MOJOK.CO – Kabupaten paling nggak terkenal di Jawa Timur! Bahkan kalah terkenal sama dinosaurus jadi-jadian yang isinya orang. Itulah Magetan!
Magetan… kayaknya jadi kabupaten paling nggak terkenal di Jawa Timur. Sampai-sampai harus “membangkitkan” dinosaurus biar terkenal. Eh, setelah punya dinosaurus, yang terkenal dinosaurusnya, bukan kabupatennya.
Adakah dari pembaca di luar plat AE (Eks Karesidenan Madiun) yang pernah mendengar nama Magetan? Saya tebak, banyak yang tidak mengetahui soal keberadaannya.
Yah, itulah yang saya alami ketika kuliah di Malang dulu. Banyak teman saya yang tidak mengenal kabupaten terkecil kedua di Jawa Timur ini. Bahkan teman saya dari Mojokerto pun tidak tahu, padahal dia jurusan Geografi. Begitu pula dengan teman-teman saya yang dari Banyuwangi, Malang, Kediri, dan lain sebagainya.
Sungguh menyebalkan, bagaimana sesama Jawa Timur tidak tahu Magetan ada di mana. Namun, kasus ini berbeda dengan orang-orang di Solo yang mayoritas mengenal Magetan karena lokasinya dekat. Menurut teman saya yang kuliah di Solo, orang Solo asli pasti mengenal Magetan tapi mahasiswa luar Solo yang kuliah di Solo tidak mengenal. Jadi, ada apa dengan Kabupaten ini, sih?
Wilayah eks Karesidenan Madiun seperti Madiun (kota/kabupaten), Ngawi, Ponorogo, Pacitan, saya kira cukup terkenal. Madiun terkenal sebagai kota terbesar ketiga atau keempat di Jawa Timur sekaligus eks ibu kota Karesidenan Madiun.
Ngawi merupakan jalur utama antarkota dan provinsi sehingga cukup terkenal. Ponorogo terkenal dengan kesenian reog, sementara Pacitan terkenal dengan pantainya. Ditambah lagi Pacitan kini terkenal karena mantan presiden, Susilo Bambang Yudhoyono, berasal dari sana.
Sementara itu, Magetan hampir tidak punya apa pun yang terkenal. Saya ingat teman-teman saya mengatakan bahwa Telaga Sarangan berada di Madiun, padahal jelas-jelas ada di Magetan.
Saya juga pernah berdebat dengan dosen saya mengenai Maospati yang mana di dalamnya terdapat Lanud Iswahjudi. Dosen saya bersikeras bahwa Maospati berada di Madiun, padahal Maospati jelas-jelas berada di Magetan. Lha wong rumah saya sendiri ada di Maospati. Kalau masih ngeyel, dosen saya mau saya seret ke Magetan, wis.
Saya juga pernah dengar teman saya bertanya Gunung Bancak itu di Magetan atau Madiun. Saya jawab Magetan, dong. Kemudian saya tanya kenapa dia bertanya demikian. Katanya, dia tanya seorang teman dari Madiun tapi tidak mengerti sama sekali soal keberadaan Gunung Bancak.
Dia menjelaskan lagi bahwa ada seorang narasumber waktu diskusi di Kafe Pustaka Universitas Negeri Malang mengatakan bahwa Gunung Bancak itu di Madiun. Cerita lain, saya pernah pergi ke Yogyakarta menjumpai seorang teman yang tidak percaya bahwa ada stasiun kereta api di Magetan padahal ada yang namanya Stasiun Barat. Sekarang berubah menjadi Stasiun Magetan.
Saya tunjukkan di Google Map dan dia kaget karena mengira Stasiun Barat itu di Madiun. Bahkan mungkin orang Magetan sendiri tidak menyangka mereka punya stasiun. Woi, kita punya stasiun! Kalau mau pergi-pergi jarak jauh udah nggak naik kuda!
Saya curiga, saking nggak terkenal, mungkin yang lebih tahu soal Magetan itu adalah petugas pencari lokasi untuk dibangun Indomaret dan Alfamart ketimbang orang asli kabupaten ini. Sedih nggak, sih.
Bupati Magetan menyadari ketidakterkenalan ini dan meminta masyarakat Magetan agar jangan mengaku berasal dari Madiun. Orang asli harus bangga dengan kabupatennya sendiri.
Ya, memang selama ini, warga Magetan lebih bangga mengaku sebagai warga Madiun. Ini dilakukan karena capek menjelaskan lokasi Magetan ada di mana. Ketimbang capek-capek jelasin, bilang aja dari Madiun, atau nyuruh tanya arah ke petugas Indomaret tadi.
Bupati Magetan, Suprawoto, memang sudah mencoba untuk menggali jati diri kabupaten tercinta ini. Mulai pencarian arsip Belanda, mencari arsitektur asli, mengundang Peter Carey untuk mencari identitas Magetan melalui sejarah, khususnya Raden Ronggo Prawirodirjo III, dan lain sebagainya.
Mungkin kalau Ong Hok Ham (Sejarawan UI) masih hidup, Suprawoto akan mengundangnya. Madiun pun sebenarnya tidak ketinggalan dengan membedah disertasi Ong Hok Ham berjudul “Madiun dalam Kemelut Sejarah: Priyayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX” untuk melepaskan stigma bahwa Madiun kota PKI.
Sayangnya, di buku itu tidak banyak dibahas mengenai Magetan. Hanya di dalam buku tersebut disebut Magetan tidak mau tunduk pada Bupati Madiun, Brotodiningrat. Selain itu, cerita Batara Katong (pendiri Kabupaten Ponorogo) tidak populer di di sini.
Dalam wawancaranya di JTV Madiun tanggal 2 November 2018, Suprawoto memprioritaskan wisata sebagai “kuda penarik” untuk mendatangkan wisatawan. Selain itu, Suprawoto juga ingin memperbaiki perpustakaan Magetan sebagai pusat kajian Sastra Jawa.
Soal pariwisata, Magetan bahkan sudah “membangkitkan” dinosaurus jenis triceratops! Hewan-hewan purba itu ditempatkan di Mojosemi Forest Park. Eh di sana mereka “ngamuk”.
Ketika berita itu viral, yang menjadi tajuk bukan “Magetan”. Coba kalian buka mesin pencarian lalu ketik kata kunci “dinosaurus”. Yang akan kalian temukan adalah berita-berita dengan judul”
“Dinosaurus Viral Sambut Natal dan Tahun Baru”
Jangan-jangan dinosaurusnya pakai topi natal dan ikut dalam perdebatan haram mengucapkan natal.
“Viral Dinosaurus Ngamuk Saat Dikeluarkan dari Truk Oleh TNI”
Semoga Pak TNI-nya baik-baik saja. Nggak terluka karena amukan dino!
“Video Viral Dinosaurus di Lereng Gunung Lawu, Ini Faktanya”
Mungkin mereka mau berapa di Gunung Lawu yang terkenal wingit itu.
Saya heran, masih ada yang menyangka dinosaurus itu beneran ada sampai harus muncul berita dengan judul “Ini Faktanya”. Woi, saya kok yakin ilmuwan Magetan belum sepintar itu untuk bisa membangkitkan dinosaurus beneran.
Yah, pada akhirnya kita tahu kalau dinosaurus ngamuk itu bagian dari pembuatan film pendek untuk promosi Mojosemi Forest Park. Dan, pada akhirnya pula, yang lebih terkenal adalah dinosaurus ngamuk, bukan Kabupaten Magetan, untuk saat ini. Ada apa dengan Kabupaten tercinta ini?
BACA JUGA Susah-Susah Belajar Bahasa Jawa, Kalian Malah Pakai Elu Gua dan tulisan lainnya di rubrik ESAI.