MOJOK.CO – Kuliner Surabaya bagi orang luar kota mungkin biasa aja kecuali satu: urusan sambel. Tiap pengkolan selalu ada warung dengan sambel juara.
Memang benar kata orang, pacaran bisa memperkaya wawasan kuliner Anda. Makan bareng merupakan salah satu kegiatan pokok dalam menjalin hubungan.
Buat saya, makan enak lebih penting daripada nonton film, perayaan anniversary atau di-tag di Instastory. Semakin enak makanannya, semakin menyenangkan kencannya.
Kalau ingatan bisa dimodifikasi seperti di Eternal Sunshine of a Spotless Mind, kayaknya saya ngga bakalan mau memori saya dihapus. Beberapa hubungan yang sudah berlalu memperkenalkan saya dengan tempat kuliner Surabaya yang bikin saya kangen ketika lagi di luar kota.
Harumnya tumisan bawang putih di tukang nasi goreng dekat PMI Kayoon, aroma nangka yang menyeruak di dalam semangkuk es teler bakso Tanjung Anom atau kotak Styrofoam berisi ikan-ikan segar di Ikan Bakar Madu Mengare, Tidar.
Pengalaman gastronomi ini tidak layak untuk dihapus. Apalagi sejak pandemi, kenangan makan di warung dengan tenang seperti rangkaian pre-pandemic life yang entah kapan bisa dialami lagi.
Soal kuliner, Surabaya ini kota yang sebenarnya biasa-biasa saja, kecuali satu: urusan sambelan. Setiap belokan bakal selalu ada warung sambelan enak. Jarang banget saya nemu penyetan nggak enak di Surabaya, walaupun itu penyetan random.
Apalagi Bebek Purnama yang seperti sudah tersebar di setiap RT di Surabaya. Entah itu asli atau palsu, ini Surabaya. Ngga mungkin sambele ajur.
Sebagian besar kencan saya pasti melibatkan penyetan. Kalau ditanya mau makan apa, saya selalu jawab terserah (karena saya prei racun), tapi kalau ada penyetan ya jelas penyetan lah!
Favorit saya berikutnya adalah soto ayam Mini Jaya alias soto Blauran. Lokasinya di dalam Pasar Blauran, dekat lapak-lapak pigura dan buku-buku bekas.
Warung ini masih menggunakan penggiling es manual yang tertata rapi bersama toples-toples kaca berisi sirup, potongan blewah, dawet, cincau, roti tawar dan kolang-kaling. Saya masih ingat makan soto ini setelah sidang skripsi, sehingga makan soto ini seperti “mengisi ulang” perasaan menang dan lega setelah berbulan-bulan dikamplengi skripsi.
Tidak jauh dari situ, kuliner Surabaya kurang pas kalau ngga masukin pangsit mie ayam di Jl. Koblen. Saya suka pangsit yang kuahnya ringan dengan bumbu yang tidak bergelimang micin. Baksonya enak juga. Pangsit ini cuma buka sampai sore.
Warung ini agak sumuk memang, justru itu yang saya suka karena pembeli umumnya tidak mau berlama-lama di sini. Walaupun warungnya selalu rame, pasti kebagian tempat duduk karena bursa keluar masuk pengunjung lumayan sehat.
Saya masih ingat pertama kali makan di Warung Sederhana Gubeng Pojok (Gupo) setelah nonton Spider-man 3 di XXI Grand City, sekitar tahun 2012. Menu yang saya pesan adalah bihun goreng dengan telur asin. Sebelum pandemi, warung ini buka 24 jam.
Gupo adalah jujukan orang-orang dari stasiun, pekerja yang pulang shift malam dan pasangan yang kelaparan setelah nonton midnight. Sesuai namanya, warung ini terletak di pojokan, di antara Hotel Sahid dan Stasiun Gubeng Lama.
Menu yang disediakan khas depot Jawa Timuran seperti soto, rawon, krengsengan dan chinese food. Beneran one stop solution alias apa-apa ada.
Saya suka makan menjelang tengah sambil ngamatin mba-mba SPG mal yang makan dengan wajah masih full make-up atau mas-mas kantoran yang jaketnya kelihatan mahal dan membayangkan apa yang mereka alami seharian.
Andai ukuran warungnya lebih kecil dan interaksi antara penjual dan pelanggan lebih intens, bisa kayak Midnight Diner kali ya, tapi isine cak-cuk cak-cuk.
Di kuliner Surabaya Utara, tepatnya di Ujung alias di Terminal Kalimas, ada bebek goreng Madura yang menurut saya rasanya agak magis. Namanya Bebek Hj. Mis. Warungnya warna kuning.
Bebeknya digoreng kering, disajikan pakai serundeng dan sambel pencit. Yang suka Bebek Sinjay, bebek Hj. Mis seperti saudara sepupu dalam versi agak kering. Konon, teman saya yang bertahun-tahun diet keto langsung mokel demi ngabisin seporsi nasi anget dan sepotong bebek Hj. Mis.
Terakhir, tempat kuliner Surabaya yang menurut saya cocok didatangi sama siapa aja (termasuk datang sendirian) adalah Kafetien 88 di Jl. Jagalan No. 88. Lokasinya di kawasan kota tua, dekat dengan Pecinan. Warungnya juga bernuansa Pecinan dan menyajikan hidangan Melayu seperti nasi lemak dan teh Tarik.
Sejak pertama kali ke sini sekitar tahun 2012, saya selalu pesan es teh tarik dan nasi ayam barbeque yang disajikan dengan kuah bakmoy bening, telur orak arik dengan irisan kubis dan kerupuk udang. Sebagai orang yang tidak suka tantangan, selama kurang lebih delapan tahun saya selalu memesan hidangan yang sama.
Baru setahun belakangan, selera kuliner Surabaya saya bergeser ke menu lain seperti roti kaya butter dan nasi timbel dengan empal suwir serta ikan asin. Banyak lansia yang datang sendirian untuk menikmati semangkuk kacang kuah dengan cakwe atau makan bubur ayam kalem-kalem.
Tidak seperti di Diner Dash, para lansia datang untuk makan, tanpa acara foto-foto atau update di media sosial. Saya mendambakan masa tua yang damai, kayaknya enak banget jalan kaki sore-sore buat makan enak lalu pulang dan baca koran.
Bagi saya, kenangan yang melekat dalam setiap tempat kuliner Surabaya ini biasanya memudar seiring berjalannya waktu. Untungnya saya tipe orang yang food oriented banget, sehingga saya bisa dengan mudah memisahkan makanan enak dengan kenangan yang nantinya hanya akan jadi hal biasa saja. Saya tetap kembali ke warung yang pernah saya datangi, bodo amat kenangan-kenangan kencan.
Toh, makanan enak tetap bisa dinikmati walaupun hubungannya sudah berlalu. Kuah soto Blauran selalu siap menghangatkan saya ketika kehidupan terasa sulit. Sepotong roti kaya butter tidak peduli apakah saya seorang convo-killer di dating apps, tidak peduli yang salah Summer atau Tom atau zodiak saya. Saya dan makanan bisa saling menerima dalam kondisi yang terkadang mengganjal dalam hubungan asmara.
Justru yang lebih mengkhawatirkan adalah jika sang pemilik warung meninggal dunia sebelum sempat mewariskan resepnya, atau memang tidak ada yang penerus yang bisa melanjutkan. Hidangan itu akan lenyap ditelan zaman.
Celaka banget kalo saya ngga mau ngerasain makanan enak hanya gara-gara takut galau. Apalagi kalo mantannya banyak, udah berapa warung yang masuk daftar hitam. Makan ya makan aja, kenangannya dipikir belakangan.
Seperti kata sebuah quotes yang saya temukan di Pinterest: not all relationships will lead you to marriage, some will help you discover new restaurant. Saya harus berterima kasih pada mereka.
BACA JUGA Rekomendasi Lokasi untuk Menangis di Surabaya dan Tidak Semua Patah Hati Perlu Dicari Hikmahnya atau tulisan Vema Novitasari lainnya.