Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

PDKT Kedok Religi ala Anak Gereja Katolik

Alexander Arie oleh Alexander Arie
26 Februari 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Bagi kami umat Katolik, lampu hijau PDKT bisa ditandai dari ajakan sederhana: ngajak ke gereja bareng buat ibadah Minggu.

Di Indonesia Raya ini, tuntutan menikah sering dibuat oleh lingkungan tanpa tawaran solusi yang memadai.

Pertanyaan; “kapan kawin?” hampir pasti tidak diikuti dengan pernyataan; “ini untuk ongkos resepsi,” atau, “ini lho calonnya, pasti mau sama kamu,” namun hanya sekadar basa-basi busuk yang tidak lebih dari tambahan kopok di telinga.

Padahal, untuk bisa kawin, yang pertama sekali diperlukan itu adalah adanya calon bini, kecuali kalangan #IndonesiaTanpaPacaran. Banyak orang memandang remeh status pacaran, padahal tidak semua orang yang pengen punya pacar lantas bisa pacaran.

Ada sebuah periode krusial bernama pendekatan alias PDKT yang bisa jadi titik balik maupun titik lanjut. Bagi PDKT yang standar, tanda lampu hijau gebetan mau lanjut adalah jika mau diajak ke mal atau malam mingguan gelap-gelapan di lapangan pabrik Barbie di Cikarang. Ah, tapi itu mah biasa. Standar.

Ada yang khas bagi minoritas penganut Kristen maupun Katolik Roma, soal PDKT ini. Pergi malam mingguan untuk nonton Dilan mungkin bisa, namun lampu PDKT masih suram ketika satu kegiatan belum bisa terwujud. Apa itu?

Yha, ke gereja bareng untuk ibadah bersama.

Sebagai pembuat tanda salib saya hanya bisa mengulas soal metode kedok religi semacam ini dari sudut pandang penganut Katolik. Teman-teman yang Kristen mungkin akan serupa, cuma paling agak repot aja kalau pas ada orang Gereja Kristen Jawa (GKJ) harus PDKT dengan orang Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Mau ke gereja yang mana?

Jadi, sesudah 2-3 pekan bertukar pesan dan mulai saling mengingatkan untuk bangun, makan, hingga bernapas, tibalah saatnya bagi (biasanya) kaum pria untuk mengeluarkan pertanyaan default.

“Besok Minggu ke gereja bareng yuk?”

Hm, bagian ini sungguh tak semudah yang kamu kira, Kisanak.

Bagi gadis rumahan, ke gereja Katolik untuk ibadah Minggu itu biasanya bersama orang tua atau orang yang dituakan. Untuk anak kos-kosan ke gereja adalah jatah untuk pergi bersama kakak atau adik, atau teman-teman rombongan kos.

Jadi pergi ke gereja bersama gebetan adalah sebuah pengesahan bahwa PDKT yang dilakukan punya harapan untuk berlanjut ke tahapan yang lebih intim.

Apalagi di kota-kota yang gerejanya hanya 1 atau 2 seperti Jambi atau Palu, maka momen ibadah bareng itu malah sekalian jadi bentuk sosialisasi kepada khalayak bahwa sebentar lagi akan ada pasangan baru.

Iklan

Selain sebagai metode sosialisasi, kedok ini juga bisa digunakan untuk titik tolak pengesahan terutama jika tercyduk oleh orang yang dikenal. Cara ini pernah terjadi pada dua teman saya yang tadinya seperti tikus dan kucing, tipikal kakak kelas songong dan adik kelas yang rebel, tiba-tiba tertangkap tangan sedang berdua di gereja.

Kala bertemu mereka, saya bertanya, “Jadi udah, nih?”

Oknum yang ditanyai hanya mesam-mesem. Keesokan harinya, saya mendapat kabar bahwa mereka berdua sudah jadian, tepat sepulang dari gereja dan si cowok nembaknya berangkat dari pernyataan saya, “Kata si Arie kita sudah jadi kan? Jadi gimana?”

Basi memang, tapi nyatanya manjur tuh.

Bersama-sama ke gereja sejatinya adalah wujud kebahagiaan bahwa ada harapan untuk beroleh jodoh seiman, sebagaimana yang selalu diharapkan oleh para orang tua. Plus bonus bisa bergandengan tangan dalam status bukan pacar pada saat seluruh umat menyanyikan lagu Bapa Kami. Lumayan kan dapat 2-3 menit pegangan.

Ini sungguh pemikiran yang tidak saleh, namun yakin lah pasti ada di dalam benak para lelaki yang menggunakan kedok religi sebagai bagian dari PDKT.

Meski demikian, namanya juga berhubungan dengan manusia, ada ekspektasi yang perlu dikelola karena mau diajak beribadah bersama di gereja tidak serta merta akan selalu berakhir bahagia. Saya berikan tiga contoh kegagalan.

Pertama, seorang cowok mengajak seorang cewek ke gereja kampus. Mereka berdua memang lagi dekat pasca sama-sama jadi panitia Ospek di fakultas. Begitu tiba di gereja, si cewek mendapat pertanyaan dari temannya yang kebetulan lewat.

“Masnya ke mana?”

“Ada. Masih di Surabaya. Lagi nggak pulang aja.”

Baiklah, kedok religi ini ternyata sekadar biar nggak ke gereja sendirian saja. Pacar si cewek ada di kota lain. Si cowok cukup membahagiakan diri dengan kesuksesan mengajak pacar orang ke gereja. Gereja kampus pula. Hedeh, mending makan sampah aja deh.

Contoh kedua, seorang mahasiswa angkatan atas mengajak mahasiswi yang baru masuk usai kenalan habis kegiatan Ospek. Berhubung chatting lancar dan ngobrol selama makan malam asyik-asyik saja, si mahasiswa percaya diri mengajak adik kelasnya itu ke gereja di Kotabaru, Jogja, dengan niat mulia habis dari gereja mau nembak.

Begitu sampai di gereja, si mahasiswa baru tahu kalau ternyata adik kelasnya itu bukan Katolik karena tidak maju saat komuni kudus. Berhubung ekspektasinya adalah mencari pacar yang betul-betul seagama, maka niat suci mulia tadi dibatalkan dan sang adik kelas dipulangkan tanpa lanjutan chat maupun makan malam. Cinta memang kejam, deritanya tiada kenal iman.

Ketiga, terjadi di sebuah kawasan industri. Seorang pekerja berusia 25 tahun bersua dengan adik kelasnya selisih dua tahun yang baru bekerja di tempat tersebut. Sebagai kakak kelas yang baik dan kebetulan baru kosong, ia jadi akrab dengan si adik kelas, termasuk punya jadwal pagi-pagi ke gereja.

Masih sebagai kakak kelas yang baik, si adik kelas itu kemudian dikenalkan ke rekan-rekan sekampus ketemu di gereja, baik cowok maupun cewek. Yah, sekadar membangun keguyuban alumni di kejamnya kawasan industri.

Setelah tiga kali ke gereja bareng, si kakak kelas kemudian mendapati bahwa si adik kelas udah lebih dekat dengan orang lain. Orang yang jebul salah satu teman yang dikenalkan tadi. Pfft, hidup emang bangsat, Mas.

Harus diakui sih, pada dasarnya cinta dan agama itu bisa diusahakan seiring dengan PDKT berkedok religi ke gereja bareng. Perkara gagal, itu biasa dan tidak perlu khawatir. Santai aja, yang senasib banyak kok.

Bertahun-tahun kemudian—sembari mengejar anak batita yang berlarian keliling gereja—pengalaman kegagalan-kegagalan itu bisa ditulis di ponsel, diedit dikit, lalu dikirim ke Mojok, persis seperti yang barusan saya lakukan. Hiks.

Terakhir diperbarui pada 26 Februari 2019 oleh

Tags: dilangereja katolikKatolikKristenpdkt
Alexander Arie

Alexander Arie

Universitas Indonesia. Tinggal di Jakarta. Asli Bukittinggi.

Artikel Terkait

Cerita Kebiasaan Orang Jawa yang Bikin Kaget Calon Pendeta MOJOK.CO
Esai

Cerita Calon Pendeta yang Kaget Diminta Mendoakan Motor Baru: Antara Heran dan Berusaha Memahami Kebiasaan Orang Jawa

21 November 2025
Katolik Susah Jodoh Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami MOJOK.CO
Esai

Cari Pasangan Sesama Katolik itu Susah, Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami

13 November 2025
Paus Leo XIV, Sarjana Matematika Memimpin Umat Katolik MOJOK.CO
Esai

Habemus Papam! Kisah Paus Leo XIV Sarjana Matematika yang Akan Memimpin Umat Katolik di Masa Kritis

9 Mei 2025
Saksi Yehuwa Bukan Bagian dari Kristen MOJOK.CO
Esai

Saksi Yehuwa yang Bagi-Bagi Brosur Itu Bukan Bagian dari Kristen

24 Januari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.