MOJOK.CO – Jika suatu saat suami benar-benar poligami, Anda bisa berdikari sehingga hidupnya tidak mengenaskan. Mari satukan barisan, Bunda!
Di suatu senja yang teduh, saya duduk santai beserta anak dan suami di teras depan rumah. Tak angin maupun hujan, tiba-tiba suami berkata, “Ma, aku mau nikah lagi.”
Deg!
Saya langsung menyahut, “Sama siapa?”
Suami menyebut sebuah nama yang saya ketahui sebagai seorang janda beranak satu. Air mata tak mampu saya bendung lagi. Diiringi isak tangis, saya mengeluarkan segala makian dan pertanyaan, “Memangnya apa salahku! Terus gimana sama nasib anak kita? Kok kamu tega banget sih sama kami berdua?”
Tiiitt. Tiitit. Tiiitt. Tiitit.
Suara meteran listrik yang berbunyi membangunkan saya dari mimpi. Beruntung sekali, suami saya batal poligami. Tapi, kepala yang masih berat membuat mata ini kembali terpejam.
“Mulai bulan depan uang gaji semua aku yang pegang. Nanti gajiku kubagi dua.”
WUASEMMM!!! Malah lanjut season dua!
Saya langsung buka mata lebar-lebar. Ini sudah sangat keterlaluan!
Mending saya segera bangun daripada harus lihat kelanjutannya. Meskipun saya tergoda juga untuk lihat sampai season tiga supaya tahu azab apa yang akan diterima oleh suami saya dan pelakor itu. Tapi, mood yang sudah rusak ditambah meteran listrik yang terus berbunyi membuat saya memilih bangun saja di tengah malam buta begini.
Mental saya memang sedang tidak baik-baik saja. Glorifikasi poligami dari seseorang bergelar kiai, cerita layangan putus yang bikin saya sendu diangkat jadi serial TV, ditambah baru-baru ini seorang ustaz kondang yang saya idolakan menikah untuk kedua kalinya. Saya jadi tidak enak makan dan kepikiran terus.
Saya jelas tidak mempermasalahkan bila seorang ustaz yang mapan dan berilmu menikah kembali. Tapi, gara-gara itu, grup WA suami yang anggotanya bapak-bapak rekan pengajiannya jadi penuh dengan humor receh nan brengsek,
“Jadi pengin lagi….”
“Ayo, siapa mau nambah?”
“Hmm… bisa jadi inspirasi.”
INSPIRASI ENDASMU!
Ingin sekali saya screenshot ucapan itu lalu kirim ke istrinya masing-masing biar digunduli itu kepala suaminya.
Membahas poligami dari perspektif perempuan memang berat. Poligami bagi kami itu seperti begal. Tidak kelihatan, tapi siap menebas kapan saja.
Apalagi jika yang ditanya adalah kelompok agamis seperti kelompok saya. Jika para feminis bisa langsung dengan tegas menolak dengan dalih begini begitu, perempuan dalam kelompok kami tidak bisa menolak meski hati berontak karena penolakan kami akan selalu dibenturkan pada satu hal yang membuat kami harus tunduk bila ingin dicap solehah, yaitu dalil.
Dalil yang memuat masalah poligami sebenarnya cukup jelas. Poligami boleh dilakukan asal laki-lakinya adil. Namun, tidak semua laki-laki cukup waras untuk mengetahui dirinya adil atau tidak. Asal “merasa” bisa adil banyak yang langsung melakukan padahal sebenarnya tidak punya kemampuan.
Hukum asal poligami yang ingin memuliakan perempuan agar semua mendapat tempat dan hak yang sama sebagai istri bukan sebagai “selir”, seolah kembali menurunkan derajat kami sebagai barang kepemilikan laki-laki. Semakin banyak istri, semakin berbangga diri.
Katanya mengikuti sunnah, tapi yang dipilih hanya yang muda dan cantik. Katanya ingin membantu mengangkat derajat perempuan tapi tak jarang sampai menjandakan istri demi mendapat janda kaya.
Mohon maaf, di mata saya, itu bukan lagi poligami, tapi membungkus urusan selangkangan dengan sampul agama. Apalagi kalau menjalin hubungannya diam-diam tanpa diketahui istri pertama. Itu jelas bukan poligami tapi berselingkuh dengan gaya.
Saya sendiri sebenarnya bukan perempuan yang menolak poligami. Sebelum menikah, saya sempat membahas hal tersebut dengan suami. Saya katakan bahwa saya tak keberatan jika suatu saat dia akan menikah lagi, tentu dengan syarat dan ketentuan berat yang berlaku. Namun, setelah mengalami mimpi barusan, saya kok ingin menarik kembali omongan saya sebelum nikah.
Pun saya yakin banyak wanita di luar sana yang merasa “takut” dengan poligami. Oleh sebab itu, saya ingin membuat mentoring poligami bagi para istri dengan berbagi tips dan trik. Simak.
Skenario 1: Anda adalah perempuan yang belum menikah dan sedang mempersiapkan pernikahan.
Sedia payung sebelum hujan. Jangan ragu menyiapkan amunisi untuk segala kemungkinan. Hilangkan rasa sungkan membahas masalah poligami dengan calon pasangan. Bila memang Anda tidak setuju, katakan sejak awal.
Bila tidak setuju tapi masih malu-malu untuk mengatakan, pakai kode atau persyaratan berat bila suami hendak poligami. Bila perlu, buat surat perjanjian pranikah sehingga Anda berhak mendapat kompensasi bila suami hendak atau ketahuan poligami.
Cantumkan semuanya secara detail tentang hal-hal yang harus dipatuhi bersama. Misalnya, saling terbuka mengenai keuangan atau melarang penggunaan password di hape masing-masing.
Skenario 2: Anda adalah perempuan yang sudah menikah dan belum tahu sudah dipoligami.
Wahai perempuan, jangan pernah merasa jemawa. Kita tidak pernah tahu apa yang ada dalam benak seorang pria.
Cantik, kaya, dan pintar bukan jaminan suami Anda akan setia. Coba tengok Ji Sun-woo. Meskipun dia pintar dan kaya, tetap saja suaminya selingkuh dengan yang lebih muda. Coba lihat Yeo Da-kyung, masih muda dan cantik luar biasa tapi suaminya malah balik selingkuh sama mantan istri yang lebih tua. Brengsek memang!
Belajar dari kisah layangan putus, sebaiknya Anda harus segera menyiapkan tabungan yang cukup, memiliki pekerjaan sambilan, dan banyak berdoa pada Tuhan.
Semua untuk berjaga-jaga jika suatu saat suami benar-benar poligami. Anda bisa berdikari sehingga hidupnya tidak mengenaskan. Sudah berbagi suami masih juga harus berbagi materi. Sekali lagi, sedia payung sebelum hujan. jangan terlalu curiga pada pasangan, tetapi juga jangan terus diam. Waspadalah!
Skenario 3: Anda adalah perempuan yang sudah menikah dan suami tiba-tiba bilang ingin poligami atau bilang sudah menikah lagi.
Ada sebuah kredo yang sering diucapkan teman-teman pengajian suami saya. “Lebih baik minta maaf dari pada minta izin.”
Ucapan yang membuat saya ingin langsung melakban mulut orang yang berbicara tanpa meminta maaf apalagi minta izin darinya. Maka dari itu, Anda sebaiknya menyiapkan segala alat masak seperti sutil, wajan, blender, cobek, dan ulekan.
Jika suami Anda tiba-tiba berkata, “Ma, aku mau poligami” atau “Ma, aku sebenarnya sudah menikah lagi” Anda tinggal mengambil semua alat masak itu. Bukan untuk memasak, gunakan saja kreativitas dan imajinasi. Saya yakin Anda sudah tahu apa yang harus dilakukan. Lakukan saja tanpa perlu izin. Minta maafnya belakangan.
BACA JUGA Poligami karena Merasa Selevel dengan Nabi Adalah Sikap Sombong dan Bodoh dan artikel menarik lainnya di rubrik ESAI.