Tak ada yang lebih sabar daripada angka 212. Dalam beberapa bulan terakhir, 212 adalah angka yang paling banyak dieksploitasi. Setelah berpuluh-puluh tahun ia identik dengan Wiro Sableng, kini, sejak sebuah demonstrasi di Jakarta, 212 lekat dengan banyak hal.
Dari nama toko, jalan, rumah makan, kemeja, parfum, hingga pakaian dalam, semuanya menyematkan angka 212. Mungkin kalau sudah pakai angka 212, dijamin halal, selamat, berkah, dan surgawi.
Nah, beberapa hari ini, angka 212 sekali lagi ketiban pulung. Kenapa bisa begitu? Karena salah satu manusia di planet bumi ini yang sekali lagi menaruh beban yang tidak-tidak di atas pundak angka 212. Namanya Hajah Siti Asmah Ratu Agung. Ia menghebohkan dunia maya dengan membentuk Partai Syariah 212.
Dari namanya, mungkin kamu akan menyangka partai tersebut berafiliasi dengan Wiro Sableng atau GNPF MUI (motor demo besar-besaran tempo hari). Eh, ternyata, baik GNPF MUI maupun Wiro Sableng menyangkal ada keterkaitan dengan partai baru tersebut.
Uniknya, Ratu Atut, eh, maaf, Ratu Agung, menjaring anggota partainya lewat platform perpesanan instan: WhatsApp. Kenapa pakai WA? Karena kalau pakai Telegram nanti muncul kontroversi. Baru saja dibentuk nanti langsung diblokir pemerintah. Kan ciyaaan~
Lebih uniknya lagi, Ratu Agung ngotot akan mengikuti gelaran pemilu 2019. Padahal Kemenkumham telah menutup rapat pendaftaran partai baru sejak tahun kemarin. Lha terus dia bakal ikut pemilu apa? Ya ndak tahu. Pokoknya harus ikut. Entah gimana caranya.
Saya kok jadi kasihan sama Ratu Agung. Sudah susah-susah bikin partai, menjaring anggota, menghabiskan dana hingga miliaran rupiah, nanti ujung-ujungnya ndak bisa ikut pemilu 2019. Setengah tahun yang lalu, ia merasakan kepahitan serupa. Menginisiasi Koperasi Syariah 212, eh, ternyata namanya tak dicantumkan sebagai pendiri koperasi tersebut. Semua upaya Ratu Agung dengan 212-nya selama ini ibarat menegakkan benang basah.
Karena orang baik seperti Ratu Agung harus didukung, izinkan saya menyumbang saran kepada beliau supaya angka 212 bisa berjodoh hingga memberikan untung nan berkah. Tidak hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga bagi umat Islam di Indonesia.
1. Hotel Syariah 212
Ini saran yang pertama. Saya rasa Ratu Agung harus segera buat proposal. Mengajukannya kepada salah satu ustadz yang telah berpengalaman dalam bidang perhotelan syariah. Siapa dia? Ya, Ustadz Yusuf Mansur. Apalagi Ustadz YM pernah mendirikan hotel yang kok kebetulan namanya persis dengan nama depan Ratu Agung. Hotel Siti.
Kemudian, jika benar-benar mau bekerjasama, jangan lupa buatlah kartu keanggotaan. Jika ada alumni gerakan 212 ada yang menginap, berilah diskon setinggi-tingginya. Ingat, membantu sesama itu pahalanya cukup tinggi.
Jangan lupa di dalam hotel sediakan pernak-pernik yang mengingatkan akan Gerakan 212. Roti Sari Roti dan air minum Equil. Oh, ya, sediakan pula barang yang paling penting: Kotak sedekah.
2. Sekolah Syariah 212
Akhir-akhir ini menjamur sekolah berbasis keagamaan. Namun, sampai saat ini belum terlihat sekolah yang berbasis gerakan 212. Nah, Ratu Agung bisa memanfaatkan momen ini dengan baik.
Jika sudah terbentuk, jangan lupa menerapkan sistem full day school. 5 hari sekolah. Ingat, 212 jika dijumlahkan hasilnya 5. Maka sungguh sebuah penistaan bila nantinya sekolah ini malah membuat sistem sekolah 6 hari. Tak berprinsip keangkaan.
Selain itu, pakaian yang dikenakan siswa harus diperhatikan betul. Jangan sampai tak ada yang berjubah untuk laki-laki dan tak ada yang berjilbab untuk perempuan. Pastikan semuanya mengenakan pakaian tersebut. Jika peraturan tersebut ditegakkan, tak ada lagi celoteh di lini masa seperti sekolah negeri yang gagal paham menyuruh siswanya untuk berjilbab. Padahal siswanya non-muslim. Duh~
3. Oleh-oleh Syariah 212
Ini penting. Saya kira sampai detik ini, belum ada yang berani melabeli sebuah toko dengan slogan “oleh-oleh syariah”. Nah, ini kesempatan baik bagi Ratu Agung untuk menghadirkan oase di tengah gempuran produk makanan impor. Pastinya produk yang ia gunakan harus berlabel lokal seperti jengkol atau pete. Jangan apel dan starwberry. Nanti dikira plagiat.
Untuk lokasi, pilihlah daerah yang sekiranya menjanjikan buat balik modal. Saran saya, pilih Balikpapan atau Palangkaraya. Kebetulan kan ibukota Indonesia mau dipindah ke sana. Jadi ini kesempatan emas. Yang paling penting juga, buatlah slogan yang sekiranya meenggugah. Contohnya: “Belilah oleh-oleh syariah, Insyaaallah berkah bagi kita semua.”
4. Penerbit Syariah 212
Nah, ini yang paling penting. Banyak sekali penerbit yang tak mencantumkan logo halal di buku yang diterbitkan. Kalau sudah begitu, hukumnya haram untuk dibaca. Maka tak heran ketika Ratu Agung telah berhasil membuat buku tentang Khadijah, ketika banyak peminat yang mencari buku itu, eh, bukunya sudah hilang ditelan anoman. Mungkin karena tak ada label halal, jadinya susah dicari.
Di penerbitab ini, posisi editor, layouter, hingga OB, semuanya harus muslim. Bahaya jika bukan muslim, nanti penerbitnya dianggap kafir.
Buatlah tagline yang menarik. “Buku Murah, Penerbit Syariah.” Itu pasti laku. Dan jangan lupa tentukan tanggal yang bagus buat pengiriman buku. Jangan ikuti pemerintah yang lebih memilih tanggal 17. Saran saya lebih baik gunakan tanggal 21 atau 12. Atau tanggal 5 saja sekalian.
Dan yang terakhir, bagi penulis yang ingin menerbitkan buku di penerbit syariah, jangan pakai sistem royalti konvensional. Itu merugikan penulis. Masak sudah repot-repot menulis, royaltinya maksimal 10 persen. Kalau harga buku Rp50.000, penulis cuman dapat Rp5.000, ya kecut dong. Saran saya, kasih royalti 50 persen. Kalau perlu, sekalian 74 persen. Saya yakin penulis sekaliber Jonru pasti bakal mau menerbitkan buku di tempat Ibu Ratu.
Sudah, ya. Begitulah kiranya saran sekaligus kritik yang membangun buat Ibu Siti Ratu Agung. Saya yakin, di kemudian hari jika sukses, Ibu pasti akan dikenal lebih banyak makhluk. Kalau sudah begitu, di tahun 2019, ibu harus melakukan gebrakan yang lebih masif. Apa itu?
Pemilu Syariah 2019.