MOJOK.CO – Puasa Ramadan di Eropa itu 18 jam. Imsak pukul 4 pagi, buka pukul 10 malam. Kalau Indonesia atau Australia kan cuma 13 jam.
Beberapa tahun lalu sesebapak mantan supir truk di Benua Kanguru Iqbal Aji Daryono sambat soal betapa ndak enaknya puasa ramadan di Perth, Australia. Beliau secara kafah menguraikan berbagai macam penderitaan yang beliau alami ketika menjalankan ibadah puasa di sana.
Mulai dari perkara suasana hingga godaan kaum hawa. Duh lemah banget sih Mas Iqy ini, gitu aja kok yo sambat.
By the way, saya berani bilang gitu tentu saja bukan tanpa alasan lho ya. Apa saja kira-kira? Mari kita cobaaa ulaaas~
Pertama, saya merasa jauh lebih saleh dan takwa dibandingkan beliau. Bukannya riya nih ya, waktu saya tinggal di Paris, durasi puasa Ramadan di Eropa itu kira-kira 18 jam. Imsak pukul 4 pagi, berbukanya pukul 10 malam.
Bahkan tahun 2013 pernah saking capeknya, saya ketiduran pas nungguin waktu buka puasa. Bangun-bangun sudah hampir imsak dan akhirnya hanya minum air njuk lanjut puasa lagi. Kurang saleh apa coba?
Jadi kalau cuma puasa 13 jam seperti di Indonesia atau bahkan cuma 10 jam kayak di Australia tentu saja sudah bukan level saya. Sekali lagi ini bukan riya lho ya, soalnya saya ini orang yang tawadhu. Tapi ndak usah bilang sama siapa-siapa ya. Rahasia kita-kita aja.
Etapi kan ketakwaan ndak bisa diukur cuma dari seberapa lama kita mampu menahan lapar dan dahaga to? Eits, tunggu dulu.
Gini lho, warga negara Indonesia itu kan suka sekali dengan peringkat, jadi segala sesuatunya harus dapat dinilai dan terukur, termasuk dalam hal ibadah.
Cara mengukur yang paling mudah tentu saja dengan melihat satuan waktu. Secara kuantitatif, tentu saja kita semua sepakat bahwa 18 jam itu lebih lama daripada 13 atau 10 jam. Bachtiar 1 – Iqbal 0.
Oh iya, ngomong-ngomong kalau besok kalian diminta jadi imam salat tarawih, jangan cuma pakai Qulhu. Pilihlah surat-surat yang panjang.
Ndak usah pedulikan itu jamaahmu yang sudah sepuh dan mudah ndredeg kalau kelamaan berdiri, atau yang mungkin akan ada keperluan duniawi. Semakin panjang bacaan salat, semakin cepat kalian mendapatkan predikat orang saleh.
Kedua, terkait suasana. Mas Iqbal menyampaikan bahwa blio merasa ndak khusyuk dan ndak nyaman berpuasa di Perth karena suasananya yang ndak Ramadan banget. Tentu saja referensi yang digunakan sebagai perbandingan oleh blio adalah suasana Ramadan di Indonesia wabil khusus di Bantul, Yogyakarta.
Mas Iqbal YTH., njenengan ini ndak tahu atau pura-pura lupa kalau umat Islam di Australia itu minoritas?
Sensus tahun 2016 lho menyebutkan bahwa jumlah orang Islam di Australia cuma 604.200 gundul alias 2,6% dari total populasi. Itu aja masih pada nyebar dan di tempat tinggal njenengan di Perth cuma 8% alias 48 ribu.
Dibandingkan dengan penduduk Perth yang mencapai 1,9 juta, suasana Ramadan seperti apa yang Mas Iqbal harapkan? Plis deh ndak usah ngadi-ngadi….
Kalau di Prancis, tahun 2016 tercatat udah ada 5,7 juta umat muslim alias 8,8% dari total populasi. Di Karesidenan Paris dan sekitarnya, termasuk di desa tempat tinggal saya, warga muslimnya ada 1,7 juta gundul alias 77% dari total populasi.
Kebanyakan dari mereka adalah warga Prancis keturunan negara-negara Maghreb, seperti Algeria, Maroko, dan Tunisia.
Tentu saja suasana puasa Ramadan di Eropa (wabilkhusus di Paris) lebih terasa, apalagi mereka juga sering mengadakan kegiatan di masjid seperti pengajian dan buka bersama.
Bahkan tidak jarang ceramahnya disampaikan dengan campuran bahasa Prancis dan bahasa Arab. Bachtiar 2 – Iqbal 0.
Oh iya, beberapa kali saya kenalan dengan warga keturunan Maghreb di Paris, mereka mengira saya mampu berbahasa Arab karena berasal dari Indonesia yang notabene negara dengan umat Islam terbanyak di dunia.
Saya jadi ingat salah satu adegan sitkom Bajaj Bajuri, ketika Pamannya Pak Said ngobrol biasa dalam bahasa Arab njuk malah di-amin-amin-in sama warga. Hehe.
Perkara yang terakhir terkait godaan kaum hawa berkostum lucu. Kalau Mas Iqbal dulu suka cemas ketika mengantar barang, sepertinya hati njenengan belum sepenuhnya gembira menyambut ramadan.
Memang sih semua itu ndak semudah menulis status pada media sosial: bahagia menyambut ramadan.
Mas Iqbal yang terkasih, apa njenengan lupa sabda Kanjeng Nabi tentang bulan ramadan? Jika kita semua tahu apa yang terdapat dalam bulan ramadan, Nabi ngendiko bahwa kita akan berharap bahwa kalau bisa ramadan itu satu tahun penuh.
Lha pahalanya berlipat-lipat je. Kan itu to yang selama ini kita cari? Ibadah pada dasarnya kan emang untuk berburu pahala dan mencari voucher diskon dosa to?
Lagian kalau bulan Ramadan, tidur saat puasa aja ada pahalanya. Ada cara dapat pahala yang gampang dengan tidur kok yo njenengan malah milih susah-susah nganterin barang. Lagian Mas Iqbal sendiri pernah bilang, “Hidup ini mau nyari apa lagi to?”
Ingat Mas Iqbal, dunia hanya sementara, akhirat selamanya.
Besok lagi saya sarankan untuk meniru strategi sebagian mahasiswa Indonesia di Paris saja, Mas. Mereka itu siangnya tidur, malamnya baru kerja. Termasuk saya juga. Bachtiar 3 – Iqbal 0.
Lagian saya pas di Paris mau nyoba razia toko atau restoran yang masih ngeyel pada buka pas siang hari juga ndak bisa. Bukannya apa-apa nih, hanya saja saya ini kan ndak punya massa.
Masak razia sendirian? Mana berani, nanti yang ada malah saya dipenjara. Eh, ngomong-ngomong tahun ini masih akan ada razia warung ndak sih ya?
BACA JUGA Benarkah Kamu Merindukan Ramadan? dan tulisan Bachtiar W. Mutaqin lainnya.