Prabowo Subianto melalui adiknya, Hashim Djojohadikusumo, menemui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta Kamis 26 Oktober. Hashim bilang ke media massa, dia membawa usulan program untuk pelajar kurang mampu di Jakarta. Katanya, “Saya sampaikan beberapa hal dan beliau sudah setuju terhadap program tambahan makanan untuk pelajar sekolah. Ini adalah program dari Pak Prabowo, Revolusi Putih.”
Program Revolusi Putih sebetulnya sudah dijalankan Gerindra sejak 2009, namun tidak terdengar gaungnya. Bentuknya adalah membagi-bagikan susu gratis untuk siswa-siswa sekolah dengan tujuan peningkatan gizi. Dibilang Revolusi Putih karena dinspirasi dari warna susu.
Sudah saya duga, karena ini menyangkut strategi ketahanan pangan (food security) pemerintah, maka ide Prabowo ini pasti akan langsung ditanggapi oleh pemerintah pusat. Selain itu, apa-apa yang dilakukan Jakarta juga pasti bergaung secara nasional—apalagi liputan media massa tentang gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta hanya kalah intensitas dari berbagai berita tentang Presiden RI.
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek langsung angkat bicara Kamis itu juga. Ada problem soal pasokan susu, katanya. Kebutuhan nasional per tahun itu 3,3 juta ton, pasokan hasil produksi dalam negeri cuma 690 ribu ton (21%) sehingga kekurangannya sebesar 2,6 juta ton (79%) harus diimpor.
Jadi, Nila berpendapat, mencukupi gizi anak-anak di Indonesia tidak harus melalui susu. Ada makanan lain yang memiliki gizi sama dengan susu, tetapi pasokannya jauh lebih berlimpah untuk mencukupi kebutuhan seluruh anak di Indonesia, yaitu ikan. Ini mengapa perlu ada modifikasi atau pendekatan berbeda dari Revolusi Putih yang ditawarkan Gerindra.
Pertanyaannya memang, kenapa harus susu yang pasokannya tidak bisa memenuhi kebutuhan domestik? Apakah ada kepentingan tertentu di balik pilihan komoditas susu?
***
Gagasan program makanan untuk anak-anak yang status sosial-ekonomi keluarganya berada di bawah garis kemiskinan seperti Revolusi Putih sudah sangat lama diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat di bawah United States Department of Agriculture (USDA). Ada yang namanya School Breakfast Program, ada yang namanya School Lunch Program, selain Summer Food Service Program, Supplemental Nutrition Assistance Program, dan Child and Adult Care Food Program.
School Breakfast Program dimulai tahun 1966, tetapi pada tahun 1969 diadopsi oleh Black Panther Party (BPP), suatu gerakan nasionalis dan sosialis kaum kulit hitam yang didirikan oleh Bobby Seale and Huey Newton. Kedua tokoh ini memanfaatkan keterbatasan jangkauan program makan gratis dari pemerintah tersebut di kalangan masyarakat kulit hitam. Dengan kata lain, terdapat suatu kesenjangan yang membuka peluang bagi politik populisme melalui program mereka sendiri yang dinamakan Free Breakfast for Children (FBC).
Kita perlu ingat kembali, 1960-an memang dekade pergolakan ras kulit hitam di Amerika Serikat. Situasinya bisa digambarkan begini: the black population was concentrated in poor “urban ghettos” with high unemployment, and substandard housing, mostly excluded from political representation, top universities, and the middle class (Bloom & Martin, 2013).
Pada pertengahan dekade itu, muncul yang disebut Black Power ferment di kalangan anak-anak muda kulit hitam. Mereka bangkit didasari pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh berbagai gerakan hak sipil yang sifatnya non-violent ketika itu, “How would black people in America win not only formal citizenship rights, but actual economic and political power?”
Sudah nonton film Detroit garapan Kathryn Bigelow yang rilis Agustus tahun ini dan sudah diputar di berbagai bioskop di Indonesia?
Kerusuhan Detroit di tahun 1967 yang menjadi setting film itu sebetulnya hanya bagian dari suatu peristiwa berskala nasional yang dikenal dengan istilah Long Hot Summer of 1967, yaitu kerusuhan berbau rasialis yang melanda kota-kota di Amerika pada tahun itu. Pada bulan Juni kerusuhan terjadi di Atlanta, Boston, Cincinnati, Buffalo Tampa. Lalu di bulan Juli terjadi di Birmingham, Chicago, New York, Milwaukee, Minneapolis, New Britain, Rochester, dan Plainfield.
Kerusuhan di Detroit, yang bermula di 12th Street itu, adalah salah satu yang terburuk dilihat dari dampak kerusakannya: 43 korban jiwa, 1.189 luka-luka, lebih dari 7.200 orang ditahan, lebih dari 2.000 bangunan hancur.
Inilah gambaran suasana Amerika Serikat yang menjadi momentum berkembangnya Black Panther Party. Gerakan persamaan hak-hak sipil yang tadinya non-violent berubah menjadi kekerasan di mana-mana. Tahun 1968 menjadi turning point dengan dibunuhnya tokoh persamaan hak-hak sipil Martin Luther King, Jr. dan Senator Robert F. Kennedy yang juga dikenal sebagai proponen persamaan hak.
***
Sejak 1967, Black Panther Party menjadi perhatian serius Direktur FBI J. Edgar Hoover. Selain keberhasilan mereka menggalang sentimen radikal di kalangan kaum kulit hitam, salah satu program mereka yang menjadi sorotan adalah program Free Breakfast for Children itu.
Pada akhir 1969, melalui program FBC, BPP setiap harinya melayani sarapan gratis—meliputi menu susu, bacon, telur, toast—kepada 20 ribu anak di 19 kota serta 23 afiliasi lokal (local affiliates). Seperti halnya Prabowo, BPP percaya pentingnya suatu proses pendidikan di mana anak-anak datang belajar dalam keadaan siap.
Program FBC pada kenyataannya sukses menelanjangi keterbatasan pemerintah dalam mengatasi kesenjangan kemiskinan sekaligus menunjukkan kemampuan BPP yang lebih efektif dalam mengorganisasikan keperluan pangan dasar bagi anak-anak miskin. Gara-gara FBC, media massa Amerika diramaikan headlines yang sebelumnya jarang menjadi isu: kelaparan dan kemiskinan.
Tidak hanya program FBC yang dilaksanakan oleh BPP. Ada sekitar 60 program sosial lainnya juga digagas, yang kemudian pada tahun 1971 mereka namakan Survival Programs. Kenapa pakai kata “survival”? Itu berhubungan dengan slogan para anggota BPP, “survival pending revolution.”
Jadi memang ada suatu revolusi yang sedang mereka cita-citakan.
Program lainnya di bidang kesehatan juga menunjukkan jiwa radikal BPP, namanya Medical Self-defense, di mana mereka memiliki klinik dan ambulans sendiri.
Dan Bobby Seale, pendiri BPP, menunjukkan dengan jelas kepada siapa populismenya sedang berbicara: “There are millions of people who are living below subsistence; welfare mothers, poor white people, Mexican-Americans, Chicano peoples, Latinos, and black people.”
Dari pernyataan itu jelas sekali BPP berpotensi menjadi pelopor cross-racial or multiracial revolutionary movement.
***
Maka J. Edgar Hoover segera memahami situasinya. Ia kemudian menuduh Black Panthers sebagai kelompok penyebar kebencian dan program sarapan gratis sebagai aksi pembangkangan sipil.
Pada September 1968, Hoover menekankan kepada publik Amerika Serikat bahwa BPP adalah ancaman terbesar keamanan dalam negeri. Memo Hoover kepada seluruh kantor FBI menjelaskan pikirannya.
“The Free Breakfast for Children (FBC) program promotes at least tacit support for the Black Panther Party (BPP) among naive individuals and, what is more distressing, it provides the BPP with a ready audience composed of highly impressionable youths. Consequently, the FBC represents the best and most influential activity going for the BPP and, as such, is potentially the greatest threat to efforts by authorities to neutralize the BPP and destroy what it stands for.”
Dan Hoover segera mengeksekusi COINTELPRO (counter intelligence program) yang tujuannya adalah menetralisir (melemahkan?) citra BPP, terutama program FBC yang paling memiliki pengaruh di masyarakat. Selain berbagai multisarana dan operasi lintas sektoral, seperti proxy, propaganda, antara lain juga diterapkan standardisasi nutrisi serta penerapan lisensi-lisensi untuk menjamin kualitas.
Dengan cara ini secara bertahap program FBC diintegrasikan ke dalam domain pemerintah karena wajib patuh dengan syarat maupun standar pemerintah. Pengaruh BPP sendiri pada paruh pertama dekade 1970-an sudah jauh berkurang, sekalipun mereka masih aktif sampai 1982. Silakan pelajari sendiri bagaimana COINTELPRO dari FBI terhadap BPP dilakukan, sudah declassified dan materinya banyak di internet.
Jadi, apakah ide Revolusi Putih diilhami FBC dan BPP? Bisa jadi.