MOJOK.CO – Hari Santri Nasional seharusnya menjadi momentum untuk memulai gebrakan besar. Untuk para santri, ayo galakkan gerakan santri melek investasi saham!
Pada era Revolusi Industri 4.0 mudah-mudahan sudah tak ada lagi santri yang kerjanya cuma ngopekin koreng, garuk-garuk buduk, atau nungguin bisul pecah sambil menghafal Tashrif atau Jurumiyah. Bukan karena apa-apa tapi dunia hari ini telah berubah.
Para santri sebagai penerus estafet perjuangan kemerdekaan dalam agenda resolusi jihad santri dan ulama, juga harus segera mengambil peran dan tanggung jawab secara nyata.
Nah, jihad ekonomi adalah salah satu jalan ninja perjuangan yang amat fundamental dan penting. Bahkan dalam buku-buku sejarah Islam tercatat bahwa Kanjeng Nabi Muhammad merupakan seorang manajer ulung sekaligus amanah yang telah sukses mengelola bisnis dagang skala ekspor-impor, sehingga membuat perusahaan milik Khadijah berkembang dan terus mendulang cuan.
Sejarah perjuangan ekonomi Baginda Nabi tak dapat dipisahkan dari perjalanan dakwahnya yang spektakuler itu. Nabi Muhammad bahkan melakukan gerakan dakwah dengan holistis dan tuntas. Sang Nabi begitu terstruktur, sistematis, dan masif membangun instrumen peradaban besar jangka panjang untuk umat manusia.
Tidak hanya mengajarkan urusan spiritual dan ibadah secara vertikal dengan Tuhan semata, namun Nabi mengajarkan sekaligus menjadi percontohan bagaimana hidup zuhud, kapan harus mengeluarkan zakat, humus, infaq, sedekah, wakaf, qurban, dst. sebagai ibadah horizontal berkaitan dengan sesama manusia. Bahkan dalam Ilmu Fiqh diatur secara terperinci perkara kehidupan sosial dalam hukum mu’amalah.
Ajaran zuhud atau zakat misalnya, bagaimana mungkin dapat diamalkan oleh seorang fakir?
Zuhud berarti tidak cinta dan terikat harta atau dunia. Lantas definisi zuhud macam apa bagi seseorang yang perutnya seringkali kelaparan serta kebutuhan hidup primernya tak dapat dipenuhi?
Begitu pula zakat merupakan sebuah kewajiban bagi seorang yang punya kelebihan harta (muzzaki). Bagi seorang mustahik (golongan yang berhak menerima zakat) boro-boro berzakat hidupnya saja dibayang-bayangi sekarat, akhirnya hidup enggan matipun segan.
Muhammad sebagai nabi sekaligus figur umat Islam bukanlah sang hero seperti digambarkan dalam film Hollywood. Beliau berjuang sendirian mengamankan dunia dari kezaliman, lalu umatnya cukup menonton dan menunggu diselamatkan.
Para nabi diutus untuk mendidik manusia agar dapat membebaskan dirinya secara mandiri, menjadikan jiwa serta raganya berdaulat dan menyempurna sehingga ada dalam keselamatan. Para santri dan ulama punya tugas dan amanah yang sama sebagai pewaris nabi dan rasul.
Kembali kepada santri yang hingga saat ini masih punya citra (atau stigma) jumud dan terbelakang. Ada tugas dan tantangan besar untuk memutarbalikan stereotip negatif terhadap para pelajar agama khususnya di pesantren-pesantren Indonesia.
Nah, ekonomi adalah salah satu instrumen penting kemajuan sebuah bangsa atau masyarakat. Bahkan seringkali lapisan sosial dibagi atas dasar kekuatan ekonomi seseorang.
Kendatipun saya tidak setuju dengan pandangan materialistik yang menjadikan orientasi kehidupan sebatas yang tampak pada dimensi lahir, namun juga perlu disadari bahwa menjadi kaya raya atau mencapai kebebasan finansial bukanlah hal yang haram.
Bukankah suksesnya dakwah Nabi sedikit banyaknya ditunjang juga dengan infrastruktur ekonomi yang mapan?
Berangkat dari semangat evaluasi dan kesadaran ini, saya pikir para santri sebagai satu identitas penting di tengah masyarakat punya potensi untuk melakukan sebuah gerakan jihad ekonomi.
Santri dapat menjadi pemantik yang akan menyalakan semangat umat membangun kekuatan ekonomi. Jihad yang saya maksud adalah sebuah upaya sungguh-sungguh untuk meningkatkan taraf ekonomi serta kesejahteraan sosial.
Pada era digital segala sesuatu menjadi begitu amat mudah. Misalnya aktivitas kegiatan ekonomi berupa jual beli saham emiten dapat dilakukan seorang santri sambil menunggu antrian kamar mandi.
Dahulu transaksi di Bursa Efek terbatas hanya untuk kalangan masyarakat menengah ke atas. Hari ini berbeda, siapa saja berkesempatan untuk memiliki surat kepemilikan saham atau surat berharga sebuah perusahaan. Ini menjadi kesempatan emas untuk masyarakat termasuk juga para santri.
Jihad ekonomi bukanlah agenda temporer yang dapat tuntas dalam 1001 malam. Perjuangan semacam ini akan menjadi lebih panjang dari usaha untuk menghafalkan Al-Quran 30 Juz atau 1.000 bait matan kitab Alfiah.
Para santri dari kalangan milenial dan Gen-Z sudah seharusnya memiliki bekal ilmu ekonomi praktis termasuk melek investasi, hal ini erat kaitannya dengan tingkat literasi digital dan literasi finansial seseorang.
Oleh sebab itu, Hari Santri Nasional seharusnya menjadi momentum untuk memulai gebrakan besar. Tahun ini menjadi peringatan Hari Santri ke-6 sejak ditetapkan pada 22 oktober tahun 2015.
Para santri berkewajiban menjadikan agenda ini sebagai kesempatan untuk melahirkan sekaligus memulai ide dan gagasan baru yang relevan sesuai tuntutan zaman.
Tak perlu muluk-muluk bermimpi menyaingi kekayaan 10 konglomerat paling tajir di Indonesia. Mulai dari R. Budi Hartono, Michael Hartono, Sri Prakash Lohia, Prajogo Pangestu, Chairul Tanjung, Tahir dan keluarga, Eddy Kusnadi Sariaatmadja, Jerry Ng, Martua Sitorus, sampai Theodore Rachmat.
Para santri dapat mengawali langkah kecilnya dengan membuka paradigma baru soal ekonomi. Di sela-sela kesibukan belajar kitab kuning kita bisa kok mempelajari bagaimana Lok Kheng Hong menjadi kaya raya.
Rasanya bukan hal mustahil jika suatu hari nanti para santri di pesantren-pesantren adalah juga seorang pemilik saham perusahaan-perusahaan blue chip atau BUMN. Mengenakan sarung lengkap dengan baju koko dan pecinya seorang santri terlihat gagah ikut duduk dalam agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bersiap menerima dividen.
Mungkin beberapa orang bertanya-tanya tentang ide gerakan santri melek investasi saham, seperti pertanyaan salah satu teman saya di pesantren. Bagaimana caranya seorang santri menjadi investor, wong penghasilan saja belum ada?
Oke jadi begini penjelasannya.
Pertama, penting diketahui bahwa jumlah investor di Indonesia masih begitu sangat sedikit. Hanya sekitar 5 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Investasi adalah sebuah budaya yang lahir dari pola pikir yang maju dan terbuka. Orang tua zaman dahulu sudah terbiasa menginvestasikan hartanya dalam bentuk tanah atau emas, karena mereka tahu bahwa emas dan tanah dua hal yang tidak akan mengalami penurunan nilai.
Akan tetapi, aneh bin ajaibnya kebiasaan itu tidak terwariskan kepada generasi muda dewasa ini. Justru budaya hidup yang cenderung konsumtif yang tumbuh subur. Gerakan santri melek investasi ini berangkat dari semangat melawan budaya hidup boros serta mubazir yang sebenarnya dilarang agama.
Kedua, menjadi seorang investor tidak harus meninggalkan pekerjaan dan aktivitas. Sebagian besar santri saat masih di pesantren memang belum punya penghasilan atau harta kekayaan selain mengandalkan kiriman bulanan dari emak dan bapak.
Meski begitu, ketika para santri suatu saat akan menyelesaikan masa studinya, setelah pulang dan mukim di kampung halaman para santri mungkin akan bekerja sesuai dengan kemampuan dan skill-nya. Entah mengajar di sekolah atau pesantren, berbisnis, dan sebagainya.
Gerakan santri melek investasi merupakan bagian dari pendidikan dan pembekalan bagi para santri untuk kehidupannya nanti. Apapun profesinya kelak, yang jelas pengetahuan dan wawasan investasi akan sangat berguna. Tidak menutup kemungkinan dari sekian banyak santri yang ada sebagian dari mereka memiliki minat dan potensi untuk jadi manajer investasi yang hebat dan sukses.
Berbekal smartphone dan buku rekening setiap orang sudah bisa menjadi seorang investor ritel. Membeli saham perusahaan Pertamina misalnya (PGAS) cukup dengan seharga kopi sasetan setiap lembar sahamnya. Atau membeli saham Indofood (INDF) dengan harga per lembar Rp6.825 lebih murah dari semangkuk Indomie pake telur di kantin belakang pesantren.
Para santri dapat bermimpi menjadi taipan berkaliber Warren Buffett. Jihad perjuangan hari ini bagi para santri di samping terus mengaji dengan sungguh-sungguh, juga mempersiapkan bekal berupa ilmu dan wawasan sesuai tuntutan zaman.
Jihad tembak-tembakan ala ISIS dan kawan-kawannya bukan hanya salah, tapi juga tak relevan dan ketinggalan zaman. Tembak-tembakan sekarang ya investasi saham!
Oke lah, semua orang boleh mengutuk pemerintahan karena maraknya investor asing masuk ke Indonesia. Tapi para santri tak harus demikian, lebih baik melakukan gerakan senyap tapi pasti. Perlahan kita hidupkan budaya investasi buat santri di negeri ini.
Nah, untuk memuluskan langkah itu, harus diakui, ingin rasanya memaklumatkan bahwa hukum investasi saham bagi para santri seharusnya sudah bukan mubah lagi, tapi fardu ‘ain.
Atau untuk selemah-lemahnya iman, fardu kifayah lah.
BACA JUGA Seberapa Gereget sih Kamu Ketika Jadi Santri? dan ESAI lainnya.