MOJOK.CO – Menteri Indonesia sibuk membuat gimmick demi terlihat bekerja, ketika rakyat kecil sudah sangat lelah untuk merasa baik-baik saja.
Bu Risma, Menteri Sosial kita, sibuk memindahkan gundukan pasir dan batu menggunakan tangan ketika mengunjungi korban bencana erupsi Gunung Semeru.
Sebelum saya lanjut menulis, coba Anda baca lagi kalimat pertama di atas. Sudah? Baik, mari lanjut.
Menurut data yang saya temukan, Kementerian Sosial (Kemensos) mendapatkan alokasi dana sebesar Rp92,817 triliun. Sekitar Rp42,4 triliun di antaranya khusus untuk bansos. Selain kewenangan atas dana, sebagai menteri, Bu Risma juga membawahi banyak lembaga dan satuan dinas. Ingat ini baik-baik, ya.
Salah satu bentuk kewenangan Bu Risma sebagai Menteri Sosial adalah menurunkan alat berat. Selain itu, dia juga bisa mengerahkan tenaga manusia untuk membereskan gundukan pasir dan tanah itu.
Tapi nanti dulu. Itu, kan, pikiran orang yang taktis. Mungkin karena terbiasa mengurus taman bunga dan marah-marah, Bu Risma lupa caranya jadi menteri. Dia berpikir bahwa dengan mengais tumpukan tanah, di bawah hujan (dipayungi sama ajudan tentu saja), akan membuatnya terlihat sedang bekerja.
Apakah cuma Bu Risma, sosok menteri, yang bekerja seperti ini? Ternyata nggak juga.
Kalau melihat rekam jejak Pak Erick Thohir, kita akan merasa bahwa yang dilakukan Bu Risma jadi terlihat sangat amatir. Pak Erick bisa masang fotonya sendiri di ATM milik BUMN, masuk ke komunitas anak muda dengan pakai parfum HMNS, hingga yang terakhir gimmick menggratiskan toilet Pertamina.
Baik Bu Risma atau Pak Erick Thohir memanfaatkan jabatannya sebagai menteri untuk bekerja membangun imaji. Imaji apa yang diharapkan? Ya tergantung dari mana Anda melihatnya.
Bu Risma di Surabaya terkenal sebagai wali kota yang gemar marah-marah. Selama menjabat sebagai menteri, dia sudah beberapa kali marah. Mulai dari “Tak Tembak Kamu” sampai “Tak Buang ke Papua”. Jangan lupa aksi teatrikalnya yang menyebut diri “Saya memang goblok” di hadapan IDI saat masih jadi wali kota.
Meski demikian, baik Bu Risma atau Pak Erik masih mending daripada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Beliau meminta buruh berjiwa besar terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022. Bahlil mengungkapkan pandemi telah melanda Indonesia sejak tahun lalu, di mana pengusaha pun mendapatkan dampak yang cukup berat selama satu setengah tahun terakhir.
Bayangin nih ya. Kamu menteri, punya kewenangan, punya otoritas, untuk membuat kebijakan dan juga menerapkan sanksi kepada pengusaha nakal. Namun, kamu malah minta buruh bersabar karena nggak mau menyusahkan pengusaha. Apa nggak luar biasa?
Mungkin Pak Bahlil ini lupa atau abai, buruh dan pekerja ini kurang sabar gimana? Bertahun-tahun, banyak yang hidup di bawah UMR, tidak diangkat jadi karyawan tetap, bahkan sampai keguguran karena terlalu lama bekerja. Masih disuruh sabar juga? Lantas apa gunanya dia jadi menteri?
Oh iya, jangan lupa kontestan lain, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali. Dia menyebut Piala Thomas 2020 tidak masuk ke dalam event bergengsi dan sempat tidak akan memberi bonus.
Bertahun-tahun, Indonesia selalu gagal membawa pulang Piala Thomas. Sekalinya menang, sudahlah tak bisa mengibarkan bendera Merah Putih, eh kompetisinya dianggap kurang. Bayangkan, menteri olahraga yang bahkan tidak bisa memahami sejarah Piala Thomas dan kenapa selama puluhan tahun kompetisi ini dianggap sakral oleh pebulu tangkis Indonesia.
Ya tentu puncak dari komedi menteri-menteri ini adalah Pak Jokowi. Yang paling baru adalah sikapnya tentang Omnibus Law, yang dianggap bermasalah dan sudah diketok palu oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Bayangkan, nih ya, bukannya patuh pada keputusan MK, Pak Jokowi memerintahkan Kapolri untuk menindak tegas para kepala polisi yang tidak mengawal investasi. Lho kurang jelas apa lagi sikap Jokowi? Cerdas, terukur, dan presisi… untuk investor.
Dulu, saat ramai demo penolakan Omnibus Law, kita disuruh protes dengan benar, jangan rusuh, dan lalui mekanisme yang jelas. Di Mahkamah Konstitusi, Omnibus Law dianggap bermasalah dan harus diperbaiki. Bukannya patuh, malah Jokowi merasa perlu bikin klarifikasi, menjamin para investor bahwa kebijakan yang dia buat pasti berjalan? Haibat bukan?
Terkadang, negara ini terlihat seperti negara gimmick. Pencitraan yang ditampilkan sudah terlalu menor. Semuanya hanya demi terlihat “sudah bekerja”. Sementara itu, kita, para rakyat, sudah sangat lelah untuk merasa “baik-baik saja”.
Kita dipaksa memaklumi sirkus yang terjadi….
BACA JUGA Bu Risma Diledek karena Kita Kekenyangan Gimmick Politik dan tulisan menarik lainnya di rubrik ESAI.