MOJOK.CO – Maulid Nabi Muhammad diperbebatkan. Padahal, Kanjeng Nabi sendiri orangnya asik dan nggak suka menyalahkan orang lain.
Jangan kira tulisan ini berisi perdebatan hukum perayaan maulid Nabi. Perdebatan mengenai hal tersebut kurang lebih sama dengan cekcok antara pihak pro dan anti vaksinasi, atau pertarungan antara #PercumaLaporPolisi dan #PolriSesuaiProsedur.
Tidak. Saya nggak akan nimbrung membahas perdebatan itu lagi. Dulunya, saya cukup sering gontok-gontokan dengan sesama umat Nabi Muhammad pas bulan Rabiul Awal tentang hukum merayakan maulid Nabi.
Setelah dipikir-pikir, kok ya aneh memperdebatkan hal itu, apalagi di bulan maulid. Bukankah setiap hari umat Kanjeng Nabi pasti menghaturkan selawat dan salam atas Beliau? Lha kenapa setiap momentum maulid malah gontok-gontokan, perang dalil, dan adu ngotot soal boleh nggaknya merayakan kelahiran sosok yang sama-sama dicintai?
Tapi, saya kok merasa yakin Kanjeng Nabi Muhammad memaklumi perdebatan umat tentang maulid Nabi yang nggak selesai-selesai ini. Seperti halnya saat Nabi memaklumi para sahabatnya yang berdebat memahami sabda Beliau: “Janganlah sekali-kali kalian salat Ashar, kecuali di Bani Quraizhah.”
Dari kisah tersebut, kita bisa lihat bahwa Nabi Muhammad itu orangnya asik, nggak hobi menyalahkan, dan menghargai perbedaan.
Kisah ini memang populer, tetapi karena intensitas perbedaan pendapat soal hukum agama (dan yang lainnya) amat sangat sering sekali terjadi hingga merembet ke soal pakaian dalam segala, teladan Nabi Muhammad dalam menyikapi perbedaan pendapat ini sering dilupakan.
Ceritanya, selepas perang Khandaq atau Ahzab, Nabi Muhammad mengumpulkan para sahabatnya untuk memberi pengarahan lebih lanjut. Salah satuny adalah: “Jangan sekali-kali salat Ashar kecuali sampai di perkampungan Bani Quraizhah.”
Instruksi Nabi Muhammad ini cukup jelas sehingga tidak ada pertanyaan dari para sahabat. Tapi, dalam perjalanan, para sahabat mulai bingung dan berdebat lantaran waktu Ashar hampir habis, sedangkan perkampungan Bani Quraizhah masih jauh.
Ada yang memilih melanjutkan perjalanan dan menangguhkan salat Asar hingga tiba di Bani Quraizhah meski sesampainya di sana, waktu Ashar sudah habis. Pokoknya, salat Asharnya kata Nabi harus di perkampungan Bani Quraizhah. Titik. Kelompok ini mengikuti arahan Nabi secara tekstual.
Sebaliknya, ada yang memilih menghentikan perjalanan sejenak demi melaksanakan salat Ashar tepat waktu. Kelompok ini memahami bahwa Nabi Muhammad bermaksud agar para sahabat mempercepat perjalanan sehingga bisa salat Ashar tepat waktu di Bani Quraizhah. Kalau nggak nututi ya tetap harus salat tepat waktu walaupun tidak di tempat yang ditentukan.
Ketika kejadian tersebut diadukan kepada Kanjeng Nabi, Beliau tidak menyalahkan, bahkan mengapresiasi kedua belah pihak.
Kalau diendus-endus, perbedaan pendapat dalam memahami teks-teks agama (termasuk perdebatan maulid Nabi) selalu melibatkan dua belah pihak: kelompok tekstual yang hanya memaknai teks secara harfiah dan kelompok “kontekstual” (sebut saja begitu) yang melihat teks juga punya makna di luar makna harfiahnya sebagaimana dalam kisah di atas.
Dua sudut pandang ini berefek pada sikap dan perilaku keberagamaan, termasuk soal mencintai Kekasih Sang Maha Pengasih, Rasulullah Muhammad Saw. Jangan dikira yang nggak suka maulid Nabi tidak mencintai Nabi. Ini cuma soal perbedaan cara mencintai. Maka dari itu, sesama pengaku pencinta Nabi Muhammad, mbok ya jangan suudzon apalagi menghamburkan caci maki.
Jemaah Mojokiyah rahimakumullah, ada penjelasan penting dari Habib Muhammad Quraish Shihab di kanal YouTubenya yang barangkali perlu didengar, utamanya soal mencintai Nabi Muhammad ini.
Kalau kuota nggak memungkinkan, tenang, saya ikhtisarkan untuk para jemaah sekalian.
Prof. Quraish menjelaskan, (intinya) bahwa kedangkalan pemikiran, subjektivitas, kekaguman, dan kecintaan yang berlebihan kepada Nabi Muhammad sering menjadikan uraian-uraian dan riwayat-riwayat tentang kehidupannya sulit diterima oleh akal.
Kalau uraian atau riwayat itu datang dari pihak-pihak yang membenci Nabi Muhammad (ehm, Muhammad Kece), mungkin tidak aneh. Namun sayangnya, uraian serta riwayat yang tidak masuk akal itu justru datang dari orang-orang yang mencintai Nabi.
Patut disayangkan. Karena sebenarnya terlalu banyak penjelasan logis dan ilmiah untuk menjadi dasar dalam menjelaskan betapa extra ordinary-nya sirah kehidupan Beliau.
Habib Quraish menyebutkan contoh-contoh uraian atau riwayat tidak masuk akal yang dimaksud, di antaranya:
Nabi punya mata di bagian belakang kepala, sehingga Beliau bisa melihat depan dan belakang sekaligus. Kata Prof. Quraish, riwayat ini berasal dari seorang mufassir Abad ke-9 bernama Ibrahim bin Umar al-Biqa’i. Ini jelas tidak masuk akal sama sekali.
Nabi punya kekuatan seksual yang mampu memuaskan sembilan wanita. Kok ya berani buat-buat cerita kayak gini. Emang tahu dari mana? Kalaupun Nabi memiliki kekuatan semacam itu, memangnya Nabi mau bilang-bilang? Rasanya nggak mungkin.
Ketika maulid Nabi Muhammad, katanya semua bayi yang lahir saat itu berjenis kelamin laki-laki, berhala-berhala runtuh, dan singgasana kaisar jatuh. Cerita-cerita penuh glorifikasi ini biasanya mudah terdengar saat peringatan Maulid Nabi. Menurut penulis Tafsir al-Misbah tersebut, semua cerita ini patut diragukan sebagai fakta sejarah.
Tentu masih banyak lagi yang lain. Semua cerita atau riwayat tersebut datang dari orang-orang yang terlampau mengagumi dan mencintai Nabi Muhammad. Mengapa bisa tersebar sedemikian rupa? Karena dahulu banyak tukang cerita (qasshasin), dan orang-orang senang mendengarkan hal-hal luar biasa meskipun tidak benar adanya. Sekarang bagaimana? Masih mudah dijumpai penceramah yang menggambarkan Nabi berdasar riwayat-riwayat tak masuk akal itu.
Punchline dari seluruh set penjelasan Habib Quraish tersebut tentu bukan untuk mendorong viewers-nya membeli buku Sirah Nabawiyah karangannya. Nggak. Sungguh nggak mungkin Beliau sereceh itu.
Abi dari Tuan Rumah Mata Najwa ini sesungguhnya mengajak kita untuk memahami dan mencintai Nabi Muhammad berdasarkan penjelasan rasional. Maka dari itu, sikap kritis perlu dipertahankan dalam membaca informasi sejarah kehidupan Nabi.
Mungkinkah “membersihkan” Maulid Nabi dari kisah-kisah berbau glorifikasi? Rasanya sulit. Orang-orang sudah kadung terbiasa mendengar kisah-kisah “ajaib” Nabi yang mengasyikkan. Lagipula, cinta memang identik dengan hiperbola. Semua aspek pada diri sang kekasih adalah keindahan luar biasa sehingga absah dikisahkan dengan narasi yang irrasional.
Cuma, kalau porsi narasi irrasionalnya terlalu mendominasi, umat Islam berpeluang kehilangan sosok Nabi Muhammad sebagai fakta sejarah, dan yang tersisa adalah Nabi Muhammad dari dunia imajinasi para pendongeng.
BACA JUGA Nabi Muhammad dan Riwayat soal Malaikat di Sekitar Kita dan artikel menarik lainnya di rubrik ESAI.