Gebrakan di dalam sistem gereja
Momen penting yang membuat Paus Leo XIV disorot dunia terjadi pada Januari 2023. Paus Fransiskus menunjuk Uskup Prevost sebagai Prefek Dikasteri untuk Uskup. Penunjukan ini sangat signifikan karena Paus Leo saat itu bukan bagian dari Kuria Roma, badan legislatif Gereja Katolik.
Paus Leo XIV menjadi bagian dalam reformasi Kuria Roma yang sangat progresif. Sejalan dengan kehendak Bapa Suci, dia juga melakukan reforma dalam kedudukannya. Yang paling signifikan adalah menambahkan tiga perempuan ke dalam badan pemungutan suara uskup. Badan ini yang nantinya akan merekomendasikan pencalonan uskup kepada Paus.
Penunjukan ini bukan hanya simbolis, tapi juga sesuai visi Paus Fransiskus akan keterbukaan dalam tata kelola gereja. Ini juga menjadi simbol nyata melawan klerikalisme. Sebuah sikap yang nantinya (mungkin) mewarnai kepemimpinan Prevost atau Paus Leo XIV.
Paus Leo XIV yang sentris-progresif
Ketika Paus Leo XIV terpilih, yang jadi sorotan adalah sikap di masa depan. Tentunya melihat dari kiprahnya sebagai kardinal serta posisi penting dalam gereja. Saya tidak bisa meramalkan bagaiman arah politik Paus Leo di kemudian hari. Tapi catatan ini mungkin membantu memberi gambaran.
Banyak yang memandang bahwa Paus Leo XIV punya ideologi yang sama dengan Paus Fransiskus. Baktinya dalam melayani kaum miskin dan penuh belas kasih menjadi benang merah antara keduanya. Salah satunya dalam kasus perceraian pasangan Katolik.
Dalam masa bakti terdahulu, Paus Leo XIV menunjukkan dukungan yang senada dengan Paus Fransiskus. Salah satunya dengan mendukung umat Katolik yang sudah bercerai tetap berhak menyambut Komuni Suci dalam situasi yang sudah tegas. Ini menjadi angin baru kepausan dan diharapkan dilanjutkan Paus Leo XIV.
Paus Leo XIV juga menolak klerikalisme. Sebuah paham yang membuat seorang uskup menjadi eksklusif dari umatnya. Beliau melakukan reforma yang mendorong uskup dipilih berdasarkan baktinya pada umat alih-alih “kemampuan bicara tanpa aksi nyata.”
Banyak pandangan Paus Leo XIV yang sejalan dengan Paus Fransiskus. Dari isu lingkungan, kemiskinan, dan imigran. Namun, beliau juga menunjukkan sikap konservatif. Terutama pada isu yang bersinggungan langsung dengan dogma Gereja Katolik.
Paus Leo XIV menunjukkan penolakan tegas terhadap isu imam perempuan. Beliau memandang penahbisan diakon perempuan bukan solusi terhadap isu menurunnya jumlah imam laki-laki.
Pada isu LGBTQ+, beliau juga menunjukkan sikap sentris. Beliau untuk menekankan interpretasi situasional untuk uskup lokal terhadap deklarasi Fiducia Supplicans. Sebuah deklarasi yang khususnya membahas berkat bagi pasangan sesama jenis.
Skandal pelecehan yang jadi bayang-bayang Paus Leo XIV
Paus Leo XIV juga tidak bersih dari skandal, yaitu skandal pelecehan seksual yang terjadi di Peru. Beliau, saat menjadi uskup dipandang menutup-nutupi proses penyelidikan skandal. Kritikus menilai adanya upaya pembungkaman serta mendorong penyelesaian kasus di luar Gereja.
Pihak Keuskupan Chiclayo membantah tudingan ini. Paus Leo XIV disebut telah melakukan strategi taktis baik secara hukum negara maupun Gereja. Terlebih karena posisi sebagai Prefek yang juga aktif dalam menguatkan metode pengusutan yang lebih terbuka dan melibatkan banyak pihak.
Tapi isu skandal ini masih santer terdengar. Bahkan saat memasuki periode konklaf, muncul tudingan penyogokan oleh pihak Keuskupan Peru kepada para saksi. Nama Prevost atau kini Paus Leo XIV kembali digunjingkan. Muncul paradoks perihal kasus ini dan posisinya yang aktif dalam membangun sistem penanganan pelecehan seksual dalam gereja.
Prevost memilih nama Paus Leo XIV
Mungkin skandal tadi akan jadi tantangan pertama Paus Leo XIV. Paus Fransiskus juga menghadapi polemik yang mirip pada masa awal jabatan. Tapi jika ditarik mundur, seluruh Paus modern mengalami tantangan di awal jabatan.
Yang menjadi pertanyaan bukanlah skandal semata. Bagaimana pelayanan Paus Leo XIV di masa mendatang? Bagaimanapun juga, Paus Fransiskus meninggalkan salib berat yang harus dipanggul. Termasuk gebrakan dan pemikiran yang kini menjadi wajah gereja modern.
Nama Leo yang dipilih mungkin menyiratkan bagaimana arah kepemimpinannya nanti. Dalam sejarah, Paus bernama Leo dikaitkan dengan periode kritis. Juga menyiratkan ketegasan dogma serta kekuatan diplomatis. Seperti Paus Leo Agung dan Paus Leo XIII.
Mungkin Prevost melihat situasi Gereja Katolik memerlukan kekuatan diplomatis yang kuat. Bisa juga beliau memandang Gereja perlu ketegasan dogma. Sangat mungkin Prevost menjadikan nama Leo sebagai semangat menyatukan Gereja yang sudah dia dengungkan. Serta mungkin-mungkin yang lain.
Kita hanya bisa menanti jawabannya. Apakah Paus Leo XIV akan menjadi sosok reformis sehebat Paus Fransiskus? Atau sosok konservatif yang menegaskan doktrin seperti Paus Benediktus XVI? Atau mengikuti jejak progresif seperti saat Paus Leo XIII melawan industrialisme?
Satu yang pasti. Paus baru sudah terpilih. Kehadiran Roh Kudus menuntun para kardinal menunjuk Prevost menjadi Bapa Suci. Paus Leo XIV telah memberikan berkat Urbi et Orbi. Sebagai umat, saya mendoakan kepemimpinan beliau. Jadilah gembala kami, dan jadilah pembawa kabar suka cita. Amin!
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Ciao, Paus Fransiskus! Mengenang Pembela Lingkungan, Gaza, dan Kaum Marginal dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.












