat, mau jijik bagaimanapun juga, cacing tetaplah diperlukan, karena ia menjadi salah satu bagian yang menjaga keseimbangan ekosistem.
Seperti halnya anak TK yang hobi mewarnai, para politisi tanggung tadi juga ikut ambil peran yang vital dalam mewarnai Indonesia, sungguhpun hanya dengan warna-warna yang pucat lagi nge-dof. Huft.
Tapi tolong ya, pembaca yang budiman, sesebel-sebelnya sampeyan sama Fadli Zon cs, jangan sekali-kali menghujat mereka dengan makian yang menyakitkan seperti “Fadli Zon Goblok!”, “Setyo Novanto Pekok!”, dan lain sebagainya, karena resikonya besar, sampeyan bisa kena pidana. Minimal pidana “pencemaran nama baik”, maksimal pidana “membocorkan rahasia negara”.