Saya percaya, para pembaca Mojok termasuk golongan yang membenci penggerutu, tukang gosip, apalagi tukang fitnah. Saya juga percaya kalau Bung dan Nona sekalian berasal dari kalangan yang tidak gampang diprovokasi oleh berita-berita tidak jelas yang sumbernya pantas diragukan. Sebab kita tahu bersama, di luar sana, sudah terlalu sering sesuatu dibesar-besarkan. Dilebih-lebihkan. Dikurang-kurangkan. Dijomblo-jomblo-kan. Diagusmulyadikan.
Semoga pendapat itu sama sekali tidak dipengaruhi oleh rasa lelah fisik sehingga menyebabkan saya berhalusinasi.
Berita soal delay-nya maskapai Lion Air yang sudah dua hari berlangsung, tentu tidak bisa kita percayai begitu saja. Tidak bisa langsung ditelan bulat-bulat, apalagi kotak-kotak. Kita semua tahu, cukup banyak media di Indonesia yang suka berheboh-hebohan. Tak jarang, mereka bukan mencari berita, tapi justru membuat berita.
Oleh karena itu, sebagai salah satu peserta yang ikut paket liburan berjam-jam di bandara karena penerbangan yang ditunda (hingga batas waktu yang belum ditentukan oleh Lion Air), saya merasa memiliki tanggungjawab peradaban yang mesti dipikul untuk menjelaskan duduk persoalan dan membela Lion Air.
Ini penting sebagai opini pembanding karena simpang-siurnya informasi yang beredar di publik. Sebagai orang yang berada di lokasi kejadian, saya akan mengajak pembaca semua untuk menyelami langsung peristiwa tersebut.
Namun harus ditegaskan sejak awal. Tulisan ini dikhususkan hanya untuk mereka yang memiliki jantung sehat karena rajin menghisap kretek dan berolahraga. Jika merasa sudah tidak kuat, silakan lambaikan tangan Anda ke kamera.
Berikut ini beberapa alasan mengapa Lion Air adalah maskapai penerbangan terbaik dunia-akhirat.
Pelayanan Ramah, Responsif dan Jomblo-friendly
Sejak pertama kali naik pesawat 15 tahun lalu, saya belum menemukan maskapai yang mampu menyaingi Lion Air. Ini adalah satu-satunya jasa penerbangan yang mampu membiarkan para penumpang menunggu tanpa kabar selama berjam-jam di Bandara Soekarno-Hatta tanpa makanan, selimut, indomie, belaian kasih sayang, apalagi kretek. Lion Air ternyata sanggup menelantarkan lebih dari 400 penumpang dari enam jalur penerbangan berbeda, tanpa informasi, tanpa sebab dan tanpa alasan.
Lion Air adalah maskapai penerbangan yang akan mengajarkan kepada Anda bahwa di-PHP oleh seseorang bukanlah akhir dunia. Sekaligus di saat yang bersamaan mengajarkan bahwa Anda perlu sesekali berhenti berharap, karena itu adalah hal yang manusiawi. Lion Air akan membantu Anda memahami bahwa ternyata terlambat menyadari kesia-siaan menunggu bukanlah sebuah kesalahan. Ini jenis pelajaran yang datang dari pengalaman. Teori yang lahir dari praktek. Alasan yang lahir dari tragedi. Serupa Amorfati.
Di negara seperti Indonesia, di mana transportasi publiknya terjangkau dan berkualitas, Lion Air adalah representasi paling tepat bagaimana memperlakukan konsumen. Hak seseorang sebagai pelanggan yang dilindungi undang-undang sepenuhnya terjamin. Misalnya, para penumpang dipaksa untuk menginap di lantai ruang tunggu walau hotel adalah apa yang disyaratkan oleh undang-undang.
Sebagai pemakai jasa Lion Air, Anda akan mendapatkan kesempatan untuk merasakan bagaimana terpaksa harus membeli makanan di kantin-kantin mahal yang berjejer di dalam bandara. Warung-warung yang harga nasi gorengnya selangit, namun dengan kualitas membumi. Sebab jika berani memilih keluar bandara, itu berarti Anda beresiko ketinggalan pesawat seperti seorang pemegang tiket ke Denpasar yang ditinggal Lion Air tanpa alasan.
Memiliki Staf Berkualitas dan Profesional
Dengan menggunakan jasa Lion Air, Anda, sebagai pelanggan, akan mendapatkan kesempatan dilayani oleh staf-staf berkompetensi tinggi—putra-putri terbaik negeri ini. Para staf yang bekerja di jasa penerbangan ini adalah orang-orang yang paham kapan saatnya untuk menghilang dari pandangan mata Anda. Pegawai-pegawai di counter Lion Air akan tetap melayani Anda check-in dan baggage drop walau mereka tahu bahwa tidak akan ada penerbangan hingga sepuluh jam ke depan. Ketika Anda melayangkan pertanyaan, dengan bersembunyi di balik senyum manis mereka akan membisu dan berpura-pura tuli.
Hal yang tidak jauh berbeda akan Anda temukan di kantor Lion Air yang terletak di lantai dasar bandara. Di sana pintu terbuka lebar dan mempersilakan siapa saja untuk masuk. Dengan leluasa, Anda sekalian, bersama handai-taulan, dapat singgah meskipun tidak ada satu pun dari staf Lion Air yang berada di dalamnya.
Rusdi Kirana, pemilik Lion Air, mendidik para pegawainya untuk memiliki kemampuan menghindar dari masalah. Sesuatu yang sebenarnya juga ditemukan di maskapai lain, namun dengan skills di bawah rata-rata.
Manajemen Bintang Lima
Ketika ratusan penumpang kebingungan karena tiada kabar angin tentang jadwal penerbangan masing-masing, tidak satu pun staf Lion Air yang tampak batang hidungnya. Saat banyak orang mulai marah karena merasa ditelantarkan, ditipu, dan dikhianati, Lion Air hanya mengutus seorang petugas bagasi untuk datang dan menenangkan massa. Seorang pemuda dengan tatapan nanar, dan wajah pucat, karena menjadi kambing congek di tengah kumpulan orang banyak yang gerah, lelah dan galau.
Ketika tahun baru semestinya dirayakan penuh bahagia dengan keluarga, teman, tetangga atau pacar orang, manajemen Lion Air sukses membuat banyak orang bermutasi menjadi barongsai liar yang penuh kemarahan, hingga berteriak-teriak, merokok di sembarang tempat dan akhirnya menyandera si pemuda bernasib sial itu.
Lion Air memang maskapai domestik dengan manajemen kelas dunia, standar layanannya gabungan antara Ritz Carlton dan Hilton.