Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Move On, Florence Sihombing, dan Kamar Mandi yang Jauh

Mahfud Ikhwan oleh Mahfud Ikhwan
3 September 2014
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Saya merasa belum pernah merasa “menetap,”. Jadi, dalam arti apa pun, saya sulit mengerti dengan frasa “move on,” istilah yang sangat populer belakangan ini. (Makanya, saya bahkan harus buka kamus untuk mencoba mengerti.) Tapi, menurut terkaan saya, move on itu tampaknya hal yang berat.

Saya punya tiga contoh kasus.

1) Flo.

Gadis POM bensin ini sepertinya adalah korban beratnya move on. Ia saya bayangkan datang ke Yogyakarta dengan membawa semua masa lalunya — dengan segala idealisasinya. (Apa yang bisa ditangkap dari kalimat: “teman-teman Bandung dan Jakarta, jangan mau ke Jogja.” selain bahwa ia mengidealkan tempat-tempat lain?)

Di tempatnya dulu, ia mungkin biasa tidak mengantri di POM, menyalahkan pihak yang mengecewakannya, dan misuh-misuh di internet. Dan ia masih ingin terus seperti itu. Ia tak seperti, misalnya, teman SMA saya, Basit, seorang anak pedagang kelontong di Sekaran, Lamongan, yang langsung men-jogja begitu daftar UMPTN di sini. Setelah dua minggu kos di Sapen, ia langsung kepincut jualan koran di Perempatan Blok O; seminggu kemudian dipukuli preman situ; mulailah dia mindring plastik, ngecer pulpen, dan mencoba-coba menulis resensi; kosnya 25 ribu sebulan.

Jika saja Flo bisa move on dari kota dan nilai-nilai lamanya, dan men-jogja dengan baik, ia paling tidak akan tahu pisuhan apa yang khas Jogja dan di mana tempat paling nyaman melakukannya. “Telo” akan sangat disambut di angkringan-angkringan. “Wedus!” gampang; dari Bandara Adisucipto, muter di depan pasar Sambilegi, terus ambil kiri sampai ketemu Sate Syamsuri. Kalau mau “Asu!” masuklah ke lesehan-lesehan oseng-oseng jamu.

2) Orang-orang yang marah pada Flo.

Mereka adalah korban-korban paling parah dari beratnya move on. Boleh dibilang, mereka ini gagal total untuk move on. Mereka marah karena mereka yakin bahwa Jogja tetap kaya, cerdas, dan berbudaya, sebagaimana yang ditulis Selo Sumarjan lebih setengah abad lalu–dan tak pernah berubah, seperti digambarkan FTV-FTV itu. Karenanya, pernyataan yang melawan keyakinan itu adalah penistaan dan bukannya kritik. Karena keyakinan itu, mereka tak memeriksa bahwa kota yang mereka banggakan itu mulai melakukan pemerasan pada anak kos dan orang kontrakan macam saya.

Mereka juga menyembunyikan kenyataan bahwa beberapa perpustakaan di kota ini sudah tutup, toko buku mengecil, dan penerbit-penerbit yang dulu menerbitkan Milan Kundera kini mengecer buku kiat sukses bermain rubik. Mereka juga sudah mulai lupa budaya “stel kendo” – ya, mereka terlalu serius untuk hal-hal yang tidak serius; mereka jadi terlalu hati-hati, sehingga tak senang lagi plesetan; mereka terobsesi kerapian dan tak tertarik dengan yang walik-walikan. Mereka mengira Jogja adalah Gunung Merapi atau Laut Kidul, dan bukannya kota kecil yang terletak di antara keduanya dan semakin sesak saja.

3) Saya.

Ya, saya juga merasakan beratnya move on. Baru saja. Sudah dapatnya sulit, jual mahal, lebih jelek pula. Berat luarbiasa membawa hal-hal dari masa yang lalu, saya masih harus direpotkan untuk mempermak yang baru dapat ini. (Saking beratnya, teman saya sampai jatuh sakit, satunya lagi mengeluh kehabisan uang, sementara saya sendiri kecapekan, badan pegal-pegal–makanya nulis tentang Flo telat benar) Jadi, bagi teman-teman yang cari saya, saya sudah move on sekarang. (Atau, mungkin lebih tepatnya “moving on”)

Silakan datang, tapi maaf kalau masih berantakan. Sori juga kalau kamar mandinya jauh, reyot pula.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: florencejauhkamar
Mahfud Ikhwan

Mahfud Ikhwan

Novelis. Pemenang pertama Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014. Pemenang pertama Kusala Sastra Khatulistiwa 2017. Novel-novelnya yang sudah terbit adalah "Ulid", "Kambing dan Hujan", dan "Dawuk". Pencinta sepak bola dan film India.

Artikel Terkait

Naya-Baca-Buku-MOJOK.CO
Malam Jumat

Kamar Kos Seram yang Membuat Hati Tak Tenang

29 Juni 2018
Florence Sihombing
Esai

Menjadi Wagu dan Bodoh bersama Florence Sihombing

2 September 2014
Tiga Fakta Tersembunyi di Balik Kasus Florence Sihombing
Esai

Tiga Fakta Tersembunyi di Balik Kasus Florence Sihombing

1 September 2014
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.