Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Pohon Jambu Pak Raden

Cepi Sabre oleh Cepi Sabre
1 November 2015
A A
Pohon Jambu Pak Raden

Pohon Jambu Pak Raden

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

“Tuk… Tuk… O, Atuk…”

Seorang mamah muda—rekan kerja saya—buru-buru menjawab panggilan di telepon genggamnya. Ternyata itu tadi dering nada panggil telepon genggamnya, diambil dari serial anak-anak buatan negara tetangga, Upin dan Ipin. Norak? Iya. Alay? Tidak pernah ada kata terlambat untuk jadi alay.

Seandainya waktu bisa diputar ulang atau jika saja telepon genggam sudah menjamur di tahun 1980-an, kemungkinan besar nada panggil telepon genggam teman saya tadi akan berbunyi: “Cepek dulu dong…” atau “Hompimpah, Unyil kucing!”. Ya, semua itu datang dari Si Unyil, serial anak-anak yang ditayangkan setiap hari Minggu di satu-satunya stasiun televisi saat itu, TVRI.

Orang-orang berumur nanggung—tidak lagi muda tapi belum terlalu tua sehingga masih bisa membuat akun fesbuk dan update status lalu mendaku kalau generasinya adalah generasi paling bahagia—tidak bisa mengelak kalau mereka tumbuh besar bersama serial Si Unyil. Beberapa masih mengingat Pak Ogah dengan ‘cepek dulu dong’-nya. Atau Bu Bariah, tokoh yang ditambahkan belakangan, dengan ‘bo-abo’-nya dan cara bicara yang membuat orang se-Indonesia mengira orang Madura selalu mengulang setiap kata ketika bicara. Atau ‘e, e, e… weladalah’-nya Pak Raden, orang Jawa pelit dan galak dengan kumisnya yang baplang.

Adalah Suyadi, orang di balik kesuksesan Si Unyil di sepanjang rentang tahun 1981 sampai 1993—sebelum akhirnya dihantam oleh kehadiran televisi swasta dan serial kartun Jepang, Doraemon. Suyadi juga mengisi suara dalam serial boneka ciptaannya itu, sebagai Radenmas Singomenggolo Jalmowono atau Pak Raden. Pengisi suara lain, bahkan untuk tokoh-tokoh kunci seperti Unyil atau Pak Ogah, boleh berganti, tapi Suyadi tidak. Suara berat-serak-nya tidak tergantikan. Suyadi adalah Pak Raden, dan Pak Raden adalah Suyadi. Tidak banyak artis dengan totalitas seperti Suyadi.

Kisah hidup Suyadi nyaris mirip dengan perannya di serial Si Unyil. Encoknya sering kumat, terutama setiap kali ada ajakan kerja bakti, seperti Suyadi yang digerogoti osteoartritis. Pohon jambunya selalu jadi incaran anak-anak di desa Sukamaju, tidak terkecuali Unyil, persis seperti hak ciptanya atas Si Unyil yang justru dipegang oleh Perum Perusahaan Film Negara (PPFN atau PT PFN sekarang). Tidak seperti pohon jambunya, hak cipta itu tidak pernah bisa direbut Suyadi kembali. Suyadi sama seperti rakyat kebanyakan, yang tidak berdaya melawan negara.

Bukan tanpa alasan saya membuka tulisan ini dengan kata-kata yang diambil dari serial Upin dan Ipin. Malaysia seringkali dijadikan acuan kemajuan pembangunan oleh sebagian orang Indonesia: orang-orangnya yang tertib, jalanannya yang rapi, mobil nasionalnya, dan–tentu saja—menara kembarnya. Orang-orang ingin mengejar Malaysia, tidak terkecuali si Unyil. Unyil kini tidak lagi bermain egrang di desa, atau bersembunyi di hutan dekat rumahnya, Unyil sekarang menenteng laptop dan berkeliling Indonesia seperti wisatawan. Menjadi turis di negerinya sendiri!

Sebaliknya, Malaysia mungkin merasa sudah berlari terlalu jauh. Mereka justru membuat serial anak-anak yang dekat dengan keseharian anak-anak itu sendiri. Sepasang anak kembar di sebuah desa, bersama teman-teman mereka dari beragam suku dan agama, yang bersenang-senang dengan permainan-permainan sederhana. Tapi Unyil tidak. Unyil, lewat Laptop Si Unyil, adalah pandangan orang kota terhadap anak-anak. Persis seperti pandangan orang kota terhadap Suku Anak Dalam. Orang Rimba harus dibuatkan rumah, seperti Unyil harus membawa laptop, walaupun tafsir atas dua hal ini tentu saja tidak tunggal.

Sesekali saya mendengar suara serak Pak Raden di televisi, suara yang memanggil masa kecil saya kembali. Saya tidak tahu apakah beliau gembira dengan konsep Si Unyil yang baru, tapi bisa tetap dekat dengan anak-anak saya pikir adalah kebahagiaan tiada tara bagi Suyadi.

Kemarin Drs. Suyadi berpulang, meninggalkan Unyil dan kita semua. Walaupun pelit dan galak, kita tidak pernah bisa membencinya, karena pohon jambunya yang selalu ranum. Semoga di rumahnya yang baru encoknya tidak akan kambuh lagi.

Weladalah, Pak Raden…

Terakhir diperbarui pada 18 Juli 2017 oleh

Tags: Pak RadenSi UnyilSuyadi
Cepi Sabre

Cepi Sabre

Artikel Terkait

No Content Available
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.