MOJOK.CO – Lowongan kerja palsu menjerat banyak korban. Profesi money mule, sebuah fakta yang lahir dari fenomena pencucian uang.
Pada periode 1920-an, Amerika Serikat mengalami era prohibition. Pemerintah melarang penjualan minuman beralkohol. Hukum ini merupakan reaksi terhadap begitu tingginya konsumsi miras yang telah mengakibatkan berbagai permasalahan sosial. Salah satunya terbatasnya lowongan pekerjaan.
Namun, tidak semua kalangan setuju dengan peraturan ini. Permintaan akan miras tetap ada meskipun berkurang. Ini mendorong berkembangnya berbagai sindikat kejahatan atau gangster yang memproduksi dan mengedarkan miras secara ilegal (diistilahkan sebagai bootlegging).
Al Capone yang paling terkenal. Dia dan jaringannya beroperasi di Chicago, salah satu kota terbesar di Amerika Serikat. Selain bootlegging, mereka melakukan berbagai tindak kejahatan lainnya yang semakin lama semakin brutal. Salah satunya adalah termasuk pembunuhan yang membuat dirinya dijuluki public enemy number one oleh FBI pada 1930.
Ada sebuah anekdot yang menceritakan bahwa Al Capone memanipulasi pencatatan uang dari hasil bootlegging-nya sebagai seolah-olah pendapatan dari usaha cuci baju yang dia miliki, yaitu laundry.
Tujuannya supaya uang ilegal tampak sebagai hasil dari aktivitas halal dan bisa digunakan kembali tanpa menimbulkan kecurigaan dari pihak berwenang. Dari anekdot inilah banyak orang mengenal istilah money laundering atau pencucian uang.
Ada beberapa metode lain yang juga lazim dilakukan dalam pencucian uang. Di antaranya adalah membentuk perusahaan cangkang dan smurfing atau memecah nominal uang sehingga tidak menimbulkan kecurigaan saat ditransaksikan di bank. Uang ilegal ini bisa diperoleh dari (dan bisa digunakan untuk) banyak tindak kriminal seperti pencurian, perdagangan narkoba, pendanaan teroris, perdagangan manusia, dan sebagainya.
Terkait smurfing, ada satu tren yang beberapa tahun terakhir ini merebak, yaitu money mule. Money mule adalah orang-orang yang direkrut lewat lowongan kerja palsu untuk menyetorkan sejumlah uang ilegal ke rekening bank milik (atas nama) mereka.
Uang yang sudah disetor akan ditransfer ke rekening-rekening lain yang dikehendaki oleh otak dalang pencucian uang. Sebagai balasannya, para money mule ini dijanjikan komisi sejumlah sekian persen dari uang tadi.
Ini nggak peduli apakah orang-orang yang direkrut lewa lowongan kerja palsu itu paham atau tidak bahwa mereka sudah dijadikan kaki-tangan tindakan pencucian uang. Dan masalahnya, banyak yang tidak paham. Umumnya, mereka direkrut melalui iklan lowongan kerja dengan iming-iming quick cash atau bayaran yang cepat.
Dalang pencucian uang membidik anak-anak muda kepepet. Apalagi di masa pandemi, ketika banyak orang kehilangan pekerjaan, kebutuhan hidup tetap tinggi, dan lowongan kerja sempat kering.
Di Inggris, ada lebih dari 17.000 kasus money mule selama 2020, meningkat lima persen dari tahun sebelumnya. Mereka dijebak melalui iklan lowongan kerja dan media sosial.
Modusnya adalah dengan pamer duit dalam jumlah banyak dan mudahnya mendapatkan keuntungan. Belum lama ini, Vice membuat sebuah laporan tentang money mule, yang bisa ditonton lewat video ini:
Video tersebut menjelaskan banyak hal. Mulai dari awal mula seorang money mule direkrut sampai konsekuensi hukumnya. Bisa sampai dipenjara lho. Mereka yang dijebak oleh lowongan kerja palsu ini juga hidup di bawah ancaman dalang pencucian uang.
Gimana dengan Indonesia?
Dilansir Kontan, money mule ini termasuk salah satu modus penipuan keuangan yang mulai marak. Dibandingkan 2019, kejahatan melibatkan money mule diprediksi akan meningkat sebesar 68 persen sepanjang 2020 hingga akhir 2021. Money mule di Indonesia banyak yang direkrut melalui SMS lowongan kerja sebelum mereka kemudian diminta untuk membuka rekening bank dan “mengelola” transaksi.
Awal 2018 lalu, seorang perempuan di Banyuwangi ditangkap polisi ketika sedang membuka rekening BRI. Setelah diperiksa, ternyata dia memegang lebih dari 10 rekening bank.
Selain itu, dia juga telah merekrut 15 orang di Makassar untuk membuka rekening di sana dengan iming-iming lowongan kerja yang potensial atau investasi menarik. Masalah mulai timbul ketika wanita ini menarik buku tabungan dan kartu ATM yang sudah dibuat oleh para korban.
Beberapa dari korban komplain bahwa rekening bank yang sudah dibuat atas nama mereka digunakan untuk penipuan. Tak hanya itu, dicontohkan ada beberapa rekening tadi teraliri dana hingga puluhan juta rupiah. Ada juga yang tercatat melakukan transaksi hingga 153 kali dalam sehari.
Sayangnya, tidak ada investigasi lebih lanjut tentang fenomena awal money mule di Indonesia ini. Terutama membongkar kebiasaan lowongan kerja abal-abal yang digunakan sebagai pintu masuk pencucian uang.
Yah, setidaknya, dari 2018 hingga 2021, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa (sebagian) masyarakat belum aware dengan kebiasaan memeriksa kebenaran soal lowongan kerja dan literasi keuangan. Padahal, polanya, saya rasa selalu mirip. Salah satu red flag lowongan kerja palsu adalah ketika kita diminta mengirim sejumlah uang untuk yang buka lowongan. Aneh banget, kan.
Nah, di kasus money mule, kebiasaan agak berbeda. Mereka akan minta buku tabungan, pin, dan kartu ATM dengan iming-iming investasi instan. Banyak yang terbuai dengan testimoni dan cerita sukses. Padahal semuanya sudah diatur.
Sayang, nggak punya duit itu bikin pikiran orang jadi buntu. Secara psikologis, mereka siap melakukan apa saja untuk bisa membalikkan keadaan ekonomi dengan cepat.
Kondisi psikologis itulah, salah satu sebab, kejahatan money mule dan pencucian uang berjalan dengan mulus. Selain itu, mari kita lebih berhati-hati ketika mencari lowongan kerja. Ingat bentuk “kejahatan 4.0” akan semakin beragam, cerdik, dan berbahaya.
BACA JUGA Uang Nasabah Hilang 128 Juta dan Gimana kalau Kita yang Mengalaminya? dan kisah menarik lainnya di rubrik ESAI.